Sebagai seorang yang gemar membaca buku, apa yang dilakukan Ann Morgan? seorang penulis lepas dan editor? sungguh luar biasa. Ia menantang dirinya sendiri dalam sebuah proyek bernama A Year of Reading The World.
Ia ingin membaca buku dari negara-negara yang berbeda selama setahun, terhitung sejakĀ 2013. Hasilnya, selama setahun itu ia berhasil menyelesaikan 196 buku dari negara yang berbeda.
Ide Ann Morgan berawal dari pertanyaan sederhana: bisakah seseorang dari London mempunyai akses ke semua karya sastra dunia? Mengamati koleksi bukunya yang sebagian besar berasal dari Inggris dan Amerika, ia sadar, dunia ini sangat lua . Ia pun memutuskan untuk "melihat dunia yang lebih luas" melalui buku, untuk mencari tahu apa yang telah ia lewatkan. Tercatat 196 buku berhasil ia baca, 195 buku berasal dari negara anggota PBB ditambah 1 buku dari negara non-PBB.
Ann Morgan tahu, implementasi dari idenya tidaklah mudah. Pertama, tak semua negara menggunakan bahasa Inggris, dan kedua, sulit menemukan karya-karya dari seluruh dunia yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Berdasarkan penelitian dari Society of Author, hanya 3% dari seluruh buku yang terbit di Inggris setiap tahun yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris.
Ia tak menyerah. Ia pun membuat blog bernama A Year of Reading The World dan meminta bantuan dari orang-orang di seluruh dunia untuk merekomendasikan buku di negaranya yang ditulis dalam bahasa Inggris.
Respons yang diterimanya luar biasa. Banyak orang menawarkan bantuan. Beberapa di antaranya mengirimi Ann Morgan buku-buku dari kampung halaman mereka. Tak berhenti sampai di situ, Ak Welsapar (penulis dari Turkmenistan) dan Juan David Morgan (penulis dari Panama) bahkan mengirimkan terjemahan dari novel mereka yang belum diterbitkan. Bantuan yang diterimanya termasuk sejumlah relawan yang tersebar di Eropa dan Amerika Serikat yang bersedia menerjemahkah naskah pracetak karya penulis-penulis dunia.
Bagian terpenting (sekaligus terberat) dari keseluruhan proyeknya adalah membaca. "Buku-buku itu telah menggunung, dan ada beberapa malam di mana saya melewatkannya dengan mata mengantuk untuk mengejar target menyelesaikan membaca satu buku dalam 1,87 hari," ujarnya.
Melalui buku, imajinasi mengantarkan Morgan ke tempat-tempat eksotis yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, dari Pegunungan Mongolia hingga sudut-sudut Bhutan dan Myanmar. Apa yang ia temukan di situ melebihi ekspektasinya. Seperti misalnya, ketika membaca salah satu karya dari Myanmar, ia ikut merasakan syahdunya festival keagamaan dari perspektif seorang transgender. Satu demi satu, kisah-kisah dari berbagai negara tersebut mengasah intelektual dan perasaannya. Ia menemukan tempat-tempat menggetarkan di dunia ini yang dipenuhi dengan tawa, canda, cinta, marah, takut, dan harapan.
Selama menjalani tantangan unik itu, melalui blog A Year of Reading The World, Ann Morgan rajin berkomunikasi baik dengan relawan maupun pendukung-pendukungnya. Orang-orang di seluruh dunia tak hanya bisa merekomendasikan buku-buku di negaranya masing-masing, namun juga dapat berkomentar mengenai ulasan yang dibuatnya. Kini, Ann Morgan berencana merangkum pengalaman luar biasa yang didapatnya itu menjadi sebuah buku. Judul yang ia pilih adalah Reading the World: Confession of a Literary Explorer.
Proyek itu lambat laun mengubah pandangan hidup Ann Morgan. Ia mengakui,"Dengan membaca, banyak kisah hasil rekomendasi para pecinta buku di seluruh dunia meskipun kami tidak saling mengenal. Saya sadar bahwa saya bukanlah orang yang terisolasi, melainkan menjadi bagian dari jaringan yang membentang di seluruh planet ini."
(kartini/l)