Jakarta (harianSIB.com)
Indonesia dan Tiongkok sepakat menerapkan penggunaan mata uang
lokal (Local Currency Settlement/LCS) dalam perdagangan bilateral kedua negara. Penggunaan LCS diperkirakan mampu meningkatkan daya saing Indonesia, khususnya kinerja ekspor Indonesia ke Tiongkok dan mengurangi ketergantungan pada mata uang dolar.
Hal ini ditegaskan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Kasan, saat membuka acara webinar dialog kebijakan “Gambir Trade Talk ke-1â€, Kamis (5/8/2021).
Webinar bertajuk “Implikasi Penerapan Local Currency Settlement (LCS) Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT)†dimoderatori Direktur Pusat Pengkajian Kerja Sama Perdagangan Internasional Reza Pahlevi Chairul.
“Implementasi LCS merupakan upaya dalam mengurangi ketergantungan terhadap mata uang Dolar Amerika Serikat (USD) sebagai penyelesaian transaksi dan meningkatkan efisiensi biaya transaksi,†lanjut Kasan.
Ia membeberkan Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia dan volume perdagangan kedua negara terus mengalami peningkatan. Pada 2020, total nilai perdagangan kedua negara mencapai USD 71,4 miliar.
“Saat ini Tiongkok merupakan tujuan utama ekspor terbesar Indonesia dengan pangsa lebih dari 20 persen. Pada 2020 nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai USD 31,78 miliar atau 19,46 persen dari total nilai ekspor Indonesia. Sementara pada Semester I 2021 ekspor Indonesia ke
Tiongkok mencapai USD 22,45 miliar atau 21,82 persen dari total ekspor Indonesia,†imbuh Kasan.
Sementara Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno memaparkan potensi dan manfaat kerja sama LCS Indonesia-Tiongkok. Dunia usaha sangat antusias dan mendorong implementasi LCS yang diyakini akan menguntungkan pelaku usaha. Sejak dua tahun terakhir, Apindo telah menjalin pertukaran gagasan dengan Bank Indonesia, perbankan Indonesia, dan pelaku usaha.
“Diharapkan Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas swab Rupiah dan RMB baik secara kesepakatan langsung maupun lelang. Apindo mendorong anggotanya untuk menggunakan RMB sebagai mata uang utama untuk transaksi perdagangan antara Indonesia dan Tiongkok,†ujar dia.
Sedangkan Corporate Marketing Director Bank of China Handojo Wibawanto mengutarakan implikasi penerapan LCS memiliki dampak yang positif. Dengan implementasi LCS, ke depan dapat meningkatkan kerja sama perdagangan dan ekonomi Indonesia dan Tiongkok secara lebih erat. Bank of China menyambut baik kerjasama yang telah terjalin antara Bank Indonesia dengan Bank of China dalam implementasi LCS.
Direktur PT Bank ICBC Indonesia Liu Hongbo mengemukakan, LCS secara efektif dapat mengurangi tingkat resiko nilai valuta asing serta dapat melindungi eksportir dan importir. “ICBC Indonesia secara aktif berkontribusi terhadap perkembangan LCS. Termasuk dalam kesepakatan bilateral Indonesia dengan Tiongkok, khususnya perdagangan dan investasi,†tuturnya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menambahkan, dalam implementasi LCS terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. LCS hanya efektif jika biaya transaksi pertukaran antara satu mata uang dengan uang lainnya cukup rendah.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan People’s Bank of China terkait LCS pada 22 September 2020. MoU LCS merupakan upaya kedua negara mitra dagang mendorong implementasi penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi kedua negara.
Sebelum dengan Tiongkok, Indonesia sudah memiliki kesepakatan pembayaran menggunakan skema LCS dengan beberapa negara lainnya seperti Thailand, Malaysia, dan Jepang. (*)