Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 05 Agustus 2025

Mafia China Gasak Rp 1.200 Triliun, Ancaman di Sekitar Indonesia

Robert Banjarnahor - Rabu, 01 Januari 2025 14:43 WIB
538 view
Mafia China Gasak Rp 1.200 Triliun, Ancaman di Sekitar Indonesia
AP/Vincent Yu/File Foto
Bos kriminal Makau Wan Kuok-koi yang dikenal sebagai Broken Tooth Koi.
Jakarta (harianSIB.com)
Modus penipuan online bernama pig butchering telah menggasak miliaran dolar AS dari korban di berbagai belahan dunia. Penipuan ini semakin marak sejak pandemi Covid-19.

Pig butchering bekerja dengan memanfaatkan platform investasi palsu, di mana pelaku memanipulasi emosi korban untuk menyetorkan uang, dengan janji imbal hasil yang besar.

Para penipu biasanya mendekati korban melalui media sosial, berpura-pura ingin berteman atau menjalin hubungan romantis. Setelah membangun kedekatan emosional, pelaku membujuk korban untuk berinvestasi di platform yang mereka klaim menawarkan keuntungan tinggi.

Baca Juga:

Dikutip dari CNBC Indonesia, studi yang dilakukan oleh John Griffin, seorang profesor keuangan, mengungkapkan bahwa dalam kurun empat tahun, jaringan kriminal ini telah memindahkan lebih dari US$75 miliar (sekitar Rp 1.211 triliun) melalui mata uang kripto, terutama Tether.

Penipuan pig butchering juga memiliki kaitan dengan jaringan perdagangan manusia di kawasan Asia Tenggara, menambah dimensi kejahatan yang lebih luas.

Baca Juga:

* Mafia China di Balik Pig Butchering *

Sosok kunci dari modus penipuan pig butchering, menurut laporan The Wall Street Journal dan dikutip dari The Economic Times, adalah Wan Kuok-koi alias 'Broken Tooth'.

Nama alias Broken Tooth ia sandang setelah mengalami kecelakaan motor di masa mudanya. Kecelakaan itu membuat giginya rusak.

Pria ini merupakan mantan mafia asal Makau yang memiliki reputasi untuk operasi-operasi penipuan atau scam. Popularitasnya menanjak di era 1990-an sebagai pemimpin geng '14K Triad'.

Ia pernah dipenjara selama 14 tahun atas kasus kriminal terorganisir dan pencucian uang. Setelah bebas, ia mengubah reputasinya sebagai pebisnis.

Meski hingga kini diduga masih terlibat organisasi kriminal, Wan tetap bebas dan belum diamankan oleh petugas kepolisian. Hal ini mencerminkan kegagalan dari penegak hukum global.

* Markas Penipuan di Kamboja *

Pada 2018 silam, Wan mendirikan asosiasi Hongmen di Kamboja. Kelompok itu mengklaim diri sebagai organisasi budaya, namun diduga terlibat dengan operasi kejahatan siber.

Aktivitas Hongmen meluas ke Myanmar dan membentuk markas di Dongmei Zone. Para investigator menyebut area tersebut sebagai salah satu markas sindikat penipuan paling awal.

Lembaga Keuangan AS mendespkripsikan Dongmei Zone sebagai pusat perdagangan manusia dan penipuan online.

Investigator mengatakan, ribuan orang ditipu dengan janji palsu untuk mendapatkan pekerjaan legal di Kamboja. Namun, kenyataannya mereka ditipu dan dimasukkan ke Dongmei untuk melancarkan operasi penipuan besar.

Para korban dipaksa menyerahkan paspor mereka, membuat profil media sosial palsu, dan terlibat dalam aksi penipuan di bawah pengawasan ketat.

Lu Yihao, pria asal China yang sempat diperbudak di Dongmei selama 7 bulan mengatakan, "dari pengalaman pribadi saya, Dongmei secara spesifik dibangun untuk tujuan kriminal".

PBB mengestimasikan lebih dari 200.000 orang terjebak di pusat-pusat penipuan seperti itu yang tersebar di kawasan Asia Tenggara.

Meski AS sudah melancarkan investigasi dan sanksi di Malaysia, Thailand, dan Kamboja, namun upaya penegakkan hukum belum secara efektif membasmi praktik tersebut. Otoritas berdalih tantangan yuridiksi membatasi upaya-upaya yang dilakukan.

Sementara itu, Wan secara aktif membantah seluruh keterlibatan dalam aktivitas kriminal tersebut. Dalam sebuah video pada 2020, Wan mengatakan asosiasi Hongmen mengikuti aturan yang berlaku.

Dalam postingan WeChat yang tersebut, perwakilan Hongmen mengatakan Wan sudah pensiun dari 'dunia gelap' dan fokus menggarap bisnis yang legal.

Keberadaan Wan juga berpindah-pindah. Investigator mengatakan Wan terdeteksi berada di Makau, Hong Kong, dan Kuala Lumpur. (*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru