Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 15 Juni 2025

Sosiolog AS : Perempuan Sejahtera Buat Laki-laki Ingin Menikah

- Minggu, 03 Desember 2017 14:14 WIB
1.058 view
Sosiolog AS : Perempuan Sejahtera Buat Laki-laki Ingin Menikah
Dahulu perempuan menikah dengan laki-laki berpendidikan lebih tinggi dan karier yang lebih gemilang sehingga derajat hidup mereka jadi lebih baik. Kini, kondisi yang disebut dengan istilah "marrying-up" dibarat itu tak berlaku mutlak, justru kelihatan berbalik.

Laki-laki zaman sekarang, justru cenderung lebih melakukan praktik "marrying-up" ketimbang perempuan. Hal ini disebabkan karena semakin banyak perempuan berpendidikan tinggi dan berkarier sukses.

Alhasil, banyak perempuan yang menikahi laki-laki berpendidikan lebih rendah dan menyumbang pundi-pundi lebih banyak ketimbang kaum Adam. Itulah temuan riset sosiolog University of Kansas, ChangHwan Kim.

Kim dan penulis riset Arthur Sakamoto dari Texas A7M University melaporkan hasil riset mereka dalam jurnal Demography. Mereka mengamati perubahan spesifik gender dalam total keuntungan finansial terhadap pendidikan di antara orang-orang usia kerja, 35 sampai 44 tahun, menggunakan data Sensus AS dari tahun 1990 dan 2000 dan American Community Survey 2009-2011.

Para periset menemukan keuntungan menjadi perempuan dalam hal standar kehidupan keluarga menurun sekitar 13 persen antara tahun 1990 dan 2009-2011.

Pendapatan pribadi perempuan tumbuh lebih cepat daripada pendapatan laki-laki pada periode ini, karena perempuan telah meningkatkan pendidikan dan mendapatkan tingkat keuntungan pendidikan yang lebih tinggi.

Namun, jumlah perempuan berpendidikan tinggi melebihi jumlah laki-laki berpendidikan tinggi di pasar perkawinan. Jadi perempuan lebih cenderung menikah dengan laki-laki yang kurang berpendidikan.

Dan karena fakta gabungan di mana pendidikan suami tak setinggi istri jika dibandingkan periode sebelumnya, dan tingkat keuntungan atas penghasilan laki-laki mengalami stagnasi, maka kontribusi suami terhadap pendapatan keluarga menurun. Di sisi lain, kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga meningkat secara substansial.

Kim menjelaskan, kondisi ini telah menyebabkan peningkatan standar hidup keluarga untuk laki-laki, daripada perempuan yang berpendidikan setara. "Ini bisa menjelaskan kenapa sepertinya laki-laki tidak mengeluh akan kondisi saat ini, sebab istri mereka menyumbang lebih banyak pendapatan rumah tangga," ujar Kim.
Namun, hasil penelitian juga memiliki implikasi untuk mengamati potensi dampak pernikahan dan ketidaksetaraan ekonomi.

"Bagi perempuan berpendidikan lebih rendah, kontribusi suami mereka telah berkurang secara substansial sehingga standar kehidupan mereka berkurang, meskipun penghasilan pribadinya meningkat," tulis para periset.

Hal ini dapat memperburuk kesenjangan kekayaan di antara keluarga berpendidikan rendah atau berpenghasilan rendah. Kim mengatakan, bahwa penelitian selanjutnya dapat mengamati bagaimana demografi keluarga masih terbentuk dan secara langsung mendasari ketidaksetaraan, bahkan saat hubungan keluarga terus berkembang.

Kim mengakui dalam hal dinamika keluarga, laki-laki mendapatkan keuntungan dari kemajuan perempuan. "Secara ekonomi ini saat yang tepat untuk menjadi feminist," ucap Kim dalam wawancaranya dengan CNN.com.

Laki-laki menang banyak? Tidak juga.
Menurut Kim, pernikahan masih punya nilai ekonomis bagi perempuan. Malah, ia melihat data temuannya sebagai pertanda bahwa pernikahan jadi lebih egaliter.

Satu sisi positifnya, kata Kim, adalah bahwa ini berarti keseimbangan kekuatan dalam rumah tangga sama kedudukannya. Perubahan konsep pernikahan dari sekadar mandat institusional menjadi pencarian pasangan seumur hidup dapat meningkatkan tren ini.

Walau laki-laki berpikiran progresif tak keberatan atas dinamika hubungan ini, tidak semua laki-laki sanggup menerimanya, seperti dipaparkan pakar hubungan Gilda Carle pada Newsweek.com.

Perlu diingat juga, masalah yang lebih besar adalah perempuan dengan pendapatan lebih tinggi mungkin lebih cenderung harus bergumul dengan keseimbangan antara pekerjaan dan hidup.

Walau mengisi pundi-pundi lebih banyak, tak sedikit dari mereka yang masih berperan sebagai direktur eksekutif rumah. Mengurus anak dan segala kebutuhan di rumah.

Kim mengatakan penelitian berikutnya perlu melihat bagaimana dinamika kekuatan ini terbentuk di rumah saat perempuan menjadi sumber utama pendapatan keluarga.

Bagaimanapun, temuan ini bisa menambah satu lagi bukti bahwa saat perempuan semakin maju, semua orang senang. (Beritagar.id/q)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru