Jakarta (SIB)- Tenun ikat itu eksotik. Jangankan yang asli hasil kerajinan yang sudah membumi, tenun ikat print saja punya nilai estetik memesona. Samuel Wattimena — perancang busana yang terkenal dengan detil tenunnya — menggali tenun ikat khas Maluku Tenggara menjadi busana khas.
Bekerja sama dengan Forum Kajian Antropologi Indonesia, Sam — demikian pria perancang senior itu disapa dekat — memamerkan karya-karyanya dalam tajuk Gelar Karya Samuel Wattimena: Evolusi Tenun Maluku Tenggara di Museum Tekstil Jakarta 12-19 November 2014. Dalam peresmian yang dibuka Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani tersebut kain-kain tradisional Indonesia dipajang.
Tenun asli corak-corak etnik Tanimbar bertebar secara alami bahkan tercetak pada lembaran kulit ular. Dalam balok kaca yang sama terdapat juga tas-tas yang terbuat dari kulit ular bercorak tenun ikat Tanimbar tersebut. Inilah satu wujud kerumitan wacana yang hadir dalam pameran tersebut.
Selain asli hasil tenunan, ada teknik printing yang memungkinkan corak-corak tenun ikat kepulauan di Maluku Tenggara tercetak di kulit ular atau juga bahan-bahan lain, termasuk pada 10 rancangan Sam yang diperagakan model saat itu, di mana nuansa etniknya tetap intens meski desain-desainnya moderen.
Sam melihat budaya sebagai sesuatu yang berevolusi. Berbeda dengan evolusi alam di mana sesuatu yang baru tercipta menyeleksi dan menggantikan sesuatu yang lama, evolusi budaya dihadirkan Sam untuk melestarikan yang lama melalui penciptaan hal baru. Rancangan dari kain print motif tenun ikat atau dari bahan-bahan lain bukan dimaksudkannya untuk menghilangkan tenun ikat itu sendiri.
Meskipun tenun ikat sebagai sebuah produk budaya tradisional tak bisa dipisah begitu saja elemen-elemennya, yakni antara motif dan teknik tenun, Sam mampu melihat bahwa pada motiflah spirit tradisional itu bernafas. Kain print motif tenun ikat adalah sebuah jembatan yang bisa diakses oleh masyarakat yang lebih luas guna melestarikan spirit tradisional itu. “Harga jual kain print motif tenun ikat bisa dijangkau oleh masyarakat yang lebih luas dibanding dengan tenun ikat itu sendiri. Dengan kain print motif tenun ikat, masyarakat yang belum dapat menjangkau tenun ikat bisa menikmati motif-motifnya lewat kain print tersebut sehingga motif-motif tersebut bisa tersosialisasi lebih luas,†Sam mengutarakan pandangannya seperti disiarkan SCTV.
Sam yakin bahwa kain motif tenun ikat hasil print tak akan membunuh tenun ikat itu sendiri. Dasarnya adalah sisi estetik manusia yang punya pola gerak berbeda dengan gerak linear kecanggihan teknologi. Sama halnya dengan teknik lukis yang tak punah walau teknik kamera berkembang bahkan hingga menjadi bidang fotografi digital, tenun ikat pun akan tetap diminati walau kain print motif tenun ikat muncul.
(T/R9/ r)Tenun Tanimbar: Empat dari sekian banyak rancangan tenun etnik Tanimbar buatan Samuel Wattimena dipertontonkan dalam Gelar Karya Samuel Wattimena: Evolusi Tenun Maluku Tenggara di Museum Tekstil Jakarta 12-19 November 2014. (Dok/ r)