Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 28 Mei 2025

25 Tahun Berlalu, Keluarga Korban Masih Berharap Tragedi Mei ‘98 Terungkap

Redaksi - Minggu, 14 Mei 2023 09:22 WIB
206 view
25 Tahun Berlalu, Keluarga Korban Masih Berharap Tragedi Mei ‘98 Terungkap
(Rumondang Naibaho/detikcom)
Maria Sanu, ibu Stevanus Sanu, yang merupakan salah satu korban kebakaran Mal Klender pada Mei 1998.
Jakarta (SIB)
Maria Sanu, ibu Stevanus Sanu, yang merupakan salah satu korban kebakaran Mal Klender, Jakarta Timur (Jaktim), pada Tragedi Mei 1998, meminta pemerintah menuntaskan investigasi tragedi tersebut. Maria tak ingin peristiwa yang merenggut nyawa anak laki-lakinya itu dilupakan begitu saja.
"Sudah 25 tahun, pelakunya ke mana tidak tahu. Dia berpesta pora di luar sana, sedangkan keluarga korban sangat memprihatinkan. Berharap tidak kunjung juga selesai-selesai," ucap Maria dalam Peringatan 25 Tahun Tragedi Mei 1998 di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jaktim, Sabtu (13/5).
Maria menolak islah atau perdamaian atas kasus tersebut. Perempuan lanjut usia (lansia) itu khawatir, jika menerima islah, kasusnya malah ditutup.
"Ketika saya ditawari jalan islah, saya bilang, dari Mei 1998 mau menerima islah, tapi kasus tetap berjalan. Sampai saat ini, detik ini, tidak ada lagi yang menghubungi saya. Walaupun semiskin apa pun, ini anak yang dihilangkan begitu saja, yang dibakar hidup-hidup," ucapnya.
"Saya ibu yang mengandung, melahirkan, mendidik, dan merawat, tiba-tiba (anak) dihilangkan begitu saja. Saya tidak rela. Kalau kita mau menerima jalan islah, uang yang kita terima berarti kita menjual anak kita. Saya tidak mau itu," sambung Maria yang tak mampu menahan tangis.
Maria berujar banyak tanda tanya yang masih tersimpan dan belum terjawab hingga kini terkait peristiwa Kerusuhan Mei 1998. "Dalangnya juga sudah ke mana, pelakunya sampai sekarang masih ada beberapa, tapi enak-enak saja dia, tidak melihat keluarga korban bagaimana keberadaannya," ungkapnya.
Maria menuturkan hanya bisa bersabar dan berdoa agar fakta-fakta di balik Kerusuhan Mei 1998 yang menewaskan putranya bisa terungkap kebenarannya. Maria meminta pemerintah mau mengakui bahwa Tragedi Mei 1998 merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.
"Mendingan kita bersabar, Tuhan memberi kekuatan, kesabaran kepada keluarga korban sampai kasusnya terangkat terungkap. Saya sebagai orang Katolik, saya berharap dengan keberadaan saya. Negara betul-betul mengakui pelanggaran HAM berat di masa lalu, khususnya Tragedi 14 Mei 1998 jangan sampai dilupakan," imbuhnya.


Tabur Bunga
Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bersama keluarga korban Tragedi Mei 1998 melakukan tabur bunga di TPU Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Sabtu (13/5). Kegiatan ini dalam rangka memperingati 25 tahun peristiwa kelam itu berlalu.
Sebagian dari mereka membawa foto anggota keluarganya yang hilang dan tak kembali pascatragedi itu. Sebelum melakukan tabur bunga, mereka juga berdoa untuk korban kerusuhan tersebut.
Suasana sunyi dan khidmat menyelimuti prosesi penaburan bunga di makam massal korban tragedi Mei 1998 itu, Sabtu (13/5/2023). Dengan perlahan, mereka menghampiri jajaran 113 batu nisan hitam tak bernama.
"Korban Tragedi 13-15 Mei 1998," tertulis pada jajaran nisan.
Bukan hanya para keluarga korban, korban selamat pada kerusuhan Mei 1998, Iwan, pun ikut turut hadir memperingati dan menghaturkan doa kepada para korban. Mawar putih dan kembang warna-warni ditaburkannya di tiap-tiap makam tanpa nama itu.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menuturkan, dengan peringatan tragedi itu, masyarakat bisa meneguhkan solidaritas. Saling silang daya untuk memastikan upaya pemenuhan hak korban dari pelanggaran HAM berat maupun tragedi kemanusiaan lainnya bisa segera terpenuhi.
"Sepanjang 25 tahun, sebagai putri sulung reformasi, Komnas Perempuan tak henti mengupayakan agar suara korban bukan hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti, mengawal agenda-agenda penting dalam pemenuhan hak perempuan korban dan agar pengalaman korban menjadi pembelajaran perbaikan di masa depan," ucap Andy.
Andy mengatakan peringatan kerap dilakukan untuk merawat ingatan publik atas tragedi tersebut. Selain itu, kata Andy, juga untuk mengenang dan menghormati para korban.
"Hasil temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Mei 1998 mengingatkan bahwa mereka adalah warga yang diajak dan dijebak, ataupun yang bergerak untuk mencari tahu, bahkan membantu korban di tengah kerusuhan. Karena itu, sepantasnya kita mengurai dan menghapus stigma 'penjarah' pada saudara-saudara kita ini," pungkas Andy. (detikcom/c)




Baca Juga:


Baca Juga:
Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru