Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Jumat, 13 Juni 2025

Raja Ampat Menangis, Danau Toba Terancam, PGI Desak Hentikan Investasi Penghancur

Victor R Ambarita - Kamis, 12 Juni 2025 08:00 WIB
373 view
Raja Ampat Menangis, Danau Toba Terancam, PGI Desak Hentikan Investasi Penghancur
(Foto: harianSIB.com/Dok)
Logo PGI
Jakarta(harianSIB.com)
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengeluarkan pernyataan sikap tegas mendesak dihentikannya praktik industri ekstraktif yang mengancam keberlanjutan ekologis, keadilan sosial dan martabat kemanusiaan di Indonesia.

Dalam keterangan pers yang diterima, Rabu (11/6/2025), bertajuk "Jangan Merusak Alam Demi Investasi", PGI menyoroti krisis ekologis serius yang sedang dihadapi Indonesia, di mana hutan tropis dan pulau-pulau kecil terus dibuka untuk pertambangan.

Dalam pernyataan resminya yang ditandatangani Sekretaris Umum Pdt. Darwin Darmawan, PGI mengungkapkan keprihatinan mendalam atas keserakahan yang mengatasnamakan pembangunan dan keuntungan material, mengakibatkan tanah, air, udara, dan semua ciptaan Tuhan menjadi korban. Kualitas air menurun akibat limbah industri, dan masyarakat adat kehilangan ruang hidup serta mata pencarian.

Baca Juga:

PGI juga berduka menyaksikan krisis ekologis yang ditandai hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, perubahan iklim, dan ketidakadilan terhadap masyarakat lokal.

Krisis ekologis ini telah menjadi sorotan utama dalam Sidang Raya XVIII PGI di Rantepao, Toraja, pada tahun 2024, yang mengusung tema "Hiduplah sebagai terang yang membuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran."

Baca Juga:

PGI bahkan melihat terjadinya 'polikrisis' termasuk ekologis yang menuntut komitmen kuat. Pesan Sidang Raya mendesak gereja-gereja dan mitra-mitra untuk merawat bumi sebagai rumah bersama dalam semangat keugaharian, serta melawan eksploitasi alam yang berlebihan.

PGI secara spesifik menyoroti eksploitasi tambang nikel di kawasan gugusan pulau-pulau Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Kawasan yang dikenal sebagai tujuan wisata kelas dunia, situs warisan budaya adat, dan pusat keanekaragaman hayati global ini terancam oleh ekspansi industri pertambangan.

Dunia kini mencermati ancaman nyata perusakan terhadap kawasan konservasi laut dan budaya maritim di Raja Ampat, yang telah dikukuhkan UNESCO sebagai 'Global Geopark' pada 23 Mei 2023.

Selain Raja Ampat, PGI juga menyebutkan praktik-praktik serupa yang terjadi di berbagai wilayah lain di tanah air, menunjukkan betapa industri ekstraktif belum ramah lingkungan dan memenuhi visi pemeliharaan alam berkelanjutan. Wilayah-wilayah tersebut meliputi:

- Teluk Weda, Halmahera (pertambangan nikel)
- Pulau Kei Besar, Maluku Tenggara (pertambangan pasir dan batu)
- Morowali, Sulawesi Tengah (pertambangan nikel)
- Pulau Sangihe, Sulawesi Utara (pertambangan emas)
- Kepulauan Bangka Belitung (pertambangan timah)
- Pulau Buru, Maluku (pertambangan emas)
- Konflik agraria di Sumatera Utara terkait industri dan komunitas adat, termasuk kemungkinan dampak pada Danau Toba.

PGI menegaskan, aktivitas penanaman monokultur tanaman industri dan penebangan hutan juga mengancam keanekaragaman hayati alam.

Berdasarkan keyakinan iman dan komitmen menjaga keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan, PGI menyampaikan seruan dan desakan kepada tiga pihak utama:

- Industri Pertambangan: Didesak untuk menerapkan standar pertambangan yang bertanggung jawab (responsible mining), menghormati batas daya dukung lingkungan, dan menegakkan prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent) untuk kemitraan berkeadilan dengan komunitas lokal dan masyarakat adat. Industri juga harus mengedepankan efisiensi sumber daya, meminimalisir degradasi lingkungan, dan melakukan konservasi keanekaragaman hayati, bukan hanya berorientasi keuntungan jangka pendek. Upaya reklamasi dan restorasi ekologis harus berjalan bersamaan dengan aktivitas ekstraktif, bukan sebagai beban pasca tambang.

- Pemerintah Pusat dan Daerah: Diminta lebih berhati-hati dan selektif dalam menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Kawasan Peruntukan Industri (KPI), terutama di wilayah konservasi tinggi, wilayah adat, daerah tangkapan air, dan sekitar pemukiman, serta mematuhi UU No. 1 tahun 2014 tentang WP3K. PGI mendesak moratorium penerbitan IUP dan KPI di kawasan rawan ekologis seperti hutan tropis, danau, pesisir, dan pulau-pulau kecil. PGI mendukung program hilirisasi, namun menekankan pentingnya keadilan ekologis, transparansi perizinan, menjaga keseimbangan ekosistem, dan melibatkan masyarakat terdampak. PGI mengapresiasi pencabutan IUP empat perusahaan tambang di Raja Ampat, namun mendesak Kementerian ESDM untuk mengaudit dan meninjau ulang AMDAL dan AMDAL penambangan nikel secara menyeluruh di Kepulauan Raja Ampat. Jika terbukti ada pelanggaran, pemerintah harus tegas memerintahkan penghentian aktivitas dan mencabut izin usahanya. Pemerintah juga berkewajiban mempertahankan keutuhan alam daerah tujuan wisata terbaik dan biodiversitas tinggi seperti Raja Ampat dan Danau Toba.

- Para Pimpinan Gereja: Harus menjadi teladan dalam mempraktikkan dan menyuarakan pertobatan ekologis, serta tidak diam ketika alam terluka oleh eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Gereja harus teguh berdiri dengan integritas, tidak terombang-ambing oleh ancaman maupun iming-iming. PGI menekankan bahwa gereja dipanggil bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa, tetapi juga untuk menyuarakan keadilan bagi bumi yang terluka.

PGI percaya bahwa masa depan bumi hanya dapat dijaga bila umat manusia kembali menata relasinya dengan alam dalam kerendahan hati dan tanggung jawab, sebagai penatalayan kehidupan, bukan pelaku kehancuran.

PGI juga mendukung lembaga dan aktivis lingkungan serta HAM, serta menyerukan kepada semua lapisan masyarakat untuk terus memperjuangkan keadilan ekologis dan hak-hak masyarakat adat.(*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru