Politisi perempuan dinilai masih mendapat porsi yang lebih kecil dalam pemberitaan media bila dibanding politisi laki-laki. Sudah begitu, media (pers) dianggap lebih suka memberitakan dari sisi domestik perempuan seperti kecantikan, gaya berpakaian dan lainnya ketimbang pemikiran dan gagasan-gagasan mereka dalam membangun bangsa.
Hal itu mencuat dalam diskusi 'peran politik perempuan dalam pemberitaan media' yang digelar Forum Jurnalistik Perempuan Indonesia (FJPI) Medan, Rabu (27/3), di Le Polonia Hotel.
Tampil sebagai narasumber Wakil Ketua DPD RI Prof Dr Ir Hj Darmayanti Lubis, akademisi FISIP USUDr Nurbani MSi, penulis dan analis media, J Anto, serta dihadiri sejumlah politisi perempuan, wartawati, mahasiswa dan lainnya.
Prof Darmayanti Lubis mengatakan, perlu lebih banyak perempuan di politik baik di legislatif, partai politik dan lembaga lainnya, karena saat ini sangat banyak terjadi permasalahan perempuan. Dan permasalahan itu, menurutnya, lebih efektif diselesaikan perempuan.
Sayangnya, keterwakilan perempuan di legislatif masih relatif rendah. Di era reformasi (1999-2004), hanya ada 45 perempuan dari 500 anggota DPR RI atau 9 persen. Di periode 2004-2009, jumlah perempuan meningkat menjadi 61 orang dari 550 anggota DPR RI atau 11,09 persen, dan periode 2009-2014 meningkat tajam menjadi 101 perempuan dari 560 anggota DPRI atau 18,04 persen.
Namun, pada periode 2014-2019, jumlah keterwakilan perempuan di DPR RI menurun, yakni 97 orang dari 560 anggota atau 17,32 persen. Penurunan ini diduga adanya masalah di diri perempuan itu sendiri dan platform partai yang tidak memihak.
"Secara hukum tidak ada yang melarang perempuan terjun ke politik. Negara juga mendukungnya dengan menetapkan undang-undang yang mewajibkan kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan di kepengurusan parpol dan daftar calon anggota legislatif. Dan secara agama (Islam), saya rasa juga tidak ada masalah,"kata Darmayanti.
Meski begitu,perempuan masih perlu dukungan semua pihak termasuk media untuk meningkatkan partisipasi politik perempuan, dengan membantu memberitakan aktivitas perempuan dalam politik, baik di dalam maupun di luar parlemen.
"Dengan peran dan fungsi yang luar biasa, pers sudah selayaknya membantu sosialisasi pentingnya peran dan kesetaraan politik kaum perempuan di Tanah Air," katanya.
Di sisi lain, para politisi perempuan baik di pusat maupun di daerah harus memerbaiki diri dan meningkatkan kualitasnya dari sisi pemikiran dan gagasan agar bisa memberikan sumbangsih pemikiran untuk pembangunan bangsa. Dan lebih berani bersuara menyelesaikan permasalahan anak dan perempuan yang tidak ada habisnya.
Dengan begitu, politisi perempuan akan mendapatkan porsi yang lebih baik dalam pemberitaan media.
DUKUNGAN LAKI-LAKI
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi juga menilai keterwakilan perempuan di legislatif Indonesia masih rendah.
Dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan dalam diskusi itu, Edy mengatakan kesetaraan gender tidak hanya didapatkan dari upaya perempuan saja tapi juga dukungan laki-laki.
Menurutnya, dukungan laki-laki sangat diperlukan untuk mewujudkan kesetaraan gender, karena laki-laki harus memberikan kesempatan kepada kedua gender itu untuk meningkatkan daya saing yang sehat menuju planet 50:50 dimulai dari desa.
Planet 50:50 ini merupakan kondisi di mana dalam negara sudah tercipta keadilan dan kesetaraan antara lelaki dan perempuan di semua aspek pembangunan.
"Dan, peran media sangat penting di sini, sebab tidaklah mudah bagi perempuan jika dihadapkan dengan kendala steiktural maupun kultural seperti jalan terjal dan berliku," katanya.
Ia menyebut saat ini keterwakilan di lembaga legislatif Sumut juga masih belum terpenuhi.Seperti di DPRD Sumut 15 persen keterwakilan perempuan. Dan masih ada daerah yang tidak ada keterwakilan perempuan sama sekali seperti Nias dan Pakpak Bharat.
Sementara yang memenuhi kuota keterwakilan perempuan di legislatif hanya Labuhanbatu yakni 30 persen.
"Tentunya kita prihatin melihat capaian ini sehingga diperlukan langkah holistik, integratif dan terpadu untuk meningkatkan keterwakilan politik perempuan di legislatif," katanya.
Sementara itu, Sekjen FJPI Khairiah Lubis mengatakan perempuan perlu hadir di politik dan jurnalistik. Karena perempuan itu sosok yang lebih peka, dan bisa berfikir lebih terkait suatu masalah.Sehingga seharusnya semua pihak harus mendukung perempuan untuk ada di politik.
"Sayangnya dukungan itu hingga saat ini masih sedikit. Seperti perempuan di dunia jurnalis dan juga parlemen," katanya.
Ia berharap melalui diskusi ini perempuan bisa mendapat porsi yang baik di pemberitaan dan politik. "Melalui diskusi ini mudah-mudahan kita memberi sumbang saran agar perempuan mendapat porsi yang baik di pemberitaan," pungkasnya. (R19/l)