Medan (SIB)- Luas lahan atau perkebunan kopi di Sumut menciut dari semula 82.895 hektare pada 2014, menjadi 59.815 hektare pada 2016 lalu.
Praktisi bisnis kopi, Maranti Tobing yang memproduksi dan mengekspor kopi 'Tobing Estate' jenis Arabika menyebutkan, salah satu penyebab menciutnya lahan-lahan perkebunan kopi di Sumut adalah minimnya penyuluhan dari berbagai pihak, terutama pemerintah, tentang prospek dan bisnis kopi yang sebenarnya sangat menjanjikan, baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang.
"Lahan kebun kopi di daerah ini (Sumut) memang terus menciut walaupun produksinya masih terbilang stabil pada kisaran 50.000-an ton hingga 55.000 ton per tahun. Pemerintah memang perlu terus memotivasi rakyat agar berminat kembali ke bisnis kopi. Sayang, kalau popularitas kopi Sumut seperti kopi Lintong atau kopi Sidikalang dan lainnya, tidak dibarengi minat perluasan lahan kopi. Padahal, banyak lahan kosong atau lahan nganggur di daerah yang potensial untuk tanaman kopi," katanya kepada pers di Medan, Rabu (19/9).
Dia mengutarakan hal itu di satu hotel sekitar Bandara Kualanamu, sesaat akan berangkat ke Bandung, ketika menanggapi ekspos kopi Arabika Sumatera Lintong sebagai salah satu kopi terbaik di dunia (SIB 19/9). Produk kopi Lintong (cap Rajawali) yang mayoritas memang jenis kopi Robusta itu, sejak dulu memang sudah terkenal di mancanegara seperti halnya popularitas Kopi Sidikalang dulunya.
Soalnya, ujar Maranti yang juga pengusaha hotel wisata di Pulau Samosir itu, negara-negara di Eropa makin meningkatkan impor kopi dari Indonesia. Namun di beberapa negara konsumsi kopi asal Indonesia disebutkan menurun akibat rambahan produk kopi dari beberapa negara produsen lainnya.
Dia menegaskan, kopi Robusta asal Sumut dengan merek Kopi Lintong atau Kopi Sigararutang dari Taput, atau Kopi Sidikalang dari Dairi, hingga kini masih unggul di kalangan konsumen Eropa. Namun, volume ekspor kopi dari Sumut dominan ke negara Amerika dan Asia seperti AS, Jepang, Korea dan Pakistan. Hingga kini, dari 11 daerah produsen kopi di Sumut, Taput, Dairi dan Simalungun masih terposisi 3 besar produsen kopi dengan volume produksi rata-rata per tahun 11.000-an ton, 10.000-an ton dan 9.000-an ton, disusul Karo 7.000-an ton dan Humbanghasundutan 6.000-an ton.
"Ketika Samosir masih wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, produk Kopi Lintong jenis Arabika kini berkembang di Provinsi Jawa Barat dengan sebutan 'Kopi Jabar' atau East Java Coffee. Itu sebabnya produksi dan bisnis kopi asal Taput ini berkembang di Bandung, apalagi setelah ekspornya ke Singapura meningkat terus," katanya sembari menunjukkan contoh poduk kopi merek 'Tobing Estate' jenis dari Lintong-Taput melalui WA-ponselnya.
Data diperoleh SIB dari BPS Pusat dan Kemdag RI menunjukkan, ada 50-an negara yang menjadi tujuan ekspor kopi dari Indonesia selama ini, yang dominasi konsumen dari negara-negara Eropa seperti Inggris, Italia, Jerman dan Belanda, disusul konsumen Amerika (USA) dan Asia seperti Jepang dan Singapura untuk kawasan Asia. Komposisi produk antara kopi Arabika dan Robusta saat ini 70 banding 30, karena tanaman kopi Arabika tumbuh dan berkembang di lahan dataran tinggi dan kopi Robusta di lahan dataran rendah. (A04/h)