Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 24 Juni 2025
Pembekalan pada Guru Sekolah Kristen di Medan

Begal Produk Sekolah yang Memrioritaskan Angka Ketimbang Religi Moral

Redaksi - Senin, 24 Juli 2023 11:18 WIB
221 view
Begal Produk Sekolah yang Memrioritaskan Angka Ketimbang Religi Moral
(Foto: Era Gapeksindo Muda / Aditya Excel Korua)
Pembekalan: Sebagian pendidik dari PKIM Jalan Selamat Riyadi Medan, PKMI 7 Jalan Madong Lubis Medan, PKMI 12 Jalan Panca - Mari
Medan (SIB)
Kenakalan yang sudah menjadi kejahatan, seperti begal, yang melibatkan anak-anak muda dan pelajar, adalah produk sekolah yang memrioritaskan angka ketimbang religi moral siswanya. Institusi terbaik adalah menekankan pendidik berbasis religi, moral dan etika anak didiknya. Tetapi tidak pula mengajarkan religi, moral dan etika berbasis fanatisme sempit.
Demikian diutarakan Erikson Lumbantobing sesuai mengikuti pembekalan pada guru-guru sekolah Kristen di Medan sekitarnya yang dipusatkan di Perguruan Kristen Immanuel Medan (PKIM) Jalan Selamet Riyadi Medan, Sabtu (22/7). Kegiatan serupa sebelumnya diadakan Sabtu - Kamis (15 - 20/7)
Pembekalan bernara sumber pendidik Bastian Sembiring dan Ina Barus itu diikuti pendidik dari PKIM semua tingkatan, Pendidikan Kristen Methodist Indonesia (PKMI) 7 Jalan Madong Lubis Medan, PKMI 12 Jalan Panca Marindal Medan serta sejumlah pendidik yang datang dari luar daerah. Kegiatan dihadiri tokoh pendidikan dan Pramuka seperti Dra Catharine Margaretha Sitorus MPd sejumlah pemerhati pendidikan sebagai penasihat PKIM.
Erikson Lumbantobing mengatakan, tak sedikit sekolah yang memrioritaskan angka untuk siswanya. Mengejar angka terjadi sebab sistem yang dibentuk dan terbentuk dalam maksud memenangi persaingan ke tingkat lebih atas. Misalnya ingin mendapat kuota lebih banyak masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur undangan atau mendapat beasiswa yang berbasis angka. Seperti KIP dan sejenisnya. “Saya usul dan minta. Pengelola anggaran dan institusi pendidikan, coba perekrutan dan pemberian beasiswa diputar. Mulai dari religi, moral dan etika dan angka di bagian terakhir,” harapnya. “Tetapi... ini tetapi dan keharusan ya... religi, moral dan etika harus berbasis nasionalsieme keindonesiaan. Jangan fanatisme sempit yang justru menciptakan generasi ‘pembenaran diri sendiri’ sebab itu akan lebih berbahaya,” tegas pria yang juga Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kontraktor Indonesia (Gapeksindo) Sumut tersebut.
Ia mengurai betapa ngerinya produk sekolah yang memrioritaskan religi, moral dan etika berbasis fanatisme sempit. “Semua pihak yang berbeda dengan pandangan spiritualnya, dianggap salah. Harus diberangus. Jangan sampai begitulah,” tegasnya.
Ia menunjuk soal sistem di mana prioritas nilai. Disebabkan religi, moral dan etika tidak diprioritaskan, hasilnya seperti saat ini. “Mula-mula tidak sopan pada gurunya. Menjalan tidak hormat pada orangtuanya. Selanjutnya menjadi jati diri di jalanan. Tawuran... keroyokan. Ujung-ujungnya ya itu... begal. Sadis,” tegas erikson Lumbantobing.
Ia menyitir pendapat Albert Einstein dan Thomas Alfa Edison di mana sukses di tentukan 90 persen ke atas kemauan dan selanjutnya adalah kesempatan. “Dengan religi, moral dan etika yang baik maka terbentuk pribadi yang memiliki sebuah impian mengungguli pertandingan dengan baik. Lima - 10 persen adalah faktor lain,” paparnya.
Atas perkembangan dewasa ini, lanjutnya, sejumlah tokoh Kristen seperti Catharine Margaretha Sitorus melakukan pendidikan terarah berbasis religi, moral dan etika berbasis keindonesiaan. “Kalau religi, ya... Kristen yang Indonesia dan seterusnya. Anak-anak Kristen diberi beasiswa untuk sekolah di PKMI. Kiranya para oranguta memanfaatkan peluang ini,” tambahnya.
Ia menggariskan, Perkumpulan Membangun Sekolah-sekolah Kristen (PMSK) yang mewadahi PKMI terus-menerus melakukan pembinaan berbasis seperti disebutkan di atas. Bahkan, ada pula sekolah-sekolah Kristen yang mengelaborasikan dengan pendidikan hasta karya dan ekstra kurikuler berbasis karakter. “Saya salut dengan itu,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Catharine Sitorus mengatakan, pendidikan di PKMI 7 dan PKMI 12 serta PKMI Bandarklipa Deliserdang, pendidikan formalnya ditambah dengan ekstra kurikuler membangun mental spritual. “Rutin kemah bersama untuk membangun kemandirian agar dapat mengurus diri sendiri untuk level masing-masing. Ekskul beragam. Mulai musik dan olahraga,” ujar perempuan peraih gelar musisi terbaik Indonesia tersebut.
Harapannya, dengan cara itu, kasus-kasus degradasi atau pergeseran moralitas sosial yang melibatkan anak-anak usia sekolah, usia remaja, bahkan social deviance terkikis dan tidak terjadi lagi di kemudian hari. (R10/a)


Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru