Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 13 Juni 2025

Cegah Cerai, Perempuan Perlu Mandiri tapi Jangan Superego

- Minggu, 23 Februari 2014 18:56 WIB
976 view
Cegah Cerai, Perempuan Perlu Mandiri tapi Jangan Superego
SIB/Ist
Dr Rointan Simanungkalit SPK (K)
Medan (SIB)- Kepala Pengadilan Agama Medan Noer Hudlrien mengungkapkan, terjadi peningkatan gugatan cerai yang didominasi dilakukan istri. Di ibu kota Sumut, tahun 2011 kasus perceraian yang terjadi mencapai 1.900 kasus. Jumlah ini jauh lebih banyak dibanding tahun 2010 yang berjumlah 1.300. Di tahun 2012, sampai pertengahan Februari ini, kasus yang tengah ditangani Pengadilan Agama Medan mencapai 321 kasus. “Dari perkara yang masuk, justru ada kecendrungan istri yang mengajukan perceraian. Persentasenya 60 : 40!"

Menanggapi fenomena itu Dr Rointan Simanungkalit SpK (K) memprediksi, gejala perempuan menggugat cerai tersebut tak terlepas dari upaya memandirikan kaum Hawa. “Perempuan perlu mandiri tapi jangan superego,” tandas istri Marnix sahata Hutabarat MBA saat rapat Pesta Bona Taon Pomparan Sirajanabarat Anak/Boru di Sekretariat Panitia Jalan DI Panjaitan (d.h.) Sei Ular depan Lapangan Gaja Mada. “Kalau perempuan sadar akan haknya sebagai istri bukan alasan menggugat cerai!”

Menurut Psikolog Frederik Dermawan Purba yang dosen di Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran, Bandung, ada beberapa hal yang menyebabkan gugatan cerai lebih banyak dilakukan wanita. Salah satunya adalah mereka kini lebih mandiri terutama soal finansial. "Sekarang perempuan bekerja, punya penghasilan, kalau bertengkar dan tidak cocok langsung cerai!"

 Rointan Simanungkalit pun tak dapat menerima alasan cerai karena soal finansial. Menurutnya, sebagai hambaNya yang mengaku adanya Sang Kuasa, segala persoalan harus diserahkan padanya. “Ingat bahwa apa yang sudah dipersatukanNya, tak dapat dipisahkan oleh manusia,” tandasnya sambil mengurai nats Matius 19:1-10 dan Markus 10: 1-12.

Perempuan yang sudah melalui biduk rumah tangga selama 24 tahun itu menyarankan kiranya  lembaga peradilan yang dapat memisahkanhubungan suami-istri, tidak bersifat pasif atau hanya menerima perkara saja. Menurutnya, pemerintah punya lembaga resmi yang berperan untuk menekan laju tingkat perceraian, yaitu Badan Penasihat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4). “Secara psikolog, dalam satu pernikahan, tahun 1 hingga 5 adalah masa rawan dalam pernikahan tapi jika tetap berpegang padaNya, kerawanan akan dilalui. Pasti,” tandas Rointan Simanungkalit.

(T/R9/ r)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru