Padang Tawang, Bali (SIB)- Sate lilit kini menjadi makanan global. Di banyak daerah, sate lilit memiliki kekhasan masing-masing. Tetapi, sate lilit khas Bali menjadi pilihan sehubungan cita rasanya dan penyajiannya.
Warga di daerah Padang Tawang, Kabupaten Badung, Bali memiliki kuliner khas sate lilit. Berbahan macam ragam seperti daging ikan, daging ayam, campuran daging ayam dan udang atau juga daging bebek.
Pembuatan sate dengan menggiling daging yang kemudian dililitkan pada tusuk sate terbuat dari bambu. Tetapi, yang spesifik dengan melilitkannya pada batang serai.
Cara membuatnya, bahan 500 gram daging giling (ayam, sapi, kambing), 10 batang serai dan bersihkan untuk tusuk sate, tepung kanji 50 gram. Bahan yang di haluskan: kunyit dan lengkuas 1 ruas jari, kemiri 3 butir, sangrai atau bakar sebentar, 1/2 sendok teh ketumbar, daun jeruk 2 lembar, gula dan garam secukupnya.
Cara membuat. Campurkan dan aduk rata daging serta bumbu halus juga tepung kanji. Tepung kanji ini berguna agar adonan menempel serta tidak hancur saat dililitkan. Kepal – kepalkan daging ke batang serai hingga menempel dan panjang. Panggang di atas panggangan arang. sate di bolak – balik saat di panggang agar tidak gosong dan matang merata.
Waktu yang dibutuhkan untuk memanggang sekitar 10 – 15 menit sesuai dengan tingkat kematangan daging. Bila tercium wangi dan warna daging berubah warna,sate siap untuk di hidangkan.
Kidu-kidu
Kidu-Kidu adalah makanan yang terbuat dari ulat sagu, namun banyak yang menamainya ulat Bagong atau nama latin rhynchophorus ferruginenus. Hewan ini kerap ditemukan pada bagian dalam pohon Aren. Pada umumnya ulat sagu akan sangat berkembang di pohon Aren yang sudah mati.
Ulat sagu adalah larva yang berasal dari kumbang, tetapi bukan Kumbang biasa. Jenis Kumbang yang memiliki kepala berwarna merah ini kemudian bertelur, nah telur tersebut kemudian berkembang hingga menjadi ulat dewasa.
Secara ilmiah, ulat sagu memiliki khasiat dan manfaat yang banyak serta menjadi salah satu makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat di kawasan Asia termasuk Indonesia.
Ulat Sagu bermanfaat sebagai penambah stamina, karena memiliki kadar asam amino yang tinggi. Menurut penelitian, asam amino pada telur kalah dengan asam amino yang terdapat pada ulat sagu. Ulat sagu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi juga, sehingga dipercaya mampu memberikan asupan tenaga yang tinggi.
Makanan tersebut bermetamofosis dalam kuliner Karo dinamai Kidu-kidu.
Cara Pengolahan
Bersihkan ulat sagu dengan air, kemudian masukkan ke dalam bumbu yang tengah digoreng dalam kuali. Tunggu beberapa saat hingga ulat sagu terlihat menguning dan siap untuk disantap.
Tidak sedikit pula penyajiannya dikombinasikan dengan usus hewan. Ulat dimasukkan ke dalam usus yang sudah dibersihkan lalu dipanggang dengna tingkat kematangan sesuai selera.
Sebelum dimasukkan ke dalam, usus yang sudah dibersihkan pun diproses agar lebih matang. Diperlukan bumbu spesifik seperti bawang merah dan putih, cabai, tomat, minyak makan dan garam. Rasa khasnya bila dicampur dengan bumbu khas seperti andaliman.
Khas Tesalonika
Kreator kuliner Henri Duin Milala dari Rumah Makan BPK Tesalonika mengolah Kidu-kidu sesuai pesanan di mana isi usus hewan tidak lagi ulat aren melainkan daging yang dicincang. “Daging yang hendak dimasukkan ke dalam usus sudah diolah dengan peramuan bumbu sesuai pilihan selera,†tandas pria yang menamatkan pendidikan tinggi di Lampung tersebut.
Setelah diolah dan dimasukkan dalam usus, kemudian dipanggang dengan tingkat kematangan sesuai selera. “Pemanggangan yang paling tepat harus dengan bara arang bakau secara alami dan tanpa paksaan untuk matang,†tandas Henri Duin Milala sambil mengatakan dalam memakan Kidu -Kidu disertakan dengan saus sebagaimana memakan daging panggang. “Saus untuk Kidu-kidu beda adonan dengan saus untuk mendampingi daging panggang!’ (t/r9/c)