Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 29 Mei 2025
Tolak Tetapkan Larangan Zona Terbang Pesawat Rusia

Presiden Ukraina Mengutuk, Nilai NATO Lemah

Rusia Langgar Gencatan Senjata, Ukraina Tunda Evakuasi Warga
Redaksi - Minggu, 06 Maret 2022 09:06 WIB
469 view
Presiden Ukraina Mengutuk, Nilai NATO Lemah
(Foto: Twitter @Emilio Morenatti)
BERKERUMUN: Warga Ukraina berkerumun di bawah jembatan yang hancur ketika mereka mencoba melarikan diri menyeberangi Sungai Irpin di pinggiran Kyiv, Ukraina, Sabtu (5/3).
Jakarta (SIB)
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengutuk keputusan para pemimpin Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) yang menolak menetapkan zona larangan terbang atas pesawat-pesawat Rusia di Ukraina. Zelenskyy menilai NATO lemah.

"Semua orang yang mati, mulai hari ini, juga yang akan mati itu karenamu. Karena kelemahanmu, karena pemutusan hubunganmu," ujar Zelensky dari Kantornya di Kyif seperti dilansir BBC, Sabtu (5/3).

Zelensky menilai KTT Nato yang berlangsung pada Jumat (4/3) kemarin membingungkan.

"KTT NATO berlangsung hari ini, KTT yang lemah, KTT yang membingungkan. KTT yang menunjukkan bahwa tidak semua orang menganggap perjuangan untuk kebebasan Eropa sebagai tujuan nomor satu.

Semua badan intelijen negara-negara NATO sangat menyadari rencana musuh. Mereka menegaskan bahwa Rusia ingin melanjutkan serangan," imbuhnya.

Zelensky menilai, NATO seakan memberi 'lampu hijau' untuk pemboman lebih lanjut di kota-kota dan desa-desa Ukraina. Diketahui, pertempuran sengit terus berlanjut di utara, timur, dan selatan Ukraina.

"NATO dengan sengaja memutuskan untuk tidak menutup langit di atas Ukraina. Negara-negara NATO menciptakan narasi bahwa menutup langit di atas Ukraina akan memprovokasi agresi langsung Rusia terhadap NATO. Ini adalah self-hypnosis dari mereka yang lemah, tidak aman di dalam, meskipun faktanya mereka memiliki senjata berkali-kali lebih kuat dari kita," tegasnya.

Zelensky kemudian berbicara tentang protes besar yang terjadi di seluruh Eropa. Dia berharap dukungan dari semua pihak.

"Jika Ukraina tidak bertahan, seluruh Eropa tidak akan bertahan. Jika Ukraina jatuh, seluruh Eropa akan jatuh," ungkapnya.

Diketahui, setelah bertemu dengan para menteri luar negeri di Brussel, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, aliansi itu telah membuat 'keputusan yang menyakitkan' dengan mengesampingkan seruan zona larangan terbang di atas Ukraina.

Ibu Kota Kyiv menghadapi serangan rudal baru Rusia, dengan ledakan terdengar di sekitar ibu kota, sementara kota pelabuhan tenggara Mariupol telah dikepung dan ditembaki, dan pemboman berlanjut di kota-kota timur laut Kharkiv dan Chernihiv.

Kian Gencar
Belasan ledakan terdengar di pusat kota Kiev, ibu kota Ukraina. Sirene serangan udara pun meraung-raung. Serangan rudal Rusia di ibu kota Ukraina dan sekitarnya dilaporkan semakin intensif.

Dilansir dari Reuters dan Channel News Asia, Sabtu (5/3), saksi mata Reuters di pusat kota berpenduduk 3,4 juta orang itu tidak dapat segera memastikan penyebab ledakan pada Jumat (4/3) waktu setempat itu.

Namun, ledakan-ledakan seperti itu lebih sering terdengar daripada beberapa hari terakhir dan beberapa ledakan bahkan lebih keras. Belum ada laporan mengenai korban.

Meskipun belum ada serangan besar yang diluncurkan ke Kiev, tapi ibu kota telah digempur dan pasukan Rusia melepaskan tembakan sengit untuk mencoba mematahkan perlawanan di kota terdekat, Borodyanka.

Tunda Evakuasi
Namun, Pemerintah Ukraina terpaksa harus menunda evakuasi warga sipil yang terkepung di kota Mariupol karena Rusia tak henti melakukan gencatan senjata.

Padahal, pada kesepakatan antara Rusia dan Ukraina, evakuasi warga sipil dari kota Mariupol dan Volnovakha diperkirakan akan dimulai pada pukul 11 siang setempat.

Pemerintah Ukraina pun menyebut, Rusia telah melanggar kesepakatan jeda gencatan senjata.

"Karena fakta bahwa pihak Rusia tidak mematuhi gencatan senjata dan terus menembaki Mariupol dan sekitarnya. Untuk alasan keamanan, evakuasi penduduk sipil telah ditunda," kata pejabat kota Mariupol seperti dikutip AFP pada Sabtu (5/3).

Hal serupa diungkapkan oleh Gubernur wilayah Donetsk Timur, Pavlo Kyrylenko.

"Evakuasi penduduk dari Mariupol ditunda," ujar Pavlo dalam akun twitter pribadinya.

Belum ada pernyataan dari Rusia terkait tudingan pengingkaran kesepakatan gencatan senjata ini.

Beberapa waktu sebelumnya, Iryna Vereshchuk, Menteri Reintegrasi Ukraina untuk Wilayah Pendudukan Sementara, mengatakan bahwa pasukan Rusia tampaknya memanfaatkan penghentian pertempuran yang telah disepakati untuk memungkinkan evakuasi warga sipil untuk menggerakkan pasukan mereka sendiri ke depan.

"Militer kami melaporkan bahwa di area rute yang dinyatakan [koridor evakuasi] pasukan Rusia menggunakan gencatan senjata dan bergerak maju," kata Vereshchuk.

Dewan Kota Mariupol, Ukraina meminta warga kembali ke tempat penampungan alih-alih mengevakuasi diri dari invasi Rusia, Sabtu (5/3).

Hal itu diminta Dewan Kota selama negosiasi dengan Rusia. Kendati demikian mereka memastikan koridor evakuasi akan tetap berlanjut.

"Kami minta semua warga Mariupol pergi ke tempat penampungan. Informasi lebih lanjut tentang evakuasi segera hadir," bunyi pernyataan resmi Dewan Kota Mariupol sebagaimana dikutip dari CNN, Sabtu (5/3).

Mereka menyebut, negosiasi dengan Federasi Rusia untuk melakukan gencatan senjata masih belum rampung.

"Polisi akan memberi tahu warga kota dengan bantuan pengeras suara," tambah bunyi pernyataan resmi itu.

Seiringan dengan pernyataan itu, Menteri Reintegrasi Wilayah Penduduk Ukraina, Iryna Vereshchuk menyebutkan bahwa pasukan Rusia masih menembaki kota Volnovkha yang terletak di wilayah Donestk Timur saat ini.

Padahal, wilayah tersebut merupakan jalur yang memungkinkan warga sipil untuk dapat melarikan diri dari pertempuran.

"Pada 11.45, Federasi Rusia mulai menembaki kota Volnovakha," ucap Iryna dalam sebuah video yang diunggah ke Facebook, dikutip CNN.

Ia menyebutkan bahwa sempat ada kesepakatan awal untuk membuka jalur kemanusiaan (evakuasi) di Volnovakha dan Mariupol.

Menurutnya, Rusia telah melanggar perjanjian yang dimediasi oleh Palang Merah. Dia menyebutkan, Rusia gagal memenuhi komitmen hingga akhirnya tetap menembaki kota Volnovakha.

"Kami menyerukan pihak Rusia untuk mengakhiri penembakan. Mengembalikan gencatan senjata," tambah dia.

Ukraina pun meminta agar proses gencatan senjata itu dapat dilakukan sehingga anak-anak, wanita dan orang lanjut usia dapat meninggalkan permukiman.

"Kami menghimbau kepada Federasi Rusia untuk memberi kesempatan pengiriman bantuan kemanusiaan dari Kota Dnipro dan Zaporizhzhia. Terutama, yang berupa obat-obatan dan makanan," tandas dia.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan gencatan senjata di sebagian wilayah Ukraina guna memungkinkan warga sipil untuk mengungsi ke wilayah aman. Kemenhan Rusia menyatakan telah menyepakati jalur evakuasi sipil dengan pihak Ukraina.

"Hari ini, 5 Maret, mulai pukul 10 pagi waktu Moskow, pihak Rusia mengumumkan rezim gencatan senjata dan membuka koridor kemanusiaan untuk keluarnya warga sipil dari Mariupol dan Volnovakha," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, dilansir dari CNN pada Sabtu (5/3).

Tujuan Serangan Militer
Sementara itu, Juru Bicara Rusia, Dmitry Peskov mengungkapkan tujuan operasi militer yang dilakukan negaranya ke Ukraina.

Menurut Peskov, penyerangan Rusia itu untuk membebaskan Ukraina dari ideologi Nazi.

Ia mengatakan, sejak kudeta pada 2014, Ukraina telah jatuh kepada pengaruh ideologi Nazi.

"Kami ingin melihat Ukraina demiliterisasi, kami ingin Ukraina bebas dari ideologi Nazi,” ujar Peskov pada kantor berita Rusia TASS, Sabtu (5/3).

Peskov juga menegaskan bahwa Rusia ingin status netral Ukraina ditetapkan dalam konsitutusinya.

Selain itu, Rusia juga ingin adanya jaminan bahwa senjata yang dapat mengubah keseimbangan keamanan di Eropa tak dapat disebarkan ke Ukraina.

Peskov juga menegaskan bahwa Rusia tak berniat untuk membuat Ukraina terbagi menjadi beberapa bagian.

Ia menegaskan, Rusia hanya ingin memastikan keamanan nasional mereka sendiri.

Peskov juga mengungkapkan bahwa sejak Rusia mengakui kedaulatan Donetsk dan Luhansk, mereka memiliki kewajiban terhadap kedua wilayah itu, khususnya terkait keamanan.

Oleh sebab itu, Peskov mengatakan, Rusia harus mengambil langkah untuk melucuti Kiev.

Pasalnya, mereka dianggap sebagai ancaman bagi keamanan Donetsk dan Luhansk.

Peskov juga menegaskan, Rusia sudah siap dengan apa pun reaksi Barat atas serangan ini, termasuk sanksi.

Menurutnya, Rusia sudah terbiasa dengan segala tindakan yang dilakukan Barat terhadap mereka.

Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda Rusia bakal menghentikan serangannya ke Ukraina.

Bahkan Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan operasi militer terus dilakukan setelah dirinya berbicara dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kamis (3/3).

Jatuhkan Sanksi
Singapura resmi menjatuhkan sanksi ke Rusia terkait invasi negara pimpinan Vladimir Putin itu ke Ukraina.

Kementerian Luar Negeri Singapura mengumumkan sederet sanksi yang akan dijatuhkan kepada Rusia, termasuk pembatasan ekspor komoditas strategis dan kebijakan finansial lainnya.

"Kami akan memberlakukan kontrol ekspor ke produk yang secara langsung bisa digunakan sebagai senjata untuk melukai atau menaklukkan Ukraina, serta barang-barang yang dapat berkontribusi pada operasi siber ofensif," kata Kementerian Luar Negeri Singapura lewat rilis seperti dikutip CNN, Sabtu (5/3).

Sejauh ini, Singapura menjadi negara Asia Tenggara pertama dan satu-satunya yang menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, meskipun tujuh dari 10 negara ASEAN sudah mengutuk langkah invasi ke Ukraina.

Setidaknya ada lima sanksi yang dijatuhkan Singapura ke Rusia.

Pertama adalah Bea Cukai Singapura akan menolak semua permohonan izin ke Rusia yang melibatkan semua barang yang terdaftar sebagai barang militer, elektronik, komputer, dan produk telekomunikasi dan "keamanan informasi".

Selain itu semua lembaga keuangan di Singapura dilarang melakukan transaksi atau menjalin hubungan bisnis dengan lembaga keuangan besar Rusia termasuk VTB Bank, VEB.RF, Promsvyazbank, dan Bank Rossiya.

Singapura juga melarang transaksi atau fasilitasi penggalangan dana untuk pemerintah Rusia dan bank sentral Rusia atau entitas apa pun yang dimiliki oleh mereka.

Singapura juga melarang penyediaan jasa keuangan di wilayah separatis Donetsk dan Luhansk di sektor transportasi, telekomunikasi, dan energi;

Sanksi terakhir adalah penyedia layanan token pembayaran digital dilarang memfasilitasi transaksi apa pun yang dapat membantu menghindari tindakan finansial ini.

Sebelumnya sudah banyak negara terutama di Eropa dan Amerika Serikat yang menjatuhkan sanksi ke Rusia terkait serbuan mereka ke Ukraina. Rusia sendiri mengaku tak gentar atas ragam sanksi yang dijatuhkan pada mereka.

Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan mengklaim akan diuntungkan dari sanksi ekonomi itu.

Selain sanksi ekonomi, sanksi di bidang olahraga juga dijatuhkan ke Rusia.

Putus dengan Rusia
UNESCO juga mengecam aksi invasi Rusia terhadap Ukraina. Mereka memperingatkan kerusakan budaya Ukraina dan memutuskan hubungan dengan museum Rusia.

Dirangkum detikTravel, Sabtu (5/3) Ukraina memiliki 7 Situs Warisan Dunia UNESCO, salah satunya adalah Katedral St Sophia dan bangunan yang berada di Ibu Kota Kiev.

"Kita harus menjaga warisan budaya ini, sebagai kesaksian masa lalu tetapi juga sebagai vektor perdamaian untuk masa depan," kata direktur jenderal UNESCO, Audrey Azoulay.

Audrey juga akan mengadakan pertemuan dengan pihak terkait untuk menandai secepat mungkin situs-situs bersejarah yang ada di Ukraina. Tanda ini diperlukan supaya mendapat pengakuan internasional dan mendapatkan perlindungan jika terkena konflik. UNESCO juga akan bertemu direktur museum Ukraina untuk menyelamatkan koleksi budaya dan museum di saat perang.

Tidak hanya UNESCO, Hermitage Amsterdam yang merupakan bagian dari Museum Hermitage Saint Petersburg, Rusia mengatakan, jika mereka akan memutuskan hubungan dengan Museum Hermitage.

"Dewan dan direktur kami telah memutuskan untuk memutuskan hubungan dengan State Hermitage Museum," kata museum dalam pernyataannya.

Langkah yang sama juga diambil oleh Swedish Academy,lembaga yang bertanggung jawab untuk Nobel Sastra. Mereka menentang tindakan Rusia, padahal mereka tahu lembaga ini tidak boleh membuat pernyataan politik.

Beberapa lembaga yang berhubungan dengan pendidikan dan kebudaya angkat suara karena serangan Rusia yang merusak fasilitas sipil termasuk sekolah. Salah satu yang terimbas adalah Universitas Nasional Karazin Kharkiv. (detikcom/Kompas TV/CNNI/d)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru