Jakarta (SIB)
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan korupsi masih menjadi 'bisul' dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA). Hal itu juga tidak luput dalam pengelolaan keuangan daerah ataupun negara.
Hal itu disampaikan Alex saat acara dialog dengan sekitar 30 aktivis dan pegiat di bidang sumber daya alam, perlindungan masyarakat adat, demokrasi, hak asasi manusia, dan perempuan. Acara itu digelar di Jayapura, Minggu (21/11).
"Tapi, korupsi masih menjadi bisul dalam pengelolaan sumber daya alam maupun pengelolaan keuangan. Baik keuangan daerah maupun keuangan negara. Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi?" kata Alex dalam keterangan yang diterima, Senin (22/11).
Dengan itu, Alex mengajak para pegiat sumber daya alam untuk turut mengedepankan prinsip antikorupsi. Dia mengatakan, korupsi dapat memperburuk kemajuan sumber daya alam.
"KPK dalam pelaksanaan tugasnya selalu mengajak seluruh elemen bangsa untuk mari kita bersama-sama perbaiki bangsa dan negara kita. Kita masih terpuruk karena korupsi," kata Alex.
Selanjutnya dia memaparkan data yang menempatkan Indonesia masih dalam kategori negara korup. IPK tahun 2020, sambungnya, dengan skor 37 menempatkan Indonesia pada peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Padahal, menurutnya, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk sejahtera dengan kekayaan alam yang melimpah.
Alex juga mengajak peserta yang hadir untuk terus melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Alex paham bahwa KPK memang membutuhkan peran masyarakat dalam memberantas perilaku koruptif
"Jangan sampai para pejabat negara tersebut merasa tidak ada yang mengawasi. Maka, mari kita bersama-sama lakukan yang terbaik setidaknya di daerah di mana kita tinggal," ucapnya.
Selain itu, Alex menyampaikan, sebagai organisasi masyarakat sesungguhnya memiliki peran yang strategis untuk melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat. Menurutnya, kekayaan alam yang melimpah seharusnya dinikmati yang pertama adalah oleh masyarakat setempat. Namun dia menyadari kenyataannya adalah ketika masyarakat setempat belum mampu untuk mengelola kekayaan alam tersebut, maka hanya sebatas potensi yang tidak menghasilkan apa pun.
Lebih lanjut Alex menyarankan agar masyarakat mengambil peran dalam meningkatkan literasi, pemahaman, dan pemberdayaan masyarakat supaya dapat menjadi bagian yang berperan aktif dalam pembangunan di daerah.
Dia mencontohkan bagaimana biaya ganti rugi yang diterima masyarakat hanya berakhir menjadi konsumsi yang konsumtif dan habis dalam waktu singkat. Namun, jika diberi pemahaman, menurutnya, dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih produktif yang dapat menopang kesejahteraan masyarakat.
"Kalau tidak diberdayakan, maka masyarakat setempat hanya menjadi penonton. Ketika alamnya dieksploitasi, masyarakat hanya akan menderita banjir," jelasnya.
Menurut Alex, pendidikan antikorupsi penting demi meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Mengutip pernyataan Nelson Mandela, katanya, pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Atas dasar tersebut, Alex memandang strategi pendidikan sama pentingnya dengan dua pendekatan lainnya, yaitu pencegahan dan penindakan sebagai strategi pemberantasan korupsi yang harus dilakukan secara terintegrasi.
Melalui strategi pencegahan, KPK melakukan perbaikan sistem untuk mencegah orang korupsi. Namun dia juga memastikan pihaknya akan tetap tegas menindak pejabat yang masih mencari celah korupsi.
"Kita ingin anak-anak didik kita untuk menjadi generasi yang berintegritas. Ketika masuk dunia kerja, tidak ingin korupsi," ujarnya.
Hadir dalam dialog tersebut pimpinan organisasi kemasyarakatan Yayasan Instia (Kayu Besi), Yayasan KIPRA, World Wide Fund for Nature (WWF), Yayasan Lingkungan Hidup, FOKER Papua, Aliansi Demokrasi untuk Papua, Yayasan Anak Dusun Papua, Papuan Voices, Swara Papua, KPKC GKI di Tanah Papua, Walhi Papua, PPMA, JERAT, serta Budget Resource Center Papua dan Papua Barat. (detikcom/d)