Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 28 Oktober 2025
Soal Jokowi Minta Setop Kasus e-KTP

Istana Bantah Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo

* Anggota DPR Benny K Harman Minta DPR Panggil Agus Rahardjo
Redaksi - Sabtu, 02 Desember 2023 08:58 WIB
291 view
Istana Bantah Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo
(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Mantan ketua KPK Agus Rahardjo.
Jakarta (SIB)
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bercerita Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kasus korupsi e-KTP yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dihentikan dan berujung pada revisi Undang-Undang (UU) KPK pada 2019.
Agus Rahardjo mengungkap cerita soal Jokowi yang meminta KPK untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menyeret nama mantan Ketua DPR Setya Novanto. Agus menyebut momen itu menjadi salah satu pendorong lahirnya revisi UU KPK. Istana menegaskan revisi UU KPK bukan inisiatif pemerintah, melainkan inisiatif DPR.
Cerita Agus mengenai pertemuan dengan Jokowi itu disampaikan dalam wawancara program Rosi di Kompas TV seperti dikutip, Jumat (1/12). Agus mengatakan, saat itu dipanggil sendirian oleh Jokowi ke Istana.
"Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian, oleh Presiden. Presiden waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno. Saya heran biasanya memanggil itu berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil gitu," kata Agus.
Begitu masuk, Agus menyebut, Jokowi sudah dalam keadaan marah. Menurut Agus, Jokowi meminta KPK untuk menghentikan kasus e-KTP Setya Novanto.
"Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Menginginkan.. karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'Hentikan'. Kan saya heran, hentikan, yang dihentikan apanya," ujar Agus.
"Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," sambung dia.


Membenarkan
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang membenarkan bahwa Agus Rahardjo saat masih menjabat Ketua KPK bercerita dimarahi Presiden RI Joko Widodo soal kasus e-KTP pada saat Revisi Undang-undang (UU) KPK sekitar September 2019 menuai polemik.
Menurut Saut, Agus menceritakan peristiwa tersebut saat pimpinan KPK hendak menggelar konferensi pers terkait penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada presiden.
"Aku jujur aku ingat benar pada saat turun ke bawah pak Agus bilang 'Pak Saut, kemarin saya dimarahi (presiden), 'hentikan' kalimatnya begitu," ujar Saut saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (1/12).
Pada Jumat, 13 September 2019, tiga pimpinan KPK saat itu yaitu Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif menyerahkan tanggung jawab atau mandat pengelolaan lembaga antirasuah ke Presiden Jokowi.
Hal itu berkaitan dengan Revisi UU KPK yang justru melemahkan kinerja pemberantasan korupsi. Pimpinan dan pegawai KPK menyatakan keberatan terhadap revisi dimaksud. Namun, pelbagai protes mereka tidak didengar hingga akhirnya perubahan kedua UU KPK disahkan.
Saut menduga sikap lima pimpinan KPK terhadap kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Setya Novanto, sudah diketahui presiden. Kata Saut, tiga pimpinan KPK menyetujui penyidikan kasus tersebut sementara dua lainnya menolak.
"Dalam pikiran kotor aku pasti ada bocoran kan skornya 3-2. Tahu lah Anda yang 2 siapa, yang 3 siapa. Jadi, mungkin dia (presiden) dengar-dengar dan panggil saja. Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahu lah kenapa (Agus Rahardjo) dipanggil sendirian," ucap Saut.
Saut mengapresiasi sikap bijak Agus yang melawan permintaan presiden untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP.
"Sebagai pimpinan, aku nilai dia (Agus Rahardjo) bijak lah dia ke sana (istana), tapi aku rasa dia punya feeling itu arahnya ke mana," kata Saut.
"Kalau pak Agus bisa dipengaruhi, berubah tuh skorsnya dari 3-2. Tapi, kan sudah ada tanda tangan Sprindik [Surat Perintah Dimulainya Penyidikan]," tuturnya.
Pimpinan KPK periode 2015-2019 adalah Agus Rahardjo sebagai Ketua yang didampingi oleh Saut Situmorang, Laode M Syarif, Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan.


Respons Mahfud
Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan kebenaran cerita itu hanya Agus Rahardjo yang mengetahui.
"Tapi apakah itu benar atau tidak, bahwa Presiden mengintervensi Pak Agus, itu Pak Agus yang tahu," kata Mahfud kepada wartawan di Pandeglang, Banten, Jumat (1/12).
Mahfud mengaku baru mendengar cerita adanya intervensi yang disampaikan mantan Ketua KPK itu. Sebab, kata Mahfud, Agus baru mengungkapkan ke publik.
"Kalau kita kan nggak ada yang tahu, baru dengar sekarang juga. Dan pengakuannya juga nggak pernah bilang ke orang lain kecuali saat ini. Terpaksa bilang karena ditanya," ujarnya.
Mahfud membiarkan masyarakat menilai apa yang diceritakan Agus. Namun dia menyebut penegak hukum tidak boleh diintervensi.
"Ya biar masyarakat menilai bagaimana kasus ini. Tapi memang kita tidak boleh mengintervensi penegakan hukum. Saya sendiri ndak pernah," imbuhnya.
Mahfud berharap KPK segera pulih setelah terpuruk. Mahfud mengaku mendengar bahwa KPK mendapat intervensi dari berbagai macam kalangan.
"Ya supaya KPK sekarang hendaknya bangkit kembali sesudah terpuruk karena kasus pimpinannya yang ternyata tidak profesional-lah sampai ada yang ditangkap, ada yang intervensi. Menurut saya, intervensi ke KPK bukan hanya dari presiden kalau memang betul ada. Dari yang lain-lain juga sejauh yang saya dengar banyak," ucapnya.
"Dari parpol, dari pejabat-pejabat, dan selalu melakukan lobi-lobi untuk mengganggu penegakan hukum," lanjutnya.


Panggil
Anggota Komisi III DPR Benny K Harman mengusulkan Agus mengungkapkan dugaan intervensi kasus hukum oleh presiden itu di DPR.
"DPR sebaiknya panggil eks Ketua KPK Agus Rahardjo atau Pak Agus datang ke DPR menerangkan lebih rinci pernyataannya ini. Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi Proses hukum di KPK," kata Benny dalam cuitannya di akun X pribadi seperti dilihat, Jumat (1/12). Benny mengizinkan cuitannya dikutip.
Benny mewanti-wanti terjadi penyebaran hoaks usai pernyataan Agus itu disampaikan ke hadapan publik. Menurutnya, hal ini dapat memantik amarah publik.
"Jangan sebar hoaks ke masyarakat, sebab kalo cerita ini benar rakyat bisa marah," katanya.


Istana Membantah
Istana menanggapi pernyataan Agus terkait Jokowi yang meminta kasus e-KTP Setnov dihentikan. Istana menyebut momen pertemuan Jokowi dan Agus tidak masuk agenda presiden.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," kata Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, dalam keterangan tertulis kepada wartawan.
"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," sambung dia.
Ari lalu menegaskan kembali sikap Jokowi terkait kasus Setnov. Jokowi menghormati proses hukum yang berlaku.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," imbuh Ari.
Selain itu, Ari menegaskan revisi UU KPK bukan inisiatif pemerintah, melainkan dari DPR. Revisi UU KPK juga disebut dilakukan setelah 2 tahun Setnov tersangka.
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," tegas Ari. (**)



SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru
431 P3K Pemkab Labura Dilantik

431 P3K Pemkab Labura Dilantik

Aekkanopan(harianSIB.com)Sebanyak 431 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) di Lingkungan Pemkab Labuhan Baru Utara (Labura) dila