Medan (SIB)
Anggota Komisi E DPRD Sumut dr Poaradda Nababan SpB mengatakan, hasil survei Gugah Nurani Indonesia (GNI) menemukan hampir 50 persen pelajar "ogah" mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau belajar daring, sehingga para pelajar di Sumut terancam "learning loss" alias hilang kemampuan belajarnya.
"Survei GNI, kepemilikan Hp android dan kuota internet tidak menjadi jaminan siswa mengikuti PJJ setiap hari. Dua survei GNI pada September 2020 dan Februari 2021 menunjukkan tren penurunan partisipasi belajar yang tajam," ujar Poaradda Nababan kepada wartawan, Senin (22/3) di DPRD Sumut.
Pada survei September 2020, tambahnya, dari 125 siswa yang memiliki Hp android dan kuota internet, hanya 29,60 persen yang aktif belajar setiap hari. Angka itu berkurang drastis menjadi 13 persen pada survei Februari 2021.
â€Melihat data-data ini, seharusnya Pemprov Sumut dan Pemkab/Pemko melakukan pemetaan di daerah mana saja yang masuk zona hijau Covid-19, sehingga perlu dilakukan sekolah tatap muka dengan jumlah siswa yang lebih sedikit, menerapkan protokol kesehatan, untuk menghindari learning loss,†terang Poaradda Nababan.
Diakui politisi PDI Perjuangan Sumut ini, setelah satu tahun sekolah ditutup masa pandemi Covid-19, tidak banyak informasi yang diketahui publik tentang partisipasi belajar. Jika merujuk data pokok pendidikan, ada 3,3 juta pelajar dari tingkat PAUD, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA yang harus belajar dalam kondisi darurat di Sumut.
Dari jumlah tersebut, tambah Poaradda, masyarakat tidak pernah mengetahui berapa persen siswa yang setiap hari belajar, kadang-kadang belajar, dan tidak belajar sama sekali. Bahkan belum ada data yang pernah dipublikasikan soal berapa banyak siswa yang bisa belajar online, luring dan campuran.
â€Persoalan ini perlu dikaji oleh Pemprov Sumut dan Pemkab/Pemko agar bisa diketahui situasi sebenarnya terkait belajar daring tersebut, karena urusan pengelolaan pembelajaran di masa pandemi ini bukan hanya untuk membuka dan menutup sekolah saja,†terangnya.
Jika dilihat dari hasil survei tersebut, tandas Poaradda, ancaman hilangnya kemampuan belajar (learning loss) bagi pelajar di Sumut sudah di depan mata. Sekalipun learning loss masalah global, namun keberhasilan penanganannya sangat tergantung kepada kebijakan kepala daerah.
“Masa depan anak-anak kita yang saat ini berada di bangku sekolah, sangat tergantung kepada keberhasilan kita memitigasi, mengelola dan mengurangi potensi learning loss,†tambahnya sembari mengatakan, masalah learning loss tidak selesai hanya dengan membuka sekolah kembali.
Poaradda sendiri mendukung rencana pembukaan sekolah seiring meningkatnya jumlah orang yang divaksin. Namun pembukaan sekolah belum tentu berhasil mencegah terjadinya learning loss dalam skala yang lebih besar.
â€Usaha untuk memulihkan kemampuan belajar siswa bisa diupayakan melalui penggunaan kurikulum khusus, melaksanakan asesmen siswa, menerapkan pembelajaran terdiferensiasi, pelatihan dan pendampingan guru, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Semua ini membutuhkan dukungan data yang valid," tegasnya.
Begitu pula dengan penanganan learning loss ini, tambah Poaradda, pemerintah seharusnya melakukan pemetaan yang spesifik untuk mengetahui kompetensi apa saja yang hilang, berapa banyak siswa yang kehilangan kompetensi dan bagaimana cara mengatasinya. (A4/d)
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak