Jakarta (SIB)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan beberapa indikator dalam temuan transaksi janggal peserta Pemilu 2024. Mulai dari calon legislatif (caleg) hingga dana luar negeri ke partai politik belum tentu tindak pidana.
Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah menyatakan salah satu indikatornya yaitu adanya transaksi meningkat secara signifikan dalam waktu yang singkat di luar kebiasaan.
"Dapat diketahui bahwa indikatornya adalah nama pihak serta profile transaksinya yang cenderung meningkat signifikan dalam waktu sempit di luar kebiasaan (profile) yang bersangkutan," kata Natsir dalam keterangan tertulis, Sabtu (13/1).
Natsir menyebut, temuan PPATK harus disampaikan dalam rangka mendukung KPU dan Bawaslu dalam menjalankan amanah UU Pemilu. Hal itu juga sesuai dengan MoU antara PPATK dan KPU serta Bawaslu.
"Kami tidak mengarah pada substansi politiknya, tapi lebih kepada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme yang potensinya juga ada pada kontestasi politik," ujarnya.
PPATK mengaku tetap mendukung asas praduga tidak bersalah. Oleh sebab itu kata dia, PPATK menyerahkan kepada Bawaslu untuk menangani informasi yang disampaikan.
"Mengingat pelaku transaksi adalah pihak yang disampaikan oleh KPU kepada PPATK," kata dia.
Dia menyebut pengumuman PPATK sifatnya agregat, umum, dan hanya indikasi sesuai dengan statistik berdasarkan data pelaporan yang kami terima dari Pihak Pelapor.
"Tidak ada nama-nama spesifik karena itu dilindungi oleh UU terkait dengan prinsip-prinsip kerahasiaan transaksi," tuturnya.
Sebelumnya, PPATK mengungkap temuan sejumlah aliran dana terkait kegiatan politik menjelang Pemilu 2024.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan transaksi keuangan ini melibatkan politikus hingga calon anggota legislatif (caleg) dari sejumlah partai politik.
Ivan menyebut pihaknya juga menemukan aliran dana dari luar negeri ke beberapa politikus. Selain itu, ada juga aliran uang dari mereka ke luar negeri.
"Pada 2022 orangnya sudah dilaporkan walaupun dia belum menjadi DCT. Dia sudah dilaporkan ke PPATK. Nah, 2023 kemudian berkembang begitu menjadi DCT, laporannya naik menjadi 39.409 laporan DCT," katanya di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu (10/1).
Klarifikasi
PPATK juga mengklarifikasi isu 36,67 persen uang proyek strategis nasional (PSN) masuk kantong Aparatur Sipil Negara (ASN) dan politisi bukan dari seluruh proyek, melainkan hanya satu PSN.
Natsir Kongah menyebut, penyelewengan dana itu saat ini tengah ditangani aparat penegak hukum (APH).
"Pemahaman dan pernyataan bahwa kasus tersebut adalah terkait dengan PSN secara keseluruhan adalah tidak benar. Narasi dalam Refleksi Akhir Tahun 2023 PPATK tidak dapat ditafsirkan sebagai korupsi pada seluruh proyek PSN," kata Natsir.
"Secara singkat, kami sampaikan bahwa 36,67 persen itu adalah terhadap satu modus kasus yang saat ini sedang ditangani oleh penegak hukum," tegasnya.
Natsir mengatakan temuan itu dilaporkan kepada publik sebagai bukti kinerja PPATK. Menurutnya, pihaknya dan APH perlu menjaga upaya pemerintah mempertahankan akuntabilitas dan tata kelola anggaran negara.
Harapannya, proyek-proyek pemerintah, terutama dalam skema PSN bisa berjalan secara optimal bagi kepentingan masyarakat luas.
Sebelumnya isu ini mencuat ketika Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan 36,67 persen dana PSN dipakai untuk kepentingan pribadi dalam Refleksi Akhir Tahun 2023.
Lalu, 36,81 persen lainnya masuk ke rekening subkontraktor untuk kegiatan operasional pembangunan.
Berdasarkan pemeriksaan mendalam, PPATK mencatat transaksi yang tidak terkait pembangunan proyek itu teridentifikasi mengalir ke pihak dengan profil, seperti ASN dan politisi. Uang itu dibelikan aset dan diinvestasikan ke sejumlah instrumen oleh para pelaku.
Pernyataan PPATK pada Rabu (10/1) itu membuat gaduh publik. Pasalnya, jika temuan itu menyangkut keseluruhan PSN maka jumlah uang negara yang 'ditilep' oknum cukuplah besar.
Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang dipaparkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah sudah menyelesaikan 190 PSN dengan total nilai investasi mencapai Rp1.515,4 triliun.
Jika 36,67 persen adalah data dari keseluruhan PSN, maka uang negara yang masuk ke kantong ASN hingga politisi mencapai Rp510,23 triliun.
Hari ini PPATK sudah meluruskan pernyataan mereka sebelumnya, meski Ivan Cs tak menyebutkan nama PSN yang bermasalah.
Belum Tentu Tindak Pidana
PPATK juga menegaskan temuan soal transaksi janggal menjelang Pemilu 2024, mulai dari transaksi calon legislatif (caleg) hingga dana luar negeri ke partai politik, belum tentu tindak pidana.
Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan data yang dirilis dalam Refleksi Akhir Tahun 2023 PPATK pada Rabu (10/1) merupakan bagian dari upaya pencegahan, serta mendukung kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Secara keseluruhan, PPATK dalam penyampaian Refleksi Akhir Tahun 2023 tidak pernah menyampaikan indikasi tindak pidana atas transaksi-transaksi yang tertuang dalam statistik PPATK," kata Natsir.
"Statistik PPATK tidak dapat ditafsirkan sebagai telah terjadi tindak pidana, kecuali telah diputuskan oleh pihak berwenang, misal KPU, Bawaslu, atau aparat penegak hukum (APH)," katanya menegaskan.
Natsir menjelaskan data statistik temuan PPATK berdasarkan pada pihak serta profil transaksi yang cenderung meningkat signifikan dalam waktu singkat. Meski begitu, ia menekankan tetap mendukung asas praduga tidak bersalah.
Oleh karena itu, PPATK menyerahkan temuan tersebut kepada Bawaslu. Pasalnya, pelaku transaksi mencurigakan itu adalah pihak yang disampaikan KPU kepada PPATK.
PPATK menyebut pengumuman yang dibuat bersifat agregat, umum, dan hanya indikasi sesuai dengan statistik berdasarkan data pelaporan yang diterima dari pelapor.
Dia juga menekankan tidak ada nama-nama spesifik yang diungkap ke publik karena dilindungi prinsip kerahasiaan transaksi.
"Bahwa transaksi yang disampaikan kepada APH terkait dengan berbagai macam dugaan tindak pidana tersebut adalah mengenai kasus di mana dalam Hasil Analisis patut diduga keterlibatan pihak-pihak dalam tindak pidana tertentu. Sehingga berdasarkan Hasil Analisis dapat diduga bahwa terdapat hasil tindak pidana digunakan pihak-pihak yang baik langsung ataupun tidak langsung terkait kontestasi pemilu," jelasnya.
"Sedangkan informasi yang disampaikan kepada Bawaslu adalah terkait dengan dugaan pelanggaran atau pidana pemilu. Semuanya tetap dengan koridor praduga tidak bersalah, oleh karenanya kami hanya sampaikan sebatas statistiknya saja dan tidak dapat membuka nama ataupun detail pihak-pihak terkait," ucap Natsir.
PPATK menegaskan temuan ini sama sekali tidak mengarah pada substansi politik, meski diungkap menjelang Pemilu 2024.
Mereka menekankan ini adalah upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hingga pendanaan terorisme yang juga berpotensi menjangkiti kontestasi politik di Indonesia.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkap temuan transaksi mencurigakan yang dilakukan daftar caleg tetap (DCT) Pemilu 2024, yang dianalisis sepanjang 2022-2023. Hasilnya, ada transaksi mencurigakan sebesar Rp51,4 triliun dari penelusuran 100 caleg tersebut.
Selain itu, Ivan melaporkan ada 100 caleg yang menyetor dana di atas Rp500 juta ke atas dengan nilai total Rp21,7 triliun. Di lain sisi, ada 100 caleg yang melakukan penarikan uang sekitar Rp34 triliun. PPATK juga menemukan penerimaan dana senilai total Rp195 miliar dari luar negeri oleh bendahara 21 partai politik sepanjang 2022-2023. (CNNI/c)