Medan (SIB)
Pandemi Covid-19 yang masih melanda negeri ini, termasuk di Kota Medan, plus masuknya armada BTS (bus travel style-bus sekelas armada travel yang mewah) yang disebutkan pemerintah sebagi jasa angkutan buy the service (BTS-pembelian layanan), kini benar-benar semakin memperburuk nasib bisnis jasa angkutan kota (angkot) di sektor jasa angkutan umum di Kota Medan.
Ketua Umum Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) Drs Jabmar Siburian, dan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Organisasi Angkutan Darat (DPC Organda) Kota Medan Mont Gomery Munthe, secara terpisah senada mengakui pihaknya selaku operator maupun pemilik angkutan umum di kota ini, sebenarnya sudah lama terancam gulung tikar sebelum adanya pandemi dan armada BTS ini.
"Sebelum pandemi Covid-19 dan masuknya (beroperasi) armada BTS ini, nasib bisnis angkutan umum atau angkot di Medan ini sudah terpuruk karena faktor ekonomi, produksi dan kompetisi. Apalagi dengan wabah pandemi dan armada BTS ini. Kita (sektor angkot) kian terancam gulung tikar, tapi pemerintah sepertinya tutup mata," ujar Jabmar Siburian kepada SIB di Medan, Selasa (15/12).
Terlebih, ujar dia, para konsumen atau penumpang saat ini sedang dimanjakan dengan model armada bus BTS yang benar-benar baru, mewah, bersih plus dengan kursi empuk seperti layaknya bus travel wisata. Bahkan, para penumpang bus-bus BTS pada lima jalur lintas (koridor) dalam Kota Medan itu disebut-sebut tidak bayar ongkos, alias gratis, hingga akhir tahun ini.
Melalui hubungan seluler dan WA, hal senada juga ditegaskan Mont Gomery Munthe, bahwa setidaknya ada lima faktor yang kian memperburuk nasib angkutan kota yang selama ini menjadi andalan jasa angkutan umum di wilayah Kota Medan.
Ke-5 faktor itu adalah: pertama, faktor ekonomi berupa resesi yang terasa memperlemah daya beli para operator untuk melakukan peremajaan armada, terlebih lagi akibat minimnya subsidi pemerintah di bidang angkutan.
Kedua, faktor produksi berupa peralihan sebagian konsumen yang menggunakan produk sepedamotor untuk transportasi pribadi, yang dipicu sistem kepemilikan produk (speda motor) dengan iming-iming angsuran murah plus cara mudah. Ketiga, faktor kompetisi berupa persaingan tak sehat akibat rambahan armada taksi online dan ojek online, maupun becak bermotor yang merambah jalur dalam kota, plus armada taksi liar berplat hitam yang mengangkut penumpang umum.
Faktor ke-4, ujar Gomery, adalah wabah pandemi Covid-19 yang melarang jumlah penuh penumpang (di semua armada angkutan umum) akibat pembatasan jarak terkait PSBB, sehingga pendapatan para sopir anjlok hingga 70-80 persen, dan belakangan (faktor ke-5) adalah masuknya armada bus BTS yang justru merambah jalur operasional yang eksis digunakan armada angkot selama ini.
"Bayangkan saja, armada angkot di Medan yang selama ini 15.000-an unit (termasuk armada angkot KPUM), kini hanya berkisar 2.000 ke 3.000-an unit saja yang bisa beroperasi pada semua jalur (Lin) angkutan umum di semua penjuru Kota Medan. Padahal, jumlah penduduk kota terus bertambah tapi jumlah armada angkot malah anjlok. Sebelum pandemi dan BTS ini pun, nasib angkot di Medan sudah terpuruk karena harga suku cadang (spare part) kendaraan terus melangit tanpa ada subsidi pemerintah. Semakin banyak armada kita yang gulung tikar dan masuk kandang. Belum lagi masuknya armada bus BTS pada jalur (rute) Belawan-Lapangan Merdeka (PP) pada tanggal 25 bulan ini," papar Gomery sangat prihatin.
Padahal, tambah pemilik dan pengelola perusahaan angkot CV Rahayu Medan Ceria (RMC, armada Rahayu) ini, pihaknya sesama operator dan pemilik angkutan di daerah ini sudah berharap dan berpapar kepada pemerintah agar operasional armada bus BTS atau Trans Mebidang dengan tipe bus sekelas travel itu harusnya melintasi jalur-jalur baru yang selama ini belum terjangkau angkutan umum kepada konsumen, bukannya merambah atau mengambil alih rute-rute produktif dan eksis yang telah dirintis angkot dengan susah payah penuh birokrasi selama ini. Sehingga, dengan relatif cepat akan mematikan bisnis angkutan kota yang dirintis KPUM sejak 17 April 1963 setelah operasional-konvensional armada bemo sepanjang 1959-1962 silam. (M04/c)
Sumber
: Hariansib edisi cetak