Medan
(harianSIB.com)Keprihatinan
Ephorus HKBP Pdt Dr
Victor Tinambunan MST atas penebangan pohon di Kecamatan Tarabindang dan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) menimbulkan reaksi dua putra Batak kawasan Danau Toba
Sanggam SH Bakara dan
Romein Manalu SE MAP. Apalagi Balai Pengelolaan Hutan Lestari (
BPHL) Kementerian Kehutanan menyebutkan penebangan tersebut sah dan terus berlanjut membuat geram mereka berdua.
Sanggam yang juga Ketua Umum DPW Pomparan Si Raja Oloan mengatakan, peraturan Menteri Kehutanan harus dirubah. Karena yang namanya perambahan hutan adalah melanggar peraturan, pelakunya harus dipidana. Dia heran, kenapa ada peraturan seperti itu,
BPHL harus mensurvey ke lokasi untuk menginvetarisasi mana hutan lindung dan mana hutan tanaman industri.
"Pemberian izin harus dilihat, kenapa ada perambahan hutan, peraturan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Kementerian Kehutanan harus kordinasi dengan para kepala daerah dan kadis kehutanan," kata Sanggam Bakara kepada wartawan, Kamis (3/4).
Baca Juga:
Baca Juga:
Mantan anggota DPRD Sumut ini berharap DPR RI memanggil Menteri Kehutanan dalam Rapat Dengar Pendapat atau rapat kerja bersama, mengundang seluruh bupati dan kadis kehutanan kabupaten se Sumut untuk mengevaluasi dan melihat titik kordinat hutan di Sumut.
Karena menurut Dewan Pertimbangan KADIN Sumut ini, izin-izin konsesi yang diberikan pemerintah belum tentu akurat dengan data yang ada. Perambahan hutan terjadi, tapi oleh
BPHL itu sah dan terus berlangsung. Padahal banjir, tanah longsor, kekeringan sungai telah terjadi di wilayah kawasan Danau Toba.
"Rakyat sudah sengsara ditimpa bencana alam akibat hutan sudah gundul. Mau seperti apalagi penderitaan masyarakat, mau bagaimana lagi parahnya lingkungan ini rusak. Lihatlah perubahan eksosistim sekarang ini, pemerintah harus melihat," tegasnya.
Sanggam juga berharap, parangkat kehutanan tidak hanya berlatar belakang ilmu kehutanan, harus diperbanyak yang berpengalaman bidang hukum. Dalam membuat payung hukum tidak cukup hanya Menteri Kehutanan, harus menyertakan Kejaksaaan Agung dan Kepolisian untuk menghempang perambahan hutan.
Hutan-hutan di Indonesia saran Sanggam harus diundangkan, pemerintah jangan sepele melihat kondisi ini karena sangat berdampak terhadap kehidupan masyarakat. Perambahan hutan jangan berlindung hanya dengan secarik kertas mengatasnamakan peraturan. Harus dilihat juga bagaimana lingkungan ini sudah porak poranda, karena tidak ada pengawasan terhadap hutan, maka sudah layak peraturan itu dirubah oleh pemerintah pusat.
Di Kementerian Kehutanan ada Badan Planaolgi Kehutanan yang bisa dimintai penjelasannya mana hutan lindung dan hutan tanaman industri. Kalau di kawasan Danau Toba diyakininya lebih banyak hutan lindung. Para bupati harus melaporkan kondisi hutannya ke gubernur agar diteruskan ke pemerintah pusat agar jelas status hutan di daerah masing-masing.
Hal senada juga dikatakan
Romein Manalu, Ketua Umum Pomparan Toga Manalu Dohot Boruna se Kota Medan ini, menyayangkan ada perambahan hutan dibalut/dilindungi peraturan. Izin konsesi yang diberi pemerintah harus ditinjau kementeri kehutanan. Artinya, apakah luas konsesi yang diberikan tapi di lapangan tidak sesuai justru bisa bertambah luas. Dia melihat, banyak pembukaan hutan baru, sementara hutan lama dibiarkan kosong.
"Artinya, kalau perusahaan penerima konsesi sudah menanam dan memanen tanaman industri, tanah kosong itulah yang harus ditanami lagi, jangan membabat hutan baru. Berapa ribu hektar luas hutan sepanjang bukit barisan Sumut, bagaimana kondisinya sekarang?" kata Romein.
Menurut pengurus Pusat Pertina (Tinju Amatir) Pusat ini, Pasal 33 UUD 1945 jangan diartikan pemerintah sesuka hati mengeksploitasi hutan. Negara justru harus bertanggungjawab terhadap kelestarian alam. Jangan setelah terjadi bencana alam barulah pemerintah hadir, seharusnya pemerintah melindungi alam sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan.
"Alam ini diberi Tuhan secara gratis, pemerintah tidak mengeluarkan anggaran APBN untuk hutan, semua sudah disediakan untuk kehidupan umat manusia. Tapi ketika bencana akibat kerusakan hutan terjadi, maka anggaran pemerintah terpaksa keluar. Jadi ada yang dirugikan dan diuntungkan, yang pasti masyarakat banyak dirugikan dan segelintir orang meraih untung," ungkapnya.
Dari pengamatan ahli lingkungan kata Romein, banjir di Parapat titiknya dari bukit yang sudah gundul mengalir ke pemukiman. Akibat hutan gundul, tidak ada penyerapan air sehingga tanah tandus tergerus air dibawa ke daerah lebih rendah. Fungsi pohon menahan air, menyerap dan memasukkan ke dalam tanah.
Sanggam Bakara dan
Romein Manalu mengapresiasi
Ephorus HKBP yang berjuang untuk kelestarian lingkungan. Menurut Sanggam, di Humbang Hasundutan masyarakatnya tidak hanya jemaat HKBP, ada juga Katolik, HKI, GKPI dan gereja lain bahkan ada yang beragama Islam. Tapi karena untuk menyelamatkan lingkungan dan masyarakat maka sebagai pimpinan gereja dia berjuang keras menggerakkan hati pemerintah supaya perduli lingkungan.
Romein Manalu juga mengapresiasi Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) yang tidak hanya menyuarakan pelestarian lingkungan, tapi ikut mengawal. Banyak pemberitaan yang disajikan, Harian SIB melalui pimpinan dan wartawannya, ikut mengawal lingkungan hidup.
"Saya apresasi Harian SIB, ikut mengawal pelestarian lingkungan, khususnya di Bona Pasogit, kawasan Danau Toba. Karena masalah lingkungan hidup menyangkut kehidupan orang banyak, nasib anak bangsa di masa akan datang. Semoga Harian SIB tidak jenuh memberitakannya, demi masa depan Bona Pasogit dan anak, cucu kita mendatang," tuturnya. (**)