Jakarta (SIB)
Fenomena El Nino diprediksi akan mulai terjadi sekitar Juni dan semakin intens pada Agustus mendatang. Mengantisipasi hal itu Kementerian Pertanian berencana membentuk gugus tugas di setiap wilayah.
"Setiap wilayah membutuhkan penanganan yang berbeda. Kita semua harus duduk bersama untuk merumuskan semuanya, dimulai dari pemetaan wilayah, konsep kelembagaan, hingga rencana aksinya," ungkap Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan tertulis, Jumat (2/6).
Hal ini disampaikannya saat melakukan Rapat Koordinasi bersama pejabat Kementerian Pertanian dan aparatur pemerintah daerah melalui teleconference, pekan lalu.
Menindak lanjuti arahan Mentan, Direktorat Jenderal Hortikultura pun menyusun langkah intervensi untuk menghadapi El Nino sebagai upaya pengamanan pasokan dan stabilisasi harga komoditas strategis.
"Kami memberikan fasilitasi dampak perubahan iklim seluas 250 ha yang dialokasikan di 33 BPTPH dalam bentuk pompa air, pipanisasi, embung, biopori, dan teknologi hemat air. Selain itu, optimalisasi klinik PHT dan antisipasi serangan OPT juga akan kami lakukan," papar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat (STO) Andi Muhammad Idil Fitri pada webinar Badan PPSDM Pertanian, Ngobras Vol. 21, Selasa (30/5).
Idil menambahkan, Tim Early Warning System (EWS) Direktorat Perlindungan Hortikultura juga telah berkolaborasi bersama BMKG, BSIP, BRIN, dan UNS. Kolaborasi ini dilakukan untuk memantapkan peta sebaran OPT, banjir dan kekeringan, serta dengan Tim EWS Direktorat STO di wilayah sentra.
Lebih lanjut Idil mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah intervensi sebagai upaya untuk menjaga pasokan dan harga komoditas, terutama cabai dan bawang merah. Langkah ini dibagi menjadi tiga periode, yakni jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Ia menjelaskan, langkah-langkah tersebut tidak hanya dilakukan selama El Nino berlangsung, tetapi juga dalam mengantisipasi anomali iklim di masa mendatang.
"Untuk jangka pendek, kami fokuskan pada penanaman kawasan, distribusi pasokan dari champion, fasilitasi angkutan distribusi, dan fasilitasi sarana penanganan dampak perubahan iklim. Kemudian di jangka menengah, kami akan melakukan pengembangan kawasan, fasilitasi nursery 34 juta seedling TSS bawang merah dan 34 juta seedling cabai dengan teknologi soil block, serta fasilitasi sarana prasarana pascapanen dan pengolahan," papar Idil.
Sementara untuk langkah intervensi jangka panjang, Idil memaparkan Ditjen Hortikultura akan terus memantau ketersediaan aneka cabai, bawang merah, dan dampak anomali iklim. Adapun pemantauan ini akan dilakukan melalui EWS serta pelaksanaan program Horticulture Development of Dryland Areas Project (HDDAP) seluas 10.000 hektare.
"Kami juga melakukan fasilitasi smart green house (SGH) sebagai langkah antisipasi dampak perubahan iklim akibat El Nino. Dengan pemanfaatan SGH, pengaturan jenis komoditas dan pola tanam tidak lagi tergantung musim. Selain itu, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan nutrisi juga dapat diatur secara otomatis pada level yang ideal untuk pertanaman," pungkas Idil. (detikcom/c)