Sabtu, 04 Mei 2024
* Tidak Mau Menghargai Perbedaan

Ma'ruf Ajak Masyarakat Tidak Berpikir Sempit

* Polri: Sebagian Masyarakat Anggap Teror Hasil Rekayasa
Redaksi - Senin, 05 April 2021 08:54 WIB
654 view
Ma'ruf Ajak Masyarakat Tidak Berpikir Sempit
Foto Istimewa
Ma'ruf Amin
Jakarta (SIB)
Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengungkap penyebab negara mayoritas berpenduduk Islam mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Ma'ruf menyebut, salah satu penyebabnya yakni cara berpikir masyarakat dan para da'i yang masih sempit.

Hal itu disampaikan Ma'ruf dalam sambutannya di acara webinar nasional IKADI-BNPT 2021 yang bertajuk 'Peran Da'i dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan Indonesia'. Ma'ruf awalnya berbicara tentang banyaknya pelajaran penting yang dapat dipetik dari perjalanan dakwah Rasulullah SAW tentang cara berpikir.

"Pelajaran penting yang dapat kita petik dari perjalanan dakwah Rasulullah SAW adalah bahwa cara berpikir adalah kunci utama dari maju mundurnya sebuah peradaban. Cara berpikir yang diajarkan Rasulullah adalah cara berpikir atau manhaj al-fikr apa yang menjadi sumber terbentuknya peradaban Islam sebagaimana terjadi di era keemasan Islam, yaitu cara berfikir wasathy; yaitu cara berfikir yang moderat, dinamis, namun tetap dalam koridor manhaji dan tidak ekstrem," kata Ma'ruf, Minggu (4/4).

Ma'ruf mengatakan, para da'i tidak boleh tergerus dan ikut dalam pemikiran sempit. Seperti yang terjadi saat ini, kata Ma'ruf, masih ada masyarakat yang menganggap virus Corona (Covid-19) sebagai teori konspirasi.

"Cara berpikir yang wasathy bukanlah cara pandang atau cara berpikir yang eksklusif dan sempit serta tidak terbuka terhadap perubahan. Karena itu, para da'i harus meneladani cara berpikir Rasulullah SAW dan tidak ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini. Contoh sederhana cara berpikir sempit adalah tidak percaya bahwa Covid-19 adalah nyata, atau percaya pada teori-teori konspirasi tanpa mencoba untuk memahami fenomena dengan akal sehat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan," ungkapnya.

Menurut Ma'ruf, cara berpikir sempit bisa menyebabkan sikap egosentris dan tidak mau menghargai perbedaan. Hal itulah, kata Ma'ruf yang dapat melahirkan pola pikir menyimpang bahkan bisa menjadi radikal.

"Cara berpikir sempit juga merupakan salah satu penyebab munculnya sifat egosentris, tidak menghargai perbedaan, pendapat serta tidak mau berdialog. Cara berpikir sempit juga bisa melahirkan pola pikir yang menyimpang dari arus utama atau bahkan menjadi radikal sehingga dapat menjurus pada penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan masalah," katanya.

Ma'ruf mencontohkan bagaimana peristiwa teror bom yang akhir-akhir ini terjadi di Tanah Air adalah bentuk aktual cara berpikir radikal terorisme. Tindakan tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam karena mempertontonkan sikap kekerasan dalam melawan keadilan.

"Contoh paling aktual dari cara berfikir radikal terorisme yang menyimpang itu adalah peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada tanggal 28 Maret 2021. Tindakan ini tidak sesuai dengan ajaran Islam karena Islam tidak mengajarkan kekerasan dan pemaksaan kehendak (ikrahiyyan) di dalam dakwahnya dan juga dalam memperjuangkan aspirasi melawan ketidakadilan. Sebaliknya Islam mengajarkan cara-cara yang santun (layyinan), dan dilakukan dengan cara-cara nasihat yang baik (mau'izhah hasanah), serta berdialog dengan cara-cara yang terbaik (mujadalah billati hiya ahsan)," papar Ma'ruf.

Maruf menegaskan, cara berfikir sempit itu yang dapat menghambat upaya untuk membangun kembali peradaban Islam. Karena itulah, kata Ma'ruf, cara berpikir sempit menjadi salah satu penyebab negara berpenduduk mayoritas Islam mengalami ketertinggalan baik dari segi ekonomi maupun pendidikan.

"Cara berfikir sempit seperti itu menghambat dan kontra produktif terhadap upaya membangun kembali peradaban Islam. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak negara berpenduduk muslim masih mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan, iptek dan bidang lainnya," tuturnya.

Tak Percaya Teror
Terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyebutkan, masih ada sejumlah tantangan dalam menanggulangi terorisme di Indonesia.

Salah satu tantangan terbesar bagi Polri yakni masyarakat yang tidak percaya adanya gerakan radikal atau terorisme.

"Pertama adalah gerakan radikal yang ada sebagaian masih tidak percaya, atau sebagian sengaja tidak percaya. Ini masih terjadi di masyarakat," kata Rusdi dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (4/4).

Bahkan, menurut Rusdi, ada yang berpendapat bahwa pengeboman di Gereja Katedral Makassar dan penembakan di Mabes Polri bukan merupakan kejadian nyata. Anggapan-anggapan ini, kata dia, menyebabkan kebingungan di masyarakat. "Itu rekayasa kata mereka," ujar Rusdi.

"Masih ada kelompok kelompok seperti itu yang tidak percaya dan sengaja memang membuat masyarakat jadi bingung," tuturnya.

Rusdi mengatakan, tren pelaku teror yang terjadi saat ini menyasar kelompok kaum muda. Dia menyebut semua pihak harus mulai mengantisipasi kelompok teror tersebut.

"Kemudian realita yang kedua adalah bagaimana tantangannya ke depan, kelompok teror sudah menyasar anak muda, kasus di Makassar dan kasus di Mabes Polri itu anak-anak muda, kelahiran tahun '95, ini jelas sekali ini perlu kita antisipasi karena kelompok-kelompok teror sekarang telah menyusur daripada anak-anak muda di negeri ini," ucapnya.

Polri berharap peran kelompok moderat dapat turut serta menjalin persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan begitu, kelompok kecil yang membuat narasi menyesatkan tidak dapat menguasai pikiran masyarakat.

"Kemudian juga yang tidak kalah pentingnya dengan situasi kekinian, polri melihat pentingnya persatuan dari kelompok-kelompok moderat. Jika tidak bersatu kelompok moderat ini, maka kelompok-kelompok kecil itu akan menguasai narasi sehingga akan membentuk opini publik yang sangat menyesatkan," tuturnya.

Rusdi menegaskan terorisme merupakan permasalahan yang kompleks dan tidak bisa dianggap enteng. Untuk itu, perlu adanya pelibatan kaum muda dalam penyelesaian dan menghadapi aksi teror di Tanah Air.

"Ini perlu sekali karena permasalahan terorisme tidak masalah yang enteng, tetapi masalah yang kompleks, sehingga penyelesaiannya adalah bisa dilalui melaui bagaimana potensi-potensi sumber daya anak bangsa ini bergerak bersama untuk sama-sama menghadapi daripada pemahaman maupun aksi teror yang terjadi di Tanah Air," ujarnya. (detikcom/Kompas.com/d)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Hj Rosmaida Darma Wijaya Ajak Masyarakat Dukung Peningkatan UMKM Sergai
Wapres Minta Target Penurunan Stunting 14 Persen Dievaluasi
Wapres Ma’ruf Amin akan Salat Idul Fitri di Masjid Istiqlal
Kapolri Ajak Masyarakat Sambut Ramadan dengan Sukacita
Wapres Minta Pemda Tuntaskan Persoalan Sampah dari Hulu ke Hilir
BEM SI Ajak Masyarakat Jaga Pertemanan dan Tak Terpolarisasi Usai Pemilu
komentar
beritaTerbaru