Jakarta (SIB)
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, dan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono memberi kritik untuk pemerintahan pada era kepemimpinan Presiden Jokowi.
Kritik itu terkait pembangunan jalan, kesejahteraan masyarakat, penegakan hukum, dan demokrasi di tanah air. Hal itu diungkap ketiga tokoh tersebut dalam acara Milad ke-21 PKS di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5).
Menurut Anies, pembangunan infrastruktur jalan di era pemerintahan Jokowi untuk menghubungkan mobilitas penduduk dan menggerakkan roda perekonomian masyarakat lebih sedikit dibandingkan era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Jalan nasional, provinsi, atau kabupaten terbangun 19 ribu KM di pemerintahan ini. Kalau saya bandingkan dengan pemerintahan zaman Pak SBY, jalan tak berbayar (sepanjang) 144 ribu KM atau 7,5 kali lipat," ujar Anies.
Dia juga membandingkan pembangunan jalan nasional pada era pemerintahan Jokowi. SBY berhasil membangun sepanjang 11.800 KM alias 20 kali lipat dari pada Jokowi yang hanya membangun 590 KM.
"Kita belum bicara mutu, standar dan lain-lain. Kita baru bicara panjang," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, JK juga mengritik pembangunan jalan pada era Jokowi yang rusak di beberapa kota, seperti Lampung, Jambi, hingga Makassar.
Ia memandang Jokowi lebih masif melakukan pembangunan jalan tol yang dipersepsikan 'hanya untuk orang-orang beruang'. Menurutnya, hal itu merupakan ketidakadilan untuk rakyat.[br]
"170 ribu KM jalan di Indonesia rusak, itu data BPS. Artinya orang menganggap, kalau mau jalan baik hanya orang mampu yang bisa dapat. Itu ketidakadilan untuk rakyat," kata Jusuf Kalla.
Dilihat dari pendapatan per kapita, JK mengatakan Indonesia sudah mencapai kesejahteraan. Namun, hal itu belum cukup jika dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
"Belum cukup dibanding negara-negara sekitar kita. Singapura jauh, Malaysia jauh. Vietnam akan lebih baik lagi daripada kita," ucapnya.
Kemudian, AHY menyoroti soal sistem penegakan hukum di Indonesia yang merosot tajam. Ia menilai hukum di Indonesia tumpul ke kawan, tajam ke lawan.
"Banyak yang merasakan praktik penegakan hukum yang seolah tajam ke bawah, tumpul ke atas, tajam ke lawan tumpul ke kawan," ujar AHY.
Anak sulung SBY itu menilai kualitas demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran. Ia mengibaratkan kondisi rakyat saat ini seperti berada di jurang yang akan jatuh dalam waktu dekat.
"We are on the verge of a serious democratic regression. Seperti di jurang. Sebentar lagi kita jatuh ke dalam demokrasi yang makin mundur ke belakang," tuturnya.
Lebih Baik Ibas
Sementara itu, Sekretaris Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres PDIP Deddy Yevri Sitorus menilai Ketum Partai Demokrat AHY masih ingusan dalam berpolitik. Menurutnya, adik AHY yakni Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas justru jauh lebih baik.
Hal itu dia ucapkan untuk menyoroti kritik AHY dalam acara Milad ke-21 PKS di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (20/5). AHY mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi terkait penanganan hukum dan demokrasi Indonesia yang berada di pinggir jurang.
"Lebih baik Ibas yang sudah terbukti berkali-kali terpilih di DPR. Sehingga (Ibas) lebih bijak mengutarakan pendapat," ujar Deddy.
Ia menilai kritik AHY seperti seorang buzzer, bukan seorang ketua umum partai politik.
"Hal ini bisa dipahami karena dia masih anak ingusan dalam politik," katanya.
Ia juga merespons pidato AHY yang menilai kritikus di era pemerintahan Jokowi kerap dianggap sebagai musuh negara. Menurutnya, hal tersebut tidak benar.[br]
"Buktinya, media massa, televisi, media cetak bahkan medsos dipenuhi dengan orang-orang yang melakukan kritik terhadap pemerintah setiap hari," tuturnya.
Deddy menerangkan orang-orang yang akhirnya berurusan dengan hukum saat mengkritik, melakukan pelanggaran UU, baik KUHP, UU ITE, dan undang-undang lainnya.
Selain itu, dia juga menyoroti soal pernyataan AHY terkait hukum di Indonesia yang tumpul ke kawan dan tajam ke lawan. Ia juga menampik adanya penanganan hukum yang tak adil itu.
Hal itu lantaran sudah ada tiga menteri pendukung pemerintahan Jokowi yang masuk penjara karena perkara hukum.
"Sudah ada tiga menteri yang berasal dari partai-partai pendukung pemerintah masuk penjara karena kasus hukum, apakah dia buta dan tuli?" kata dia.
Dia juga menilai semua orang dari kalangan pendukung Jokowi yang berhadapan dengan hukum akan tetap diproses. Mulai dari level jendral TNI-Polri, Mahkamah Agung, Dirut BUMN dan lembaga negara lain. (CNNI/d)