Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 29 Mei 2025

Wamenkumham Bicara Obstruction of Justice, Harap Jaksa Baca Naskah Asli KUHP

Redaksi - Rabu, 28 September 2022 09:08 WIB
468 view
Wamenkumham Bicara Obstruction of Justice, Harap Jaksa Baca Naskah Asli KUHP
Foto : Karin Nur Secha/detikcom
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej.
Serang (SIB)

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan beda makna pasal-pasal yang berkaitan dengan obstruction of justice atau perintangan penyidikan dalam KUHP. Menurut Eddy--begitu dia biasa disapa--para penegak hukum perlu memiliki argumentasi hukum yang valid sebelum menerapkan pasal-pasal terkait obstruction of justice.

Awalnya Eddy, yang hadir dalam dialog mengenai RKUHP di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Banten, menyinggung tentang perbedaan penerjemahan obstruction of justice dari KUHP naskah asli yang masih berbahasa Belanda. Apa bedanya?

"Itu terjemahan Moeljatno dan Soesilo berbeda. Itu langit dan bumi," kata Eddy dalam dialog yang berlangsung pada Senin, (26/9).

Menurut Eddy, Moeljatno menerjemahkan obstruction of justice sebagai melarikan diri. Sedangkan R Soesilo menyebut obstruction of justice sebagai menghindari penyidikan.

Hal inilah yang disorot Eddy akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Baik penyidik, jaksa, maupun hakim, disebut Eddy, seharusnya memiliki persepsi yang sama.

"Pak jaksa bisa memastikan yang benar? Tidak bisa, kecuali Bapak memeriksa naskah aslinya. Pak hakim bisa memastikan mana yang benar? Nggak ada jaminan yang benar," kata Eddy.

"Untung saya dosen, bukan pengacara. Kalau saya pengacara, akan saya challenge. Pertama ini yang mau dipakai yang mana, punya Soesilo apa Moeljatno? Karena kan kita bicara kepastian hukum," imbuhnya.[br]


Beberapa waktu ke belakang, pembahasan tentang obstruction of justice memang tengah hangat. Sebab, pasal-pasal berkaitan dengan itu dikenakan pada mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo--selain perkara pokoknya yaitu pembunuhan berencana.

Diketahui bila pasal-pasal yang diterapkan adalah Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Respon Kejaksaan

Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons pernyataan Edward Omar Sharif Hiariej tersebut. Kejaksaan sebagai pelaksana undang-undang akan mengikuti ketentuan undang-undang yang berlaku, bukan terjemahan dari orang lain.

"Yang diterapkan dalam kasus FS (Ferdy Sambo) dkk bukan hanya KUHP, tapi juga obstruction of justice yang diatur dalam UU ITE, JPU itu pelaksana UU bukan menerjemahkan UU," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana saat dimintai konfirmasi, Selasa (27/9).

Menurut ketut, sejak 1995, Indonesia sudah memiliki penjabaran dan penjelasan KUHP sesuai dengan naskah aslinya. Selain itu, Kejaksaan telah sering mengusut perkara dengan menggunakan pasal obstruction of justice, misalnya di kasus korupsi.

"Kita sudah biasa menerapkan obstruction of justice dalam berbagai perkara termasuk dalam Tindak Pidana Korupsi," ujarnya. (detikcom/c)



Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru