Medan (SIB)
Anggota DPRD Sumut Dapil Karo, Dairi dan Pakpak Bharat, Salmon Sumihar Sagala SE menyesalkan kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) RI yang mengurangi jenis pupuk bersubsidi untuk petani di saat para petani terus dilanda krisis pupuk bersubsidi.
"Para petani benar-benar kecewa, Kementan RI mengurangi jenis pupuk bersubsidi dari 4 jenis menjadi 2 jenis (Urea dan NPK).
Padahal dengan 4 jenis pupuk bersubsidi sebelumnya (NPK, Urea, SP-36 dan ZA), petani masih terus mengalami kekurangan pupuk bersubsidi," tegas Salmon Sumihar Sagala kepada wartawan, Jumat (16/9) di DPRD Sumut.
Begitu juga terkait penggunaanya, tambah politisi PDI Perjuangan ini, Kementan RI juga menguranginya dari 70 jenis komoditas menjadi hanya 9 komoditas, sehingga kebijakan tersebut sangat merugikan para petani.
"Selama ini ada 70 lebih jenis komoditas yang bisa mendapat jatah pupuk bersubsidi. Tapi sekarang, setelah keluarnya Permentan No. 10/2022 berkurang menjadi 9 komoditas yang terdiri dari tiga subsektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan," tandas Salmon.
Dalam Permentan No. 10/2022 tersebut, jelas Salmon, pupuk yang disubsidi untuk petani mulai pertengahan tahun ini hanya dua jenis (Urea dan NPK) dan 2 jenis lainnya (SP-36 dan ZA) terpaksa dibeli dengan harga non subsidi.
Begitu juga penggunaanya, hanya 9 komoditas yang terdiri dari tiga subsektor, meliputi tanaman pangan (padi, jagung, dan kedelai), hortikultura (cabai, bawang merah, dan bawang putih), serta perkebunan (tebu, kakao, dan kopi).
Adapun alasan Kementan RI memilih 9 komoditas yang hanya mendapatkan pupuk bersubsidi, tambah mantan anggota Komisi B ini, karena ke 9 komoditas merupakan bahan pokok yang strategis, guna mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang lebih baik di masa depan.
"Tapi bagi petani, Permentan RI No. 10/2022 dengan mengurangi komoditas tanaman mendapatkan pupuk bersubsidi, tentu menjadi malapetaka besar, karena akan banyak tanaman yang tidak lagi diberi pupuk, sehingga dengan sendirinya petani akan semakin terpuruk," tandasnya.
Ditambahkan mantan anggota DPRD Karo ini, dengan mengurangi jenis dan jatah pupuk bersubsidi bagi komoditas tanaman tersebut, belum tentu bisa menjamin tidak terjadi lagi kelangkaan pupuk maupun menghilangnya pupuk bersubsidi.
"Permentan No. 10/2022 yang disebut sebagai langkah strategis pemerintah untuk penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, bukan solusi yang tepat untuk mengatasi kekurangan pupuk bersubsidi, tapi justeru akan menambah penderitaan petani, sehingga Kementan RI sebaiknya mengkaji ulang kebijakan tersebut," tegasnya. (A4/d)