Sabtu, 26 April 2025

Mengejutkan! Ratusan Siswa SMP di Bali Tak Lancar Baca, Tapi Aktif di Medsos

Robert Banjarnahor - Selasa, 15 April 2025 13:20 WIB
279 view
Mengejutkan! Ratusan Siswa SMP di Bali Tak Lancar Baca, Tapi Aktif di Medsos
Ist/SNN
Ilustrasi suasana belajar.
Buleleng(harianSIB.com)

Ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng, Bali, tercatat belum mampu membaca dengan lancar, padahal kemampuan dasar ini seharusnya sudah dikuasai sejak jenjang Sekolah Dasar (SD).

Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna, mendorong Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) bersama Dewan Pendidikan Buleleng untuk bersinergi mencari solusi. Ia juga menyarankan agar penggunaan handphone (HP) di sekolah dibatasi.

Baca Juga:

"Ada temuan anak yang tidak bisa menulis, tapi lancar mengetik dan bermain media sosial. Kami tidak menolak teknologi, tapi pembatasan ini penting agar anak bisa lebih fokus dalam belajar," ujar Supriatna dalam keterangan tertulis dikutip dari detikBali, Selasa (15/4/2025)

Supriatna juga menyoroti kurangnya motivasi diri serta keluarga siswa. Dia menjelaskan pendidikan tidak bisa hanya diserahkan kepada guru di sekolah. Menurutnya, orang tua juga harus mendampingi agar perkembangan intelektual anak.

Baca Juga:

Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana mengungkapkan, fenomena itu menunjukkan rendahnya literasi siswa. Ia menyarankan agar Disdikpora melakukan pemetaan untuk memastikan kebutuhan masing-masing siswa.

"Apakah berkebutuhan khusus atau bagaimana. Selain itu, pola mengajar guru juga harus dicermati, apakah sistem administrasi menyebabkan guru sibuk dan abai dalam melakukan pengajaran," ujar Sedana.

Sementara itu, Plt Kepala Disdikpora Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengungkapkan jumlah siswa SMP di daerah itu mencapai 34.062 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 155 siswa masuk dalam kategori tidak bisa membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori tidak lancar membaca (TLM).

Ariadi membeberkan beberapa penyebab siswa tidak lancar membaca. Antara lain kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurangnya dukungan keluarga.

Adapun faktor eksternal lainnya yakni efek jangka panjang pembelajaran jarak jauh (PJJ), kesenjangan literasi dari jenjang SD, pemahaman keliru tentang kurikulum, kekhawatiran tenaga pendidik terhadap ancaman hukum dan stigma sosial, hingga faktor keluarga yang menyebabkan psikologis siswa terganggu.

"Misalnya siswa memiliki trauma di masa kecil akibat kekerasan rumah tangga, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga. Atau korban perundungan," kata Ariadi.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru