Medan (harianSIB.com)Seratusan warga mengaku dari Kelompok Tani
Tanah Perjuangan Desa Simpang Gambus (KTTPDSG) Kabupaten
Batubara, unjuk rasa ke Kantor
BPN Sumut di Jalan Brigjen Katamso Medan, Rabu (18/9/2024), meminta pemerintah Indonesia dapat menyikapi persoalan mereka.
"Sebab tanah kami diambil paksa oleh [erusahaan modal asing PT Socfindo. Tanah itu adalah kehidupan kami, tanah itu adalah ekonomi kami, adalah harta kami dan tanah itu adalah nyawa kami," teriak orator mereka sebagaimana juga dituliskan dalam seruan aksi yang dibagi-bagikan kepada siapa pun yang melintas di lokasi.
Dalam seruan aksi tertulis itu, KTTPDSG yang bersolidaritas dengan Lingkar Rumah Rakyat Indonesia, Forum Tani Sejahtera Pematangsiantar, FPPI Medan, Formadas Medan dan Jaring Merah Putih menjelaskan, tahun 1943, masyarakat Desa Simpang Gambus sekitarnya diperintahkan Bala Tentara Dai Nippon (Jepang) mengolah lahan tanaman bekas Perusahaan Belanda yang telah menjadi hutan.
Baca Juga:
Hingga Indonesia merdeka masyarakat tetap dan terus-menerus mengolah tanah itu.
Tahun 1947, Belanda kembali ke Indonesia dan membuka kembali perkebunan yang sudah ditinggalkan, namun masyarakat tetap mengolah lahan itu dan memenuhi kewajibannya dengan membayar pajak (Ipeda) kepada pemerintah.
"Tahun 1970, kami masyarakat digusur paksa oleh PT Socfindo Medan dibantu aparat yang memaksa harus menyerahkan tanah-tanah kami kembali ke perusahaan," tulis mereka.
Baca Juga:
Walau sudah diperpanjang UU No 5 Tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, lanjut mereka, itu diabaikan pihak perusahaan. "Sejumlah lebih kurang 416 KK masyarakat yang menghuni areal lebih kurang 472 hektar digusur oleh PT Socfindo tersebut. Akhirnya, dengan air mata dan jeritan masyarakat terpaksa meninggalkan lahan dan membongkar masing-masing meskipun berbagai upaya telah dilakukan masyarakat untuk mempertahankan haknya. Namun tidak pernah mampu," sebut mereka.
Pada era reformasi, menurut para pendemo itu, rakyat kembali melakukan perlawanan agar didengar semua pihak, sebab telah dihimpit beban penderitaan selama 43 tahun rakyat mendesak PT Socfindo agar mengembalikan hak-hak rakyat. "Berbagai bukti otentik di lapangan hingga hari ini terdapat tanah tempat pemakaman umum, sumur-sunur tua bekas tanaman rakyat dan lainnya adalah menjadi saksi," sebut mereka.
Menyahuti pengunjukrasa, beberapa orang diterima pihak BPN Sumut untuk berdialog di kantor dan hingga berita ini dikirim ke redaksi, belum diperoleh hasil dialog tersebut. Para pengunjukrasa menyebut, selain ke BPN Sumut, mereka juga berencana menyampaikan aspirasi serupa ke DPRD Sumut . (**)
Editor
: Bantors Sihombing