Dalam sejarah pergerakan Methodist sedunia, setiap tanggal 24 Mei atau yang biasa disebut sebagai perayaan Aldersgate, selalu dipahami sebagai momen penting guna merefleksi panggilan gereja Methodist dalam realitas dunia berpijaknya. Dan bagi Gereja Methodist Indonesia, momentum perayaan Aldersgate tahun ini, disatukan dengan Perayaan 110 tahun hadirnya pelayanan Gereja Methodist di Indonesia.
Maka pada perayaan Aldersgate tahun ini, terdapat dua momentum besar yang harus dimaknai GMI sebagai momen merefleksi diri. Momen Aldersgate menjadi spirit guna menggelorakan nila-nilai Methodist yang telah terbukti menjadi saluran berkat dalam pertumbuhan kerohanian dan yang juga mampu mentransformasi sosialnya yaitu menyelamatkan Inggris dari pertumpahan darah pada masa revolusi sosial sebagaimana terjadi di Prancis.
Itulah sebabnya, kegiatan Perayaan Aldersgate oleh GMI tahun ini tidak hanya melakukan kegiatan acara ibadah, konser musik gereja. Perayaan Aldersgate tahun ini juga ditandai adanya kegiatan sosial (donor darah, sunat massal, fun bike). Juga ditandai adanya pembangunnan rumah layak huni. Sebab pada aspek rohani dan aspek sosial demikianlah momentum Aldersgate dimaknai sebagai perwujudan Spiritualitas Methodist warisan John Wesley sang pendiri gerakan Methodist.
Spiritualitas Sebagai Dasar
Belajar dari Peter Scazzero (dalam buku Emotionally Healthy Spirituality), dapat mendorong kita untuk membaca ulang makna penting dari spiritualitas.
Menurutnya, kesehatan spiritualitas seseorang akan mampu menghasilkan sebuah revolusi dalam kehidupan batin setiap orang. Dan revolusi demikian, akan mampu mengubah cara pandang terhadap diri sendiri dan mendorong setiap orang untuk memahami nilai yang memengaruhi serta memahami dan fungsi kehadiran seseorang sebagai orang beriman.
Tetapi mestilah disadari bahwa dasar pemahaman terhadap suatu spiritualitas tidak dapat dipisahkan dari sebuah pemaknaan akan adanya perjumpaan dengan yang maha kuasa sehingga umat merasakan suatu perasaan menakutkan, ketakjuban dan gembira secara luar biasa.
Itulah yang dicatat oleh Rudolf Otto sebagi suatu perjumpaan umat beriman dengan "The Holy", yang kudus dalam "Tremendum et Fascinacum". Adanya suatu perjumpaan orang percaya pada Allah yang mahakuasa dan menggerakkan, memotivasi dan mampu melakukan revolusi diri dalam konteks sosialnya.
Pengalaman spiritual demikian dapat dilihat dalam diri murid-murid Yesus pada masa Pentakosta, ketika Roh Kudus turun maka terjadilah perasaan takut, nyaman dan bahagia serta berdampak kuat pada semangat melayani, memperbaiki diri dan mewujudkan panggilan diri. Roh Kudus telah mentrasformasi rohani orang beriman dan sekaligus mentransformasi sosialnya.
24 Mei, Aldersgate
Secara umum perayaan Aldersgate dapat diartikan sebagai bentuk pertobatan (conversion) dan pengalaman (experience). Penulis buku berbahasa Indonesia, mengartikan Aldersgate sebagai titik awal pertobatan John Wesley (pendiri gerakan Methodist di Inggris). Istilah pertobatan tidaklah berarti Wesley berubah dari kejahatan, tetapi peristiwa Aldersgate menjadi suatu pengalaman kerohanian dan sekaligus memberikan kepastian dan peneguhan terhadap panggilan atas adanya perasaan yang gagal.
Dan memahami peristiwa Aldersgate harus dikaitkan pada adanya keinginan yang menggebu-gebu dalam diri John Wesley untuk memperoleh keselamatan. Sebelum masa Aldersgate, John Wesley selalu bersemangat mengembangkan kerohaniannya. Sebagai anak seorang pendeta Gereja Anglikan, John Wesley diajarkan dalam keluarga yang sangat disiplin kegiatan rohani bersama ibunya Susanna.
Di kampusnya Oxford University, Wesley mengawali gerakan perkumpulan kerohanian. Bentuk persekutuan dengan Sell Grup (ini menjadi awal terbentuknya Sell Grup) dan metode bernyanyi dengan bertepuk tangan dengan anthusias. Dan perkumpulan kerohanian kampus oleh John Wesley ini disebut perkumpulan Metode awal kata lahirnya "Methodist".
Demikianlah perkumpulan ini semakin hari semakin banyak. John Wesley semakin bersemangat dan berusaha untuk memperoleh keselamatan. Tetapi justru semakin berusaha untuk hal itu maka semakin gusarlah perasaannya. Dalam sejarah dicatat, setelah pulang dari perjalanan misi ke Amerika, Wesley belum merasa menemukan jawaban atas kegelisahan imannya.
Lalu pada tanggal 24 Mei 1738, saat ibadah di sebuah perkumpulan rohani di jalan Aldersgate, John Wesley mendengar pembacaan Pendahuluan Tafsiran Surat Roma tulisan Martin Luther. Kira-kira pukul sembilan kurang seperempat, ketika pembacaan tentang perobahan yang dijadikan Tuhan dalam hati orang melalui iman kepada Yesus Kristus, "Saya merasakan hati saya dihangatkan secara ajaib. Saya merasa bahwa saya meyakini Kristus, hanya Kristus untuk keselamatan dan suatu kepastian diberikan kepada saya bahwa Dia telah menghapuskan dosa saya dan menyelamatkan saya dari hukuman dosa dan kematian."
Memberkati Ciptaan Allah
Peristiwa Aldersgate menjadi momentum perubahan sikap dan menjadi daya dorong yang kuat dalam misi dan pelayanan sosial bagi gerakan Methodist di Inggris (seluruh dunia). Dan spiritualitas Methodist demikian telah memengaruhi masyarakat Inggris dan berhasil membuat gerakan transformasi rohani dan sekaligus transformasi sosial. Sehingga, dalam sejarah revolusi sosial dicatat, bahwa spiritualitas Methodist telah menyelamatkan Inggris dari pertumpahan darah sebagaimana terjadi pada revolusi berdarah di Prancis.
Spiritualitas Methodist demikian, tentu saja diwarisi orang-orang GMI dan menjadi daya dorong guna menggelorakan pelayanan rohani dan sosial guna mentransformasi rohani dan pelayanan gereja di Indonesia. Untuk itulah, perayaan Aldersgate selalu dirayakan dengan semeriah dan sebaik mungkin termasuk pada pelayanan sosialnya. Sebab, implikasi perayaan Aldersgate bagi GMI tidak hanya berorientasi pada ritual ibadah di gedung gereja tetapi harus mampu mewujudkan pelayanan sosial. Itulah sebabnya GMI sangat intesif dalam pelayanan pembangunan rumah layak huni, pelayanan donor darah, menanam pohon guna menjaga dan melestarikan alam.
Maka perayaan Aldersgate harus dimaknai sebagai peristiwa menggairahkan semangat, spiritualitas Methodist sebagai umat beriman guna mentransformasi rohani (diri) dan juga mampu mentrasformasi sosialnya. Dan, jika John Wesley dengan gerakan Methodist pernah menyelamatkan Inggris Raya dari kerusuhan sosial, hal itu menjadi nilai penting bagi GMI dalam mewujudkan perdamaian sesama umat dan meningkatkan kualitas pelayanan rohani dan sosialnya.
Sehingga dengan Spiritualitas Methodist demikian, GMI mampu mewujudkan Visi dan Misi 2013-2033 yaitu Gereja Bertumbuh Memberkati Semua Ciptaan Allah! SELAMAT MERAYAKAN HARI ALDERSGATE. (Penulis: Pimpinan Gereja Methodist Indonesia/h)