Jakarta (SIB)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan rasa geramnya akan 'budaya' impor. Jokowi menyebut salah satu pengadaan barang yang impor adalah seragam dan sepatu TNI-Polri.
Hal itu diungkapkan Jokowi saat memberi pengarahan tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Bali, Jumat (25/3) yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden. Dia menyayangkan kegiatan impor produk-produk yang sebenarnya bisa diproduksi produsen dalam negeri.
"Coba, CCTV beli impor. Di dalam negeri ada yang bisa produksi. Apa-apaan ini? Dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV saja beli impor. Seragam dan sepatu tentara dan polisi beli dari luar. Kita ini produksi di mana-mana bisa," ungkap Jokowi.
Dia pun meminta dengan tegas pengadaan barang dengan cara demikian segera dihentikan. "Jangan diterus-teruskan," tegas Jokowi.
Bukan hanya CCTV serta seragam dan sepatu TNI-Polri, Jokowi juga menyoroti pengadaan produk alat kesehatan, seperti tempat tidur pasien rumah sakit yang diimpor. Jokowi menyebut padahal produsen dalam negeri sudah mampu membuat tempat tidur pasien rumah sakit, contohnya di Yogyakarta, Bekasi, dan Tangerang.
"Alkes, alkes, Menteri Kesehatan, tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat di Jogja ada, Bekasi, Tangerang ada.
(Tapi malah) beli impor. Mau kita terus-teruskan ('budaya' impor)?" kata Jokowi.
Jokowi mengancam akan mengumumkan pihak-pihak di pemerintahan yang kerap impor barang. Dia mengaku sudah jengkel.
"Silakan. Nanti mau saya umumkan, kok. Saya kalau sudah jengkel kayak gini, saya umumin nanti. Ini rumah sakit daerah beli impor, Kemenkes masih impor, tak (saya) baca nanti. Karena sekarang gampang banget, detail, (laporan) harian bisa saya pantau betul," ucap Jokowi.
Tak sampai di situ, Jokowi juga mengkritik kegiatan impor produk-produk pertanian hingga peralatan tulis. Dia meminta pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga memperdayakan industri dalam negeri.
"Alsintan, Menteri Pertanian, apa traktor-traktor kayak gitu, bukan hi tech saja impor. Jengkel saya. Saya kemarin dari Atambua (NTT), nanem jagung, saya lihat ada traktor, ada alsintan. Saya lihat, aduh.... Nggak boleh, Pak Menteri, nggak boleh," tekan Jokowi.
"Pensil, kertas saya cek, impor. Bolpoin. Ini apa ini kita? Kadang-kadang saya mikir, ini kita ngerti ndak sih hal-hal seperti ini? Jangan-jangan kita ndak kerja detail, sehingga nggak ngerti itu yang dibeli barang impor. Buku tulis impor, gimana? Jangan ini diteruskan, setop. Sehingga melompat nanti kita semuanya beli produk dalam negeri, meloncat pertumbuhan ekonomi kita," pungkas Jokowi.
Bodoh
Presiden Jokowi juga merasa sedih gara-gara instansi pemerintah banyak membeli barang-barang impor. Seharusnya anggaran digunakan untuk membeli barang dalam negeri. Dia menyebut bodoh sekali jika langkah itu tidak dilakukan.
"Sedih saya, belinya barang-barang impor semuanya. Padahal kita memiliki pengadaan barang dan jasa anggaran modal pusat itu Rp 526 triliun, daerah, Pak Gub, Pak Bupati, Pak Wali, Rp 535 triliun. Lebih gede daerah," ucap Jokowi.
Dia juga menyinggung soal anggaran yang dimiliki BUMN. Dia mengatakan besarnya anggaran yang ada untuk pengadaan bisa menggerakkan ekonomi nasional jika dibelanjakan untuk produk dalam negeri.
"BUMN jangan lupa, saya detailkan lagi. Rp 420 triliun, ini duit gede banget, besar sekali. Nggak pernah kita lihat dan kita ini kalau digunakan, kita nggak usah muluk-muluk. Dibelokkan 40 persen saja, 40 persen saja, itu bisa men-trigger growth ekonomi kita, pertumbuhan ekonomi kita yang pemerintah dan pemerintah daerah bisa 1,71 persen, yang BUMN 0,4 persen, 1,5 sampai 1,7 BUMN-nya 0,4. Nah ini kan 2 persen lebih. Nggak usah cari ke mana-mana, tidak usah cari investor," ucapnya.
Jokowi mengatakan harusnya instansi pemerintah hingga BUMN konsisten membeli barang-barang yang diproduksi dalam negeri. Dia pun heran mengapa hal tersebut tidak dilakukan.
"Kita diam saja tapi kita konsisten membeli barang yang diproduksi oleh pabrik-pabrik kita, industri-industri kita, UKM-UKM kita, kok nggak kita lakukan? Bodoh sekali kita kalau nggak melakukan ini. Malah beli barang-barang impor. Mau kita terus-teruskan? Ndak, ndak bisa," ujarnya.
Jokowi mengatakan membeli barang impor berarti memberi pekerjaan kepada negara lain. Padahal, katanya, duit yang digunakan adalah duit rakyat. Jokowi pun kembali membawa-bawa kata bodoh.
"Pekerjaan ada di sana, bukan di sini. Coba kita belokkan semuanya ke sini. Barang yang kita beli barang dalam negeri, berarti akan ada investasi, berarti membuka lapangan pekerjaan. Tadi sudah dihitung bisa membuka 2 juta lapangan pekerjaan. Kalau ini tidak dilakukan, sekali lagi, bodoh banget kita ini," ujar Jokowi yang disambut tepuk tangan peserta kegiatan.
"Jangan tepuk tangan karena kita belum melakukan. Kalau kita melakukan dan itu Rp 400 triliun lebih nanti betul-betul semuanya mengerjakan, silakan semuanya tepuk tangan. Kita hanya minta 40 persen dulu, udah, targetnya nggak banyak-banyak sampai nanti Mei," ucap Jokowi.
Jokowi juga tidak ingin produk luar negeri dicap seolah-olah barang dalam negeri.
"Dan saya awasi betul. Saya minta nanti ke Pak Jaksa Agung, jangan sampai ada barang-barang impor dicap produk dalam negeri. Karena sering di marketplace ada yang namanya agregator, ngecap-capin," kata Jokowi.
Jokowi memperingatkan semua pihak. Dia meminta proses pengadaan barang ini diawasi.
Selain itu, Jokowi memberikan arahan kepada Menteri Perdagangan dan Dirjen Bea-Cukai. Dia tidak ingin barang yang ada di daerah merupakan barang impor.
"Termasuk Menteri Perdagangan, Dirjen Bea-Cukai di lapangan dilihat betul ini lari ke mana sih, ini ada alkes ini ke mana, kelihatan. Ooo... ke Provinsi A, kelihatan. Ooo... ke Kabupaten B, keliatan. Ooo... ke Kota C, keliatan. Ooo... ke kementerian, kelihatan semua. Sekarang ini gampang banget ngelihat-ngelihat," ujar Jokowi.
"Jadi kembali lagi manfaatkan e-catalog dan katalog lokal. Segera," sambung Jokowi.
Operasi Intelijen
Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan Jaksa Agung Muda Intelijen Sunarta dan para kepala kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri untuk melakukan operasi intelijen. Hal itu dilakukan untuk mencari dan menemukan barang-barang luar negeri atau impor yang dilabeli seolah produk dalam negeri.
"Jaksa Agung RI Burhanuddin memerintahkan Jaksa Agung Muda Intelijen, para kepala kejaksaan tinggi, para kepala kejaksaan negeri dan para kepala cabang kejaksaan negeri seluruh Indonesia, untuk melakukan kegiatan operasi intelijen guna mencari dan menemukan barang-barang atau pun produk luar negeri (ex barang impor) yang dilabel seolah-olah produk dalam negeri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (25/3).
Ketut menerangkan instruksi itu dikeluarkan dalam rangka mendukung kebijakan presiden. Terutama, kata Ketut, untuk mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri.
"Instruksi ini dikeluarkan dalam rangka mendukung kebijakan presiden RI untuk mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri," ujar Ketut.
Ketut berharap instruksi ini dapat segera dilaksanakan. Dia berharap para pimpinan dapat melaporkan secara berjenjang ke satuan kerjanya.
"Agar segera melaksanakan dan melaporkan perintah ini secara berjenjang kepada pimpinan satuan kerja," tuturnya.
Siap Ikuti Arahan
Merespon Presiden Jokowi soal pengadaan barang berupa seragam dan sepatu masih impor, Polri mengatakan pihaknya akan terus memedomani arahan Jokowi.
"Kalau Polri memedomani arahan Bapak Presiden," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dimintai konfirmasi.
Dedi tidak berbicara banyak mengenai apakah pengadaan seragam Polri 100 persen impor. Dia hanya menyebut Polri selalu mendukung kebijakan pemerintah.
"Pengadaan mendukung kebijakan pemerintah," ucapnya.(detikcom/c)