Medan (harianSIB.com) Pemerhati Pertanian Sumut
Sudarto Sitepu meminta Pemkab Karo dan
Pemprov Sumut segera mengatasi permasalahan petani
wortel di Karo yang mengalami kerugian besar, akibat harga
wortel anjlok ke titik terendah hanya Rp1000/Kg dengan kondisi dicabut di perladangan.
"Dengan harga Rp1000/Kg, petani sangat rugi besar, karena untuk beli bibit dan pupuk saja tidak mencukupi, belum lagi biaya perawatan, ongkos cabut dan biaya angkut," tandas
Sudarto Sitepu kepada wartawan, Minggu (4/8/2024) melalui telepon dari Karo.
Melihat kondisi ini, tambah
Sudarto yang juga mantan anggota DPRD Sumut ini, petani
wortel di Karo menjadi frustrasi dan membiarkan tanamannya di areal perladangan sampai berbunga (tidak bisa lagi dipanen), mengingat harga yang sangat rendah dan tidak mencukupi untuk biaya mencabutnya.
Baca Juga:
Dari informasi yang diterima
Sudarto, anjloknya harga
wortel ini diakibatkan "banjirnya"
wortel dari Cina dan
Vietnam masuk ke Indonesia, membuat petani lokal tersingkir dan kalah saing.
"Ada yang menyebut kualitas
wortel impor ini jauh lebih bagus, dibandingkan dengan
wortel lokal. Tapi rasanya, jauh lebih enak
wortel lokal. Tapi sekarang konsumen kebanyakan memburu produk luar, sehingga produk lokal kalah saing," tegas
Sudarto yang juga seniman Karo ini.
Baca Juga:
Melihat kondisi ini, mantan anggota DPRD Karo ini menyarankan kepada Pemkab Karo,
Pemprov Sumut dan DPRD Sumut untuk segera mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI untuk mengkaji kembali Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2020 tentang
impor wortel.
"Setelah keluarnya Permendag ini, petani
wortel terus "dihantui" kerugian, karena terjadi persaingan tidak sehat yang berdampak merugikan petani dan pengusaha lokal," tegas
Sudarto sembari menambahkan petani
wortel di Karo sedang di ujung tanduk dengan kebijakan pemerintah yang membuka kran
impor dari
China dan
Vietnam.
Berkaitan dengan itu, tandas
Sudarto, Pemkab Karo dan
Pemprov Sumut harus segera bertindak menyelamatkan petani
wortel dengan mengusulkan ke Kemendag RI agar Permendag Nomor 27 Tahun 2020 ditinjau kembali. Jangan biarkan petani mengalami kebangkrutan.(**).