Pangkalansusu (SIB)- Alokasi bantuan Coporate Social Responsibility (CSR) yang disalurkan para pengusaha khususnya di sektor energi dinilai belum tepat sasaran dan terkesan hanya sebagai alat “komunikasi†terhadap masyarakat di sekitar lokasi perusahaan tanpa memikirkan kelanjutan usaha yang dibangun.
Menurut pengamatan dan hasil investigasi SIB, dengan CSR yang disalurkan PT Pertamina EP Pangkalansusu maupun Pertamina kepada masyarakat di sekitar wilayah kerjanya, hanya sedikit warga penerima bantuan CSR yang berhasil mempertahankan usaha yang dibangun.
Semisal di wilayah Teluk Aru, Langkat, lebih banyak warga penerima bantuan CSR gagal mempertahankan kesinambungan usahanya karena selain faktor sumber daya manusia (SDM) yang kurang mendukung, juga karena program yang dibangun tidak strategis, termasuk minimnya pelatihan dari perusahaan sipemberi CSR sehingga usahanya tidak berkembang bahkan banyak yang gagal.
Bantuan CSR yang diberikan Pertamina EP Pangkalansusu Field di antaranya, mesin pakan ternak seharga puluhan juta rupiah kepada warga di Kelurahan Bukit Kubu, Kecamatan Besitang, sejak diberikan beberapa tahun lalu tak pernah dipergunakan.
Selain itu, CSR puluhan ribu batang bibit pohon kelapa, pohon buah-buahan yang disalurkan kepada masyarakat di sekitar lokasi sumur-sumur di wilayah Teluk Aru, Langkat, terkesan mubajir, karena warga penerima bantuan tidak melakukan perawatan mengakibatkan tanaman bermatian. Namun demikian, pihak manajemen perusahaan belum melakukan evaluasi.
Terkait bantuan CSR yang dikucurkan, perusahaan, PWS Humas Pertamina EP Pangkalansusu Field, Rusmidah saat akan dikonfirmasi SIB, Minggu (3/5) melalui telepon, HP- nya tidak aktif.
Sementara itu, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said dalam kunjungan kerjanya (29/4) di Luwuk, Sulawesi Tengah, meminta para pengusaha khususnya di sektor energi agar tidak menjadikan/menggunakan dana CSR sebagai alat komunikasi kepada masyarakat. Alokasi CSR sebaiknya dipergunakan untuk program yang strategis dan berkesinambungan dengan hasil yang lestari.
Selain itu, kata dia, jiwa seperti penjajah dalam mengeksploitasi sumber daya alam juga harus dihilangkan. Eksploitasi sumber daya alam seyogianya memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan tidak meninggalkannya begitu saja setelah eksploitasi selesai.
Sudirman menyontohkan kegiatan eksploitasi yang belum sepenuhnya memberikan manfaat baik melalui usaha yang berkesinambungan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi perusahaan seperti di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) dan Timika.
“Ada dua contoh yang sangat menarik untuk kita perhatikan, Lhokseumawe dan Timika. Freeport itu sudah ada di sana mungkin lebih 40 tahun dan gas arun itu sampai menjelang habis. Tapi coba lihat daerahnya, lihat di Timika itu sedih sekali, orang pulang balik pulang balik di proyek Timika tapi masih banyak orang miskin, masih banyak orang yang masih tertinggal dalam kehidupan ekonominya dan demikian juga di Lokseumawe,†ujar Sudirman.
Untuk alokasi CSR, Menteri meminta agar seluruh program kegiatan csr dapat direncanakan dengan matang untuk menghasilkan kegiatan yang lebih strategis yang dapat meninggalkan jejak yang lestari tidak sekedar membagi yang kecil-kecil. “ Dana csr itukan jutaan dolar, daripada ngecer-ngecer sepanjang wilayah dan sepanjang tahun kenapa tidak kita bangun sekolah terbaik yang betul-betul dirancang dengan baik. Jadi ketika sumber daya habis peninggalannya itu suistanable,†imbuhnya.
(B04/c)