Jakarta (SIB)
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyebutkan saat ini marak fenomena ASN atau pegawai negeri sipil (PNS) bercerai. KASN meminta ASN yang ingin bercerai harus meminta izin dan atasan atau instansi ASN tak langsung mengizinkan.
"Hampir tiap minggu mendapat laporan dari masyarakat, tentang masalah rumah tangga PNS. Di kabupaten dan kota, perceraian menjadi sangat tinggi, yang paling fenomenal PNS wanita ceraikan suaminya, lagi ngetren sekali," kata Asisten KASN, Pangihutan Marpaung, dalam webinar KASN 'Perselingkuhan ASN: Cinta Terlarang, Masalah Menghadang', Rabu (30/8).
Marpaung menyampaikan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 juncto PP 45 Tahun 1990 tentang Izin Pernikahan dan Perceraian bagi PNS.
Menurut Marpaung, PNS tidak bisa serta merta bercerai. Ada beberapa syarat kondisi PNS bisa mengajukan perceraian.
"Ada syaratnya, tidak ujug-ujug PNS. PNS punya aturan kalau PNS mau bercerai, contoh salah satu pihak berbuat zina, salah satu menjadi pemabuk, pemadat, perjudian yang sukar disembuhkan," katanya.
"Atau salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin, tanpa alasan sah, dan tanpa memberikan nafkah lahir batin," ucapnya.
Namun, menurut Marpaung, banyak ASN yang tidak izin bercerai. Hal itu dianggap melanggar aturan dan akan ada sanksi.
"Ada beberapa teman-teman PNS perceraian tanpa izin instansinya, langsung ke pengadilan. Ini yang kita sampaikan ke PNS, kalau mau perceraian, ada syaratnya," katanya.
Marpaung meminta atasan PNS tidak langsung menyetujui permohonan izin bercerai.
"Tidak serta-merta, PNS lakukan izin perceraian, instansi harus mengabulkan, tidak. Bisa dikabulkan bisa tidak, apalagi bertentangan dengan ajaran agama," katanya.
Damaikan
Marpaung berbicara soal pencegahan ASN untuk bercerai. Beberapa hal bisa dilakukan, seperti mengingatkan soal gaji ASN pria akan dibagi dengan mantan istri.
"Salah satu mencegah, sampaikan, bagi PNS pria, yang akan menceraikan, nanti kalau sudah putus pengadilan, gaji bagi tiga kalau punya anak, bagi dua kalau tidak punya anak. Selama mantan istri belum menikah lagi," katanya.
Selain itu, KASN berharap ASN yang ingin bercerai, didamaikan dengan pasangannya. Bisa dibentuk tim untuk memediasi pasangan yang akan bercerai.
"Angka perceraian semakin tinggi, perlu kita siasati, Mohon kita laksanakan amanat PP ini. Ada dua tahap mediasi untuk merukunkan, kalau ada PNS akan bercerai, bentuk tim perceraian," katanya.
Menurut Marpaung, tim tersebut bisa mengumpulkan foto atau kenangan-kenangan pasangan yang akan bercerai. Harapannya, ketika melihat benda-benda itu, maka tak jadi bercerai.
"Kalau kita sentuh sisi sosialnya, dia akan kembali, akan berpikir ulang lagi untuk bercerai," katanya.
Secara khusus, dalam pasal 8 aturan tersebut disebutkan apabila PNS pria mengajukan perceraian maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk membiayai kehidupan mantan istri serta anak-anaknya. Namun hal ini tidak berlaku untuk PNS wanita yang menceraikan suaminya.
"Ini memang di PP (nomor) 10 (tahun 1983) juncto PP (nomor) 45 (tahun 1990), di sini kalau (perceraian terjadi atas) kehendak pria, itu memang harus membagi gaji. Sepertiga untuk anak dan sepertiga untuk mantan istrinya," jelas Pangihutan.
Lebih lanjut Pangihutan menegaskan bahwa pembagian gaji yang dimaksud bukan hanya gaji pokok, melainkan seluruh penghasilan PNS (gaji dan seluruh tunjangannya).
"Di peraturan ini gaji itu bukan hanya gaji pokok, semua penghasilan. Oleh karena itu mungkin kalau disampaikan ini ke teman-teman PNS pria yang akan menceraikan istrinya, dia akan mikir ini," pungkasnya.
Pemberian pembagian gaji ini sendiri tidak dilakukan PNS yang bersangkutan, namun melalui bendaharawan gaji di Kementerian/Lembaga (K/L) tempat yang bersangkutan bertugas. Artinya sebagian gajinya ini akan langsung dipotong oleh K/L untuk dikirim ke mantan istri dan anak.
"Jelas di aturan ini disampaikan bahwa pembagian gaji itu bukan si suami yang mentransfer, bukan. Langsung bendaharawan gaji yang mentransfer ke mantan istrinya dan anaknya," ungkap Pangihutan.
Bila PNS yang bersangkutan menolak atau tidak ingin membagi gajinya sesuai aturan yang berlaku, maka ia dapat dikenakan sanksi hukuman disiplin berat.
Jenis hukuman disiplin berat yang dimaksud dapat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. (detikfinance/d)