Jakarta (harianSIB.com)
Pembiaran terhadap kasus-kasus kekerasan atas nama agama, akan menimbulkan pengulangan dan menjadi preseden buruk bagi pembangunan toleransi dan pelemahan konstitusi bernegara.
"Karena itu, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras peristiwa kriminalitas pembubaran, pemukulan yang disertai kekerasan dengan menggunakan senjata tajam (sajam) yang dialami sekelompok mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (Unpam), Minggu (5/5/2024), di Babakan, Setu, Tangerang Selatan, Banten," tegas Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pdt Henrek Lokra, dalam keterangan persnya, Rabu (8/5/2024).
Peristiwa dimaksud, lanjut Pdt Henrek, terjadi saat komunitas mahasiswa sedang melakukan pembinaan rohani dalam bentuk doa Rosario di kediaman salah satu anggota mereka.
Baca Juga:
"PGI menyampaikan simpati kepada para mahasiswa yang menjadi korban dan meminta mahasiswa serta warga masyarakat untuk tidak melakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum yang berlaku di negara kita," tegasnya.
Menyikapi perkembangan kasus ini, kata Henrek, PGI juga mengapresiasi penanganan cepat yang dilakukan aparat kepolisian dalam bentuk penangkapan dan pengusutan terhadap beberapa pelaku kekerasan.
Baca Juga:
"PGI meminta agar penegakan hukum terhadap kasus ini sungguh-sungguh ditegakan secara tuntas, sehingga tidak memberi ruang bagi langgengnya praktik-praktik impunitas sebagaimana sering terjadi dalam kasus-kasus serupa," imbuh dia.
Henrek memaparkan lebih jauh, PGI mencatat dalam tahun ini, jumlah kasus intoleransi di wilayah Tangerang Selatan kian meningkat.
"Karena itu kami ingin meminta perhatian pemerintah, baik kementerian agama, kementerian dalam negeri maupun pihak kepolisian, untuk lebih serius melakukan langkah-langkah pembinaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di negara kita," jelas dia.
Menurut Henrek, negara menjamin kebebasan beragama bagi setiap pemeluknya, karenanya negara harus hadir dan memastikan terpenuhinya hak kebebasan beragama dan berkepercayaan tanpa pandang bulu.
"Memasuki momen politik pemilihan kepala daerah (pilkada), November 2024, PGI juga mengingatkan kelompok-kelompok masyarakat untuk selalu bersikap kritis dan tidak mudah dibenturkan oleh berbagai isu SARA yang seringkali dikelola kelompok-kelompok tertentu secara tidak bermoral untuk kepentingan politik elektoral. Hal ini sudah berulang kali terjadi karena tidak adanya tindakan antisipatif yang dilakukan oleh komunitas masyarakat maupun oleh pihak yang berwajib," tandasnya.(*)