Tokyo (SIB)
Dua hari berlalu dan pemenang pilpres Amerika Serikat (AS) tahun ini belum juga diketahui. Situasi yang tidak pasti ini membuat dunia menunggu dengan cemas dan tidak sabar karena ingin segera mengetahui siapa Presiden AS selanjutnya.
Seperti dilansir, Kamis (5/11), permainan tebak-menebak soal pemenang pilpres AS terjadi di berbagai belahan dunia. Para pemimpin berbagai negara berusaha mencerna situasi terkini di AS, sementara warga biasa merasa heran mengapa pilpres AS ditentukan electoral votes bukannya popular votes. Pertanyaan dan kritikan juga muncul terhadap sistem electoral college untuk pilpres yang dianut AS sejak lama.
Posisi sementara menunjukkan capres Partai Demokrat, Joe Biden, unggul dengan 264 electoral votes atas Presiden Donald Trump yang baru meraup 214 electoral votes. Dibutuhkan 270 electoral votes -- dari total 538 electoral votes -- untuk bisa memenangkan pilpres AS.
"Saya dengar mungkin perlu beberapa saat sebelum semuanya beres," ucap Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso. "Saya tidak tahu bagaimana hal itu dapat mempengaruhi kita," imbuhnya.
Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny, yang diracun dan diserang karena menantang Kremlin dan mencoba membuat Rusia lebih demokratis, menilai penundaan pengumuman hasil pilpres AS menjadi pertanda bahwa demokrasi sedang bekerja.
"Terbangun dan memeriksa Twitter untuk melihat siapa yang menang. Masih belum kelas. Sekarang itulah (yang saya sebut) pemilu," tulis Navalny dalam komentarnya via Twitter.
Perdana Menteri (PM) Australia, Scott Morrison, juga menggambarkan tertundanya pengumuman hasil pilpres AS menjadi bukti sistem demokrasi.
"Saya memiliki keyakinan besar terhadap demokrasi di Amerika Serikat dan saya memiliki keyakinan besar dalam institusi mereka dan yang baik soal institusi dan demokrasi yang baik adalah mereka menghadapi tantangan apapun yang muncul, seperti yang kita lakukan," ucap PM Morrison kepada wartawan di Sydney.
Seorang warga keturunan Spanyol di Paris, Javier Saenz, tertegun saat bangun pagi mengetahui belum ada pemenang pilpres AS yang diumumkan. "Saya pikir akan ada sesuatu yang jelas. Dan saya membaca artikel berbeda, tidak ada yang benar-benar tahu siapa yang akan menang. Saya sungguh terkejut dengan itu," ucap Saenz.
Belum ada pemenang yang ditetapkan dalam pilpres AS bukan indikasi ada sesuatu yang salah. Dalam masa pandemi virus Corona, banyak negara bagian AS yang mempermudah pemungutan suara via pos. Hal itulah yang memperlambat proses penghitungan suara.
"Penting bagi kita agar semuanya dihitung dan pada akhirnya kita mendapatkan hasil yang jelas," ucap Wakil Kanselir Jerman, Olaf Scholz, dalam pernyataannya.
Di pasar keuangan, para investor yang berharap hasil yang lebih jelas berjuang untuk memahami situasi, sehingga membuat indeks naik-turun. Kelompok lobi industri di Jerman dan Jepang -- keduanya mitra dagang AS -- memperingatkan bahwa ketidakpastian yang berkelanjutan akan buruk untuk bisnis.
Sementara sekutu lama AS meyakini bahwa apapun hasil pilpres, prinsip dasar dalam hubungan dengan AS akan tetap dipegang teguh. "Apapun hasil pemilu, mereka akan tetap menjadi sekutu kami selama bertahun-tahun, itu jelas," tegas Komisioner Uni Eropa untuk Pasar Internal, Thierry Breton. (Detikcom/a)