Selasa, 30 April 2024

Eks KSAU Serang Balik KPK: Jangan Justifikasi Institusi TNI

Redaksi - Sabtu, 15 Oktober 2022 10:10 WIB
Eks KSAU Serang Balik KPK: Jangan Justifikasi Institusi TNI
Foto : Nur Indah/detikcom
Eks KSAU Marsekal (Purn) Agus Supriatna.
Jakarta (SIB)

Kuasa hukum mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna, Teguh Samudera, menanggapi pernyataan balasan dari KPK yang menyebut kliennya mangkir dari pemanggilan terkait kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101.

Teguh Samudera menyebut, KPK memberikan penilaian secara subjektif kepada kliennya.

"Juru Bicara KPK membalas dengan memberikan penilaian yang subjektif dan menganggap benar KPK melakukan justifikasi tersebut dengan alasan telah memberi kesempatan dan manggil dua kali terhadap saksi klien sewaktu penyidikan tetapi tidak kooperatif," kata Teguh Samudera dalam keterangannya, Jumat (14/10).

Teguh mengatakan, pernyataan KPK telah mendiskreditkan dan merendahkan harga diri kliennya. Teguh menyebut, KPK tidak semestinya mengatakan sesuatu yang berdasarkan perspektif subjektif.

"Sungguh sangat tidak etis di ruang publik sesukanya mendiskreditkan dan merendahkan harga diri, derajat harkat martabat pribadi mantan KSAU dan Institusi TNI. Sebagai lembaga ad hoc seharusnya tidak patut menyatakan demikian buruknya diri orang lain dengan persepsi subjektifnya, terlebih menilai bantahan Penasihat hukum tersebut sebagai hal yang tidak bermakna sebagai pembuktian," ungkapnya.

Teguh mengungkap pernyataan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri itu sebagai bentuk lemahnya KPK dalam pelaksanaan tugas. Dia menyebut, pemanggilan terhadap Agus harus melalui Panglima TNI AU.

"Padahal jelas pengadaan AW 101 dilaksanakan sewaktu klien kami menjabat Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), maka jika diperlukan keterangannya harus melalui atasannya, tidak boleh sesukanya langsung memanggil kepada dan di alamatkan kediaman pribadi yang bersangkutan," ujarnya.

Teguh mengatakan, KPK harus menegakkan hukum murni pro justitia. Dia mengatakan, KPK tidak perlu memuat pernyataan yang mendiskreditkan instansi.[br]



"Harusnya kini saatnya penegakan hukum KPK murni pro justitia untuk dibuktikan di persidangan atas hasil kerjanya, tidak perlu di ruang publik via media sosial menjustifikasi merendahkan harga diri harkat martabat manusia dan Institusi TNI," ungkapnya.

Diketahui, KPK merespons pernyataan Agus Supriatna yang membantah menerima dana komando Rp 17 miliar dalam kasus pengadaan Helikopter AW-101. Sebelumnya, Agus menuding dakwaan Jaksa KPK ngarang dan tidak profesional.

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut, sejatinya Agus Supriatna sudah diberi kesempatan untuk bersaksi di hadapan penyidik.

Namun, Ali menyebut, Agus Supriatna tidak kooperatif dengan panggilan KPK.

"KPK sudah beri kesempatan kepada saksi untuk hadir pada proses penyidikan, namun saksi tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (13/10).

Dari informasi yang dirangkum, KPK sejatinya memang memanggil Agus Supriatna sebanyak dua kali. Akan tetapi, Agus Supriatna hanya mengirimkan penasihat hukumnya untuk datang ke KPK.

Ali menjelaskan, surat dakwaan Tim Jaksa KPK murni disusun berdasarkan hasil penyidikan untuk dibuktikan di dalam proses persidangan. Oleh sebab itu, Ali turut mengajak masyarakat mengawal proses persidangan tersebut.

"Surat dakwaan Tim Jaksa KPK disusun berdasarkan hasil penyidikan yang sah dan akan dibuktikan di persidangan secara terbuka," jelas Ali.


Disebut Dalam Dakwaan

Diberitakan sebelumnya, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway atau Irfan Kurnia Saleh didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 hingga membuat negara merugi sebesar Rp 738 miliar. Jaksa penuntut umum mengatakan Irfan juga memberi uang kepada Agus Supriatna selaku Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) saat itu sebesar Rp 17 miliar untuk dana komando.

"Memberikan uang sebesar Rp 17.733.600.000,00 (tujuh belas miliar tujuh ratus tiga puluh tiga juta enam ratus ribu rupiah) sebagai dana komando (DK/Dako) untuk Agus Supriatna selaku Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang diambilkan dari pembayaran kontrak termin ke-1 (satu)," kata jaksa Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakpus, Rabu (12/10).[br]



Jaksa penuntut umum menyebut Irfan telah melakukan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101 dan pengaturan proses pengadaannya. Akan tetapi, Irfan menyerahkan barang hasil pengadaan helikopter AW 101 yang tidak memenuhi spesifikasi.

"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu telah melakukan pengaturan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101, melakukan pengaturan proses pengadaan helikopter angkut AW-101, menyerahkan barang hasil pengadaan berupa helikopter angkut AW-101 yang tidak memenuhi spesifikasi," kata jaksa Arief Suhermanto. (detikcom/a)



Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Selain Rumah, KPK Sita Rp48,5 M Terkait Perkara Bupati Labuhanbatu
KPK Tetapkan Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi di PT Amarta Karya
LSM KPK RI Heran Judi “Bola Tangkas” Pasar Malam di MMTC Bisa Beroperasi 5 Tahun
KPK Periksa 10 Petugas Pengamanan Sidik Pungli Rutan KPK
KSAD Ungkap TNI Kini Pakai Istilah OPM agar Prajurit Tak Ragu Bertindak
KPK Setor Rp 126 M Uang Pengganti PT Merial Esa di Kasus Bakamla ke Negara
komentar
beritaTerbaru