Senin, 29 April 2024

Menerapkan Konseling REBT Kelompok untuk Mengatasi Kecemasan Matematika Anak

* Oleh Rahma Mutiˊah SPsi MPsi (Dosen Pendidikan Matematika STKIP Labuhan Batu)
- Senin, 12 November 2018 21:07 WIB
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik untuk keperluan praktis sehari-hari maupun untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Kebanyakan anak berpandangan bahwa Matematika sulit untuk dipelajari dan didukung juga oleh pandangan masyarakat umum sehingga mata pelajaran Matematika cenderung dihindari oleh para anak yang mengalami kesulitan belajar. Anak mengalami kecemasan ketika berhadapan dengan pelajaran Matematika di sekolah. Kecemasan ini bila ditanggapi positif oleh anak akan memberikan dorongan bagi mereka untuk belajar lebih giat lagi. Tapi sebaliknya bila ditanggapi negatif, maka pelajaran Matematika akan semakin dijauhi dan tidak diminati. Padahal Matematika adalah ilmu yang harus dipelajari secara bertahap dan sifatnya akumulatif. Anak yang tidak paham pada tahapan tertentu akan mengalami kesulitan untuk beranjak ke tahapan berikutnya.

Mereka berpikir bahwa mereka adalah orang-orang yang memang "bodoh" dalam Matematika dan hanya orang-orang yang memang pintar yang mampu untuk mengerjakan Matematika. Selain itu, mereka juga merasa bahwa soal-soal Matematika sangat sulit untuk dipahami. Ada juga anak yang mengeluhkan kesulitan memahami Matematika karena dia menilai guru Matematika mereka sangat "garang" (suka marah-marah dan serius ketika mengajar) yang membuat suasana kelas menjadi sangat tegang dan ini membuat dirinya sulit untuk berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru. Anak lain mengatakan bahwa tidak jarang guru hanya memberikan soal lalu meminta anak untuk menyelesaikannya tanpa terlebih dahulu guru menjelaskan bagaimana cara mengerjakannya atau anak diminta untuk belajar mandiri dengan melihat contoh yang ada di buku pegangan.

Kecemasan belajar Matematika (anxiety mathematic) memiliki peran yang sangat penting pada kegiatan pembelajaran Matematika. Ini karena kecemasan yang dirasakan anak mempengaruhi kemampuan konsentrasi anak untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu, kecemasan Matematika juga mempengaruhi kemampuan anak dalam pemahaman konsep dan kemampuan penalaran yang mana kedua aspek ini sangat mempengaruhi hasil belajar seorang anak. Kecemasan Matematika bisa berasal dari irational belief dan emotional belief serta penguasaan anak terhadap konsep-konsep dasar Matematika. Untuk itu, solusi yang paling tepat digunakan adalah terapi REBT (Rational Emotive Behavior Theraphy).

Jika irational belief dan emotional belief anak diperbaiki menjadi lebih rasional, maka anak akan mau mengikuti pembelajaran dengan sukacita.

Berikut pelaksanaan REBT dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan kegiatan yang telah disusun:

1. Pertemuan I
Pada tahap ini pertama kali yang dilakukan adalah menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan kecemasan Matematika, ciri-ciri kecemasan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan serta contoh-contoh pengaruh kecemasan Matematika tehadap perilaku seseorang.

Kemudian setelah itu melakukan disputing awal tentang kecemasan Matematika dengan mengatakan kepada anak tentang bahayanya memiliki pemikiran irational belief dan emotional belief. Selain itu juga meminta anak untuk melihat dari sisi lain tentang peristiwa-peristiwa yang membuat anak merasa cemas.

Langkah berikutnya adalah dengan melakukan identifikasi diri (self awareness) dengan memberikan lembaran tentang kondisi-kondisi yang pernah dialami anak ketika di sekolah yang menyebabkan munculnya kecemasan Matematika. Kemudian bersama-sama dibahas untuk kegiatan berikutnya yaitu merumuskan pemikiran dan perasaan yang lebih rasional tentang Matematika berdasarkan lembaran-lembaran kondisi-kondisi yang menyebabkan munculnya kecemasan matematika.

2. Pertemuan II
Pada tahap ini yang dilakukan adalah langkah persuasif dan latihan relaksasi. Tahap persuasif adalah dengan memberikan contoh-contoh pemikiran yang irasional dan meminta anak untuk mencari pembanding di saat anak mengalami hal yang berbeda. Misalkan ketika anak mengatakan pelajaran Matematika sulit, konselor menanyakan pernahkah si anak dapat mengerjakan soal Matematika? Ketika anak menjawab ya, konselor menanyakan kenapa kamu bisa mengerjakannya, apa yang kamu lakukan hingga kamu bisa mengerjakannya. Anak menjawab karena dia mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan sudah latihan soal tersebut. Kemudian konselor menjelaskan bahwa ketika kita merasa senang dan memandang positif suatu pekerjaan maka kita akan dengan mudah mengerjakannya. Lalu konselor memberikan contohnya.

Latihan relaksasi dilakukan dengan memberikan teknik relaksasi yaitu 1) menghilangkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang irasional dan menggantinya dengan rasional. 2) Menarik napas dalam-dalam dan 3) Melakukan self talk yaitu meyakinkan diri bahwa dirinya bisa melakukan apa yang dia takutkan.

3. Pertemuan III
Pada tahap ini anak diminta untuk menulis apa yang mereka rasakan dan pikirkan tentang Matematika, kemudian membuat apa yang seharusnya dilakukan ketika pikiran dan emosi yang tidak rasional tersebut muncul. Waktu pengerjaan adalah 30 menit dan 30 menit kemudian, konselor dan anak membahas satu persatu tentang pemikiran dan perasaan yang irasional. Dari hasil terlihat anak umumnya memiliki cara berpikir dan memiliki perasaan irrasional yang hampir sama. Selama tahap ini konselor membacakan pikiran dan perasaan yang irrasional, kemudian menanyakan kembali ke anak pikiran dan perasaan rasional apa yang seharusnya dilakukan. Secara keseluruhan anak dapat menjawab contoh-contoh pemikiran dan perasaan yang lebih rasional, hanya saja anak mengatakan ketika mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari masih sulit, namun mereka mengatakan akan berupaya untuk mencoba melakukannya.

4. Pertemuan IV
Pada tahap ini anak diberikan tugas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dengan pendekatan PMR yaitu untuk berusaha maju ke depan kelas ketika diminta guru ke depan. Berusaha untuk melakukan teknik relaksasi ketika merasakan ciri-ciri cemas, selalu berupaya menghilangkan pikiran dan emosi yang irrasional dan mengganti dengan yang rasional. Tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk lembaran tugas yang berisikan tentang kondisi yang terjadi yang memunculkan kecemasan Matematika dan langkah-langkah apa yang dilakukan anak untuk mengatasi masalah tersebut.

Kemudian meminta anak untuk kesediaan mengikuti pembelajaran dengan pendekatan PMR sebagai upaya untuk membantu anak menghadapi kondisi nyata dalam pembelajaran Matematika.

5. Pertemuan V
Anak diminta untuk membacakan home work (pekerjaan rumah) yang telah dikerjakan oleh anak kemudian bersama-sama membahas apakah yang sudah dilakukan sudah rasional. Konselor mengajak seluruh anak untuk sama-sama membahas setiap perilaku yang dimunculkan apakah sudah rasional atau tidak. Jika belum rasional, konselor mengajak anak lain untuk memberikan pendapat perilaku apa yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi setiap kondisi-kondisi yang dialami anak.

Setelah setiap home work anak dibahas, kemudian konselor mengajak anak untuk melakukan evaluasi kemajuan. Pelaksanaan evaluasi kemajuan dengan cara bertanya kepada masing-masing anak tentang perubahan apa yang dirasakan anak setelah mengikuti kegiatan konseling dengan teknik REBT kelompok. (h)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Bandara Sisingamangaraja XII Silangit Turun Status Jadi Penerbangan Domestik, Ini Kata GM
Sepi Penerbangan, Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional Termasuk Bandara Sisingamangaraja XII Silangit
Indosat Catat Lonjakan Trafik Data 17% Sepanjang dan Usai Lebaran
Kejati Sumut Peroleh Penghargaan Terbaik III NKA
Pasca Lebaran 2024, Pasien RS Pirngadi Alami Peningkatan
BNI Balige dan “Hive Five” Bantu 120 Karung Beras untuk Korban Kebakaran Pasar Tarutung
komentar
beritaTerbaru