Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 29 Mei 2025
MUI Jatim Siapkan Fatwa Soal Politik Identitas

Hindari Polarisasi, Agama Jangan Dijadikan Alat Politik

Redaksi - Sabtu, 26 November 2022 09:07 WIB
447 view
Hindari Polarisasi, Agama Jangan Dijadikan Alat Politik
Foto: Faiq Azmi/detikJatim
Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Ma'ruf Khozin 
Surabaya (SIB)

MUI tengah menyiapkan fatwa soal politik identitas. Fatwa ini disiapkan agar tidak terjadi polarisasi di masyarakat saat Pemilu 2024 nanti.

Saat ditanya apakah fatwa ini ditujukan ke salah satu figur capres? Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma'ruf Khozin membantahnya.

Menurut Ka'ruf, fatwa yang tengah disiapkan ini bertujuan agar masyarakat tidak terpecah dan menghindari politisasi agama.

"Mboten, mboten, mboten (tidak, tidak, tidak). Cuma kita ingin kontestasi 2024 ini murni gagasan, murni program, murni. Tidak lagi kemudian soal identitas agama," kata Ma'ruf, Jumat (25/11).

Pria yang akrab disapa Kiai Ma'ruf ini menyatakan, fatwa soal politik identitas sengaja dirancang MUI Jatim setelah melihat beberapa kali terjadi politisasi agama di sejumlah pemilihan kepala daerah.

Salah satu temuan pemilihan umum yang dijadikan alasan MUI Jatim membuat fatwa ini, yakni saat Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu.

"Awalnya itu memang, awalnya 2017, terbawa ke pilkada berikutnya. Ini kan yang mengistilahkan dari Gus Yahya. Nah yang dimaksud Gus Yahya, politisasi agama, sementara yang lain, kita ini punya identitas masing-masing, jadi yang dimaksud supaya jelas duduk perkaranya," jelasnya.[br]




"Kalau politik identitas yang lainnya, misal Golkar identitasnya apa, PDIP identitasnya apa, kalau identitasnya nasionalis, agamis, religius, atau menggabungkan keduanya, nggak masalah," sambungnya.

Kiai Ma'ruf menjelaskan, politik identitas yang dimaksud MUI Jatim ialah soal politisasi agama. Misal, di daerah tertentu partai A berkoalisi dengan partai B, namun di daerah lain, justru partai A menuduh partai B sebagai partai penista agama.

"Karena ini kan semua multitafsir ya. Politik identitas itu multitafsir. Bagi yang pro tentu berbeda tafsirannya dengan yang kontra.

Pada intinya yang dimaksud politik identitas yang tidak kita perkenankan itu, terkait politisasi agama," katanya.

"Yang jadi keberatan kita kalau agama dijadikan alat politik. Ketika di daerah tertentu menuduh partai tertentu penista agama. Tapi di daerah lain berkoalisi. Ini kan hanya menjadikan agama sebagai alat, intinya ke sana," sambungnya.

Kiai Ma'ruf berharap, adanya fatwa soal politik identitas yang diluncurkan MUI Jatim bisa menghindarkan warga dari polarisasi dampak tahun politik.

"Nggih (ya), menghindari polarisasi. Kalau urusan politik, ya murni politik. Jangan agama dijadikan tameng. Karena sepertinya 2024 ini lebih parah dibanding 2019, tapi semoga saja tidak," ujarnya.

"Fatwanya saat ini masih proses finalisasi. Nanti akan dirilis kalau sudah selesai," tandas Ma'ruf. (Detikcom/a)



Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru