Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 24 Juni 2025
FOKUS...

Menghargai Perbedaan

Redaksi - Minggu, 23 Agustus 2020 10:29 WIB
1.003 view
Menghargai Perbedaan
harian halmaera
Ilustrasi
Kasus penistaan atau penodaan agama masih menjadi salah satu persoalan krusial yang rentan terjadi di Indonesia. Bahkan sesuai pernyataan Ketua Umum YLBHI, Asfinawati, tren kasus-kasus penodaan agama di Indonesia masih terus meningkat. Dalam 5 bulan terakhir tahun 2020 ini, ada 38 kasus penodaan agama yang dilaporkan terjadi di beberapa daerah. Bahkan ada beberapa daerah yang dianggap cukup panas terkait keagamaan.

Bila dirinci, laporan kasus penodaan agama terbanyak ada di Sulawesi Selatan 6 kasus, Jawa Timur dan Maluku Utara masing-masing 5 kasus, Jawa Barat dan Sumatera Utara masing-masing 4 kasus. Yang paling membahayakan bahwa ada 28 kasus diproses kepolisian dianggap mengancam ketertiban masyarakat, karena 23 di antaranya melibatkan pengerahan massa. Namun seluruh kasus tersebut sudah masuk pengadilan.

Yang paling membuat miris adalah para pelaku yang dilaporkan mayoritas merupakan ABG yang berusia di bawah 18 tahun. Kelihatannya ini tidak terlepas dari maraknya produk-produk teknologi digital sehingga memudahkan mereka melakukan pelecehan maupun penodaan agama tertentu tanpa memikirkan dampaknya kepada pihak lain yang berbeda agama dan kepercayaannya.

Sehingga timbul pertanyaan bagaimana kelangsungan bangsa ini ke depan kalau generasi mudanya pun tidak lagi menghargai perbedaan dan toleransi terhadap sesama anak bangsa. Apakah ini juga pertanda bahwa mereka pun tidak punya rasa takut lagi terhadap hukum dan Tuhan ?. Hal ini juga sekaligus mengingatkan kembali akan peran para pihak yang berkepentingan dan bertugas dalam pembinaan rohani anak yang dimulai sejak kecil dalam keluarga, sekolah, rumah ibadah dan pembinaan mental dan rohani lainnya.

Sebagaimana diketahui bahwa masalah agama adalah hak paling azasi dan hakiki bagi seorang. Negara juga mengakui dan menjamin kebebasan beragama yang diatur dalam UUD 1945 dan konstitusi terkait. Sehingga kalau hak azasi yang paling hakiki ini pun tidak lagi dihargai, apalagi oleh generasi penerus bangsa maka hal ini betul-betul sudah sangat mengkhawatirkan.

Seiring dengan kemajuan teknologi digital saat ini, maka para ABG itu melakukannya dengan memplesetkan simbol-simbol agama dan para nabinya melalui media digital, seperti Tik Tok, facebook, YouTube dan lainnya. Mereka sspertinya bermain-main, tetapi tidak memahami apa dan siapa yang dipermain-mainkannya. Akibatnya bisa menimbulkan ketersinggungan bagi umat agama tertentu dan dampaknya pun sangat besar yaitu bisa menimbulkan kerusuhan yang merusak kerukunan umat beragama.

Sementara itu YLBHI juga menganalisa bahwa selain ulah para ABG dengan plesetan itu, sejumlah kasus juga terjadi yang dianggap kasus-kasus penodaan agama antara lain, menafsirkan agama, mengaku nabi, menghina agama atau simbol agama, keluarga nabi, doa dan ibadah, mengajak atau membuat orang pindah agama, syiar kebencian, menghalang-halangi ibadah dan tindakan lain.

Melihat tren peningkatan kasus-kasus penodaan dan pelecehan agama ini, apalagi sering dibarengi dengan pengerahan massa sudah pasti membuat aparat keamanan merasa tertekan. Kalau insiden-insiden seperti ini tidak dicegah maka bukan tidak mungkin para pelaku-pelaku penodaan agama akan memenuhi lembaga pemasyarakatan (Lapas) sebagaimana dikhawatirkan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.

Melihat kasus-kasus ini sering subjektif dan ada tekanan massa, maka sejumlah pihak termasuk YLBHI dan Komnas HAM mengusulkan pasal penodaan agama di KUHP dan pasal penistaan agama di UU Ormas supaya dihapuskan. Sejumlah ormas parpol juga menginginkan agar pasal penodaan agama ini dibahas ulang, sehingga tidak menimbulkan korban yang lebih banyak lagi. Ini tentu saja masukan yang baik bagi pemerintah dan legislatif.

Namun bagi seorang warga negara diharapkan lebih dewasa lagi dalam bernegara dan beragama. Sebagai warga negara maka sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Oleh sebab itu maka apa yang sudah diatur dalam hukum dan pemerintahan wajib untuk dipatuhi.

Dalam kaitan ini maka perlu ada saling pengertian dan saling menghargai serta menjaga sehingga tidak sampai terjadi konflik antar umat beragama karena hal kecil dan sepele. Tentu semua agama mengajarkan kebaikan bukan hanya bagi sesamanya tetapi juga bagi warga negara lainnya yang bukan seagama. Justru dengan berlomba-lomba melakukan kebaikan dan keteladanan bagi sesama, itu menunjukkan kebenaran ajaran agama yang kita anut. Sedangkan jika kita melecehkan bahkan menodai agama yang dianut saudara-saudara kita yang lain maka hal itu justru sekaligus akan mengurangi nilai agama yang kita anut karena perilaku kita. Karena ajaran agama, agama apa pun itu tentu adalah untuk kebaikan bukan untuk dinodai dengan perilaku yang salah oleh manusia umat ciptaanNya.(*)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru