Hasil Kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan
(KRKP), menunjukkan 70 persen petani padi dan 73 persen petani
hortikultura yang menjalani profesinya sebagai petani bukan merupakan
pekerjaan yang diinginkan sejak awal. Survey menyebutkan 70 persen anak
petani padi dan 60 persen anak petani hortikultura tidak pernah
bercita-cita menjadi petani seperti orang tua mereka. Potret suram
pertanian menyebabkan anak muda desa enggan menjadi petani.
Data
BPS, struktur umur petani saat ini mengalami penuaan. Sebanyak 61,8
persen petani di Indonesia berumur lebih dari 45 tahun dan hanya 12
persen yang berumur kurang dari 35 tahun. Selain itu, mayoritas petani
Indonesia berpendidikan rendah.
Data Kemenakertrans tahun 2013
mencatat petani yang berpendidikan Sekolah Dasar mencapai 72 persen. Itu
sebabnya kemampuan untuk menyerap alih teknologi sangat lemah. Mereka
masih terpaku dengan cara lama dalam bertani sehingga produktivitas
tetap rendah.
Perlambatan regenerasi petani juga banyak terjadi
di negara ASEAN, termasuk Indonesia sebagai negara agraris. Jika kondisi
ini dibiarkan, maka secara jangka panjang akan menyulitkan sektor
pertanian dalam negeri untuk berkembang, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Tak mustahil berubah menjadi negara pengimpor hasil
pertanian.
Kompetensi petani menjadi faktor penting untuk
memajukan sektor pertanian. Antara lain, sikap terhadap teknologi,
kemampuan mengambil resiko, dan adaptasi terhadap situasi baru. Dengan
kompetensi itu dapat meningkatkan produktivitas, kualitas, daya saing,
dan berujung pada peningkatan kesejahteraan.
Pemerintah perlu
menyiapkan kebijakan pertanian lebih kondusif. Misalnya, insentif untuk
startup pertanian dan pelatihan pertanian bagi anak muda. Selama ini,
tidak banyak pelatihan pertanian bagi petani pemula.Hal itu mesti
diperbanyak, sehingga dunia pertanian menjadi menarik minat generasi
muda.
Perguruan Tinggi mesti menyiapkan kurikulum yang adaptif
terhadap kondisi pertanian saat ini. Kurikulum pendidikan tidak saja
teoritis, tetapi juga praktis. SMK Pertanian harus diperbanyak dan
lulusannya didorong menjadi entrepreneur di bidang pertanian.
Hadirnya
UU Desa memberikan ruang untuk menata desa. Dukungan dari desa dapat
diberikan dengan memperbesar akses terhadap lahan, apalagi salah satu
masalah terbesar pertanian adalah ketersediaan lahan. BUMDes dapat dapat
menjadi jembatan untuk memicu atensi anak muda. Kementerian Desa telah
menjalin kerjasama dengan mengalokasikan Rp40 miliar untuk menggagas
desa mandiri berbasis pangan.
Sejarah Indonesia sebagai negara
agraris mesti dipertahankan. Betapa malunya, jika urusan cabe, bawang
dan beras harus impor dari negara lain. Untuk itu regenerasi petani
harus disegerakan dan diberi insentif agar menarik minat generasi muda.(**)