Subulussalam (SIB)
Krisman Saragih dan rombongan, di antaranya Ranto LB Sinurat, Senin (3/8) menyusuri makam Syekh Hamzah Fansyuri di Kampong Badar, Rundeng, Subulussalam. Perjalanan darat lebih tujuh jam dari Medan disambut hujan dan angin punya kesan tersendiri.
Kompleks makam yang rapi serba putih. Pada makam utama cendekiawan, ulama tasawuf, sastrawan dan budayawan terkemuka yang diprakirakan hidup di abad ke-16 sampai awal ke-17 itu ada makam sahabatnya.
Beda dengan peziarah lain yang punya agenda khusus, Krisman Saragih ingin menyusur syair dari pujangga yang tercatat di banyak negara dunia tersebut. Batu nisan kepala pada makam tersebut berbentuk segi 6 dengan ketinggian 90 cm. Pada bagian atas terdapat hiasan berbentuk bulan dengan diameter 120 cm. Bagian bawah berukuran lebih kecil dibandingkan bagian atas. Batu nisan bagian kaki bentuknya petak juga mengembang seperti gambar di atas.
Dalam khazanah susastra, Syekh menjadi batu penjuru. A Teeuw menyebut Hamzah Fansyuri sebagai penyair pertama Nusantara dengan kekayaaan ajaran-ajarannya.
Syekh dinilai berhasil meletakkan dasar-dasar puitika dan estetika Melayu. Dasar-dasar puitika tersebut terukir dalam syair-syair Hamzah Fansyuri yang diketahui tidak kurang 32 untaian. Syair tersebut digolongkan sebagai syair Melayu pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu, yaitu sajak empat baris dengan pola bunyi akhir a-a-a-a pada setiap barisnya.
Pengakuan atas karya tersebut terbukti dengan anugerah Bintang Budaya Parama Dharma yang diserahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Selasa, 13 Agustus 2013.
Sampai di kompleks makam tersebut mengikis ingatan Krisman Saragih pada sang penyair yang pernah disebut memiliki kelebihan yang tidak terjangkau pikiran awam.
Dalam sejumlah cerita, ada beberapa pendapat versi pemakamannya. Yang pertama di Desa Oboh, Kecamatan Rundeng, Kota Subulussalam. Di kompleks yang berada sekitar 14 kilometer dari Kota Subulussalam, Aceh Selatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sidikalang, Sumatera Utara itulah Krisman Saragih berada.
Konon, makam satunya lagi berada di Desa Ujung Pancu, Kecamatan Pekan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Namun menurut cerita yang diturunkan dari generasi ke generasi, Syekh Hamzah Al Fansyuri pernah tinggal di kedua tempat itu dan meninggalnya pun di klaim berada di kedua tempat tersebut. Makam lainnya, konon berada di Langkawi, Malaysia. Pendapat terakhir mengatakan, makam Hamzah Fansuri berada di Makkah.
Makam di Desa Oboh yang juga terkenal dengan sebutan makam Mbah Oboh dengan pengakuan pemerintah. Sebelum masuk ke kompleks, ada tatengger dari pemerintah mengenai makam sebagai Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala. (t/R10/d)