Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 23 Juni 2025

Ancaman Fiskal dan Ekonomi pada 2023 Sangat Nyata bagi Indoneisa

Redaksi - Jumat, 25 Februari 2022 19:26 WIB
302 view
Ancaman Fiskal dan Ekonomi pada 2023  Sangat Nyata bagi Indoneisa
Foto: Ist/harianSIB.com
Mahfuz Sidik (kiri)
Jakarta (harianSIB.com)
Ancaman fiskal dan ekonomi pada 2023 bagi Indonesia sangat nyata. Sebab, dalam Perppu No.1 Tahun 2020, pemerintah hanya diizinkan menaikkan fiskal 3 persen, tetapi faktanya mencapai 6 persen.

Karena itu, dapat dipahami jika defisit fiskal sesuai UU 3 persen, tetapi pemerintah boleh menambah utang Rp 500 triliun dari PDB, yang berarti PDB diperkirkan sekitar Rp 1.700-1.800, namun utang sekarang mencapai Rp 1000 triliun.

Sekretaris BUMN 2015-2010 Said Didu menyatakan hal itu dalam Gelora Talk bertajuk 'Polemik JHT, Kemana Dananya?', Rabu (23/2/2022), sebagaimana dilaporkan jurnalis Koran SIB Jamida Habehan.

Diskusi ini juga menghadirkan Menteri Keuangan Tahun 1998 Fuad Bawazier dan Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI ) Jumhur Hidayat. Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik berperan sebagai pengantar diskusi.

Said Didu mengatakan, pendapatan negara pada tahun 2022 diperkirakan Rp 1.800-1.900 triliun. Uang masuk sekitar Rp 2.300- 2.400 triliun, maksimun Rp 2.500 triliun pada 2023.

Sedangkan belanja sekarang sudah mencapai Rp 2.800-2900 triliun. Jika ditambah anggaran pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), maka pengeluaran menjadi Rp 3.000 triliun.

Makanya, pemerintah terpaksa belanja hanya Rp 2.500 triliun yang dibolehkan di tahun 2023. Sebab, pengeluaran untuk bunga dan utang saja, diperkirakan mencapai Rp 900-1.000 triliun pada 2023.

Berarti yang tersisa hanya Rp 1.100-1.200 triliun. Sementara untuk bayar gaji dan lain-lain Rp 800 triliun, untuk transfer ke daerah Rp 200 triliun total menjadi Rp 1.000 trliun. Uang yang tersisa hanya Rp 200 triliun, sementara pemeliharaan jalan dan subsidi pupuk Rp 400 triliun.

Said Didu menduga soal kebijakan pengambilan dana Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 ada kaitannya dengan kondisi keuangan pemerintah, karena dana JHT ditempatkan di Surat Utang Negara (SUT).

"Mungkin BP Jamsostek membeli SUN yang periodenya panjang, karena kalau ditarik di depan pemerintah akan kewalahan," katanya.

Fuad Bawazier berpendapat penegasan pemerintah yang menyebut fiskal dan ekonomi Indonesia berjalan dengan baik (going to well) perlu dipertanyakan. Sebab, sebetulnya, posisinya sangat berat. Kalau di luar negeri sudah melakukan gerakan-gerakan, di Indonesia akan terasa nanti.

Fuad menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 3,6 persen saat ini, tidak bisa meningkatkan daya beli masyarakat, mengingat pertumbuhan konsumsi masyarakat masih 2 persen.

"Seharusnya pertumbuhan ekonomi kita 4-5 persen di tengah inflasi global dan naiknya harga komoditas," ujarnya.

Fuad mengemukakan, soal minyak goreng yang harganya aneh dan langka saja pemerintah sudah kewalahan. Menurut Fuad, pemerintah sebaiknya menunda pengeluaran yang tidak perlu untuk mengurangi beban utang seperti proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung dan pemindahan IKN.

Sebab, proyek itu dikhwatirkan akan mangkrak apabila pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir di 2024 mendatang.

Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat berharap, Presiden Jokowi memerintahkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menaker Ida Fauziyah untuk merevisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang JHT, sehingga bisa memberikan solusi bagi pekerja.

"Soal JHT sebaiknya ada opsi-opsi untuk pengambilan, tidak harus ditahan sampai 56 tahun. Karena dana itu, akan digunakan untuk menyambung hidup pekerja mendapat pekerjaan lagi," kata Jumhur.

Sekjen Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik mengatakan, isu JHT saat ini telah memasuki fase antiklimaks setelah Presiden Jokowi memanggil menteri terkait untuk merevisi Permenaker No 2 Tahun 2022. Sebagai penyambung suara masyarakat, Mahfuz berharap media ikut membantu menyuarakan situasi ini mengenai situasi kritis fiskal pada 2023. (*)

Editor
:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru