Jakarta (SIB)
Mal atau pusat perbelanjaan harus tutup sementara selama pelaksanaan PPKM Darurat. Penutupan sementara itu sudah berjalan lebih dari sepekan, pengusaha pun mulai merasakan sulitnya mempertahankan pusat perbelanjaan dengan beban biaya pajak dan listrik yang harus tetap dikeluarkan.
Menanggapi kondisi tersebut, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, untuk membantu masyarakat dan para pengusaha di masa PPKM darurat ini pemerintah sudah menyiapkan beberapa kebijakan.
"Untuk pengusaha mal, bersama beberapa sektor yang lain sudah ada pembahasan terkait insentif fiskal dan non fiskal, sedang proses di Kemenkeu (Kementerian Keuangan)," ujar Susiwijono dalam pesan singkatnya, Kamis (15/7).
Dia melanjutkan, selain mal beberapa sektor lain pun diwacanakan akan mendapatkan insentif dari pemerintah. Di antaranya yaitu sektor transportasi darat (penumpang dan barang), sektor transportasi udara (penerbangan), sektor pariwisata, sektor ekonomi kreatif dan lain-lain.
Bantuan yang direncanakan tersebut akan menambah jenis bantuan yang sudah ada sebelumnya, seperti bantuan untuk masyarakat melalui PKH, Kartu Sembako, BST, bantuan beras, subsidi listrik kartu pra kerja, UMKM dan bantuan insentif fiskal (PPh, PPN, PPnBM) bagi korporasi.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia ( APPBI ) Alphonzus Widjaja mengungkapkan kondisi mal atau pusat perbelanjaan semakin memburuk. Dia mengatakan, para pelaku usaha sudah tak memiliki dana cadangan karena terkuras habis selama tahun 2020 yang mana digunakan hanya sebatas upaya bertahan saja.
"Pendapatan pusat perbelanjaan merosot tajam. Pusat Perbelanjaan harus banyak membantu para penyewa untuk memberikan kebijakan dalam hal biaya sewa dan service charge dikarenakan mayoritas para penyewa tidak bisa beroperasi selama pemberlakuan PPKM Darurat," jelasnya.
Kemudian, di sisi lain kewajibannya kepada pemerintah tetap harus dipenuhi. Pusat perbelanjaan, kata dia, harus tetap membayar berbagai pungutan dan pajak atau retribusi yang dibebankan oleh pemerintah meskipun tutup atau beroperasi terbatas.
"(Listrik, gas) meskipun tidak ada pemakaian sekalipun namun harus tetap membayar tagihan karena pemerintah memberlakukan ketentuan pemakaian minimum. (PBB, pajak reklame) Pemerintah tetap mengharuskan untuk membayar penuh meski pemerintah yang meminta untuk tutup," ungkapnya.
Terancam PHK
Ledakan PHK disebutkan akan segera terjadi seiring dengan pemberlakuan PPKM Darurat. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai beberapa perusahaan sudah mulai berunding dengan serikat pekerja untuk melakukan PHK.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, selama sepekan terakhir, kabar itu makin banyak dilaporkan oleh para buruh. Apalagi opsi memperpanjang PPKM Darurat pun hangat dibicarakan.
Dia mengaku sudah menerima laporan soal perundingan efisiensi karyawan dari para buruh di industri komponen otomotif, peleburan besi, dan keramik.
"Seminggu lalu kami dapat informasi, sudah minta serikat kerja untuk efisiensi kurangi karyawan, memang belum semua mendapatkan keputusan," ungkap Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Kamis (15/7).
Sementara itu, selama pandemi Covid-19 berjalan, menurut Said Iqbal berbagai sektor usaha memang sudah melakukan PHK kepada para pekerjanya. Mulai dari sektor ritel, transportasi, hingga perhotelan.
"Kita bisa bayangkan situasi ini terjadi, akan ada ledakan PHK di depan mata kalau PPKM diperpanjang lagi," ujar Said Iqbal.
KSPI memprediksi ada ratusan ribu orang yang kehilangan pekerjaan bila PPKM Darurat dan kondisi krisis karena pandemi terus berlangsung. Menurutnya, pemulihan ekonomi harus dipercepat dengan menangani pandemi dengan baik.
"Akan terjadi ledakan PHK seberapa banyak ya sesuai dengan seberapa cepat pemulihan ekonomi dan lonjakan kasus ini. Kalau krisis terus, pandemi belum berakhir, KSPI prediksi ada ratusan ribu orang, apalagi kalau dilanjutkan PPKM Darurat ini," pungkas Said Iqbal.
Hindari PHK
Namun, pemerintah Jokowi tengah memikirkan langkah untuk mengatasi dampak turunan dari pandemi, seperti di sektor ketenagakerjaan. Pemerintah mengupayakan agar dampak tersebut bisa ditekan sebesar-besarnya. Salah satunya adalah dengan menyusun langkah untuk menghindari terjadinya PHK karyawan.
"Koordinator PPKM Darurat telah meminta Menteri Ketenagakerjaan untuk menerbitkan aturan mengenai penafsiran kerja dari rumah atau work from home (WFH)," ujar Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Dedy Permadi saat menyampaikan perkembangan terkini terkait dengan implementasi PPKM Darurat, Rabu (14/7).
Dedy menyebutkan, aturan tersebut bertujuan agar tidak terjadi perbedaan pandangan mengenai WFH. Termasuk di dalamnya terkait definisi dirumahkan, yang berpotensi berdampak pada pengurangan upah buruh dan pekerja. Kebijakan itu diambil dengan pertimbangan banyak pekerja yang terancam mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan.
"Saat ini pemerintah sedang dengan serius menyusun langkah-langkah untuk menghindari PHK karyawan dan di saat yang bersamaan menyelamatkan perusahaan," ujar Dedy.
Selain itu, masih terkait ketenagakerjaan, dalam rangka mendukung pelaksanaan PPKM Darurat yang efektif, Menteri Ketenagakerjaan telah mengeluarkan surat edaran tentang pelaksanaan protokol kesehatan di tempat kerja.
"Surat edaran meliputi upaya vaksinasi, pengadaan masker dan perlengkapan kesehatan, penyediaan sarana isolasi mandiri, dan hal lainnya yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanganan Covid-19 di tempat kerja," ujar Dedy. (detikfinance/Merdeka/f)