Jakarta (SIB) -Kehadiran taksi maupun ojek berbasis online menghantam angkutan konvensional. Banyak perusahaan taksi sekarat karena kalah bersaing.
Ribuan kendaraan terpaksa dikandangkan hingga jadi besi tua.
"Taksi online semakin menggeser taksi konvensional," kata Ketua DPD Organda DKI Jakarta, Safruhan Sinungan, Selasa (10/10). Dari 32 perusahaan taksi, hanya tinggal beberapa saja yang bertahan antara lain Blue Bird, Express, Gamya, Taxiku, Gading.
Meski tetap bertahan, perusahaan taksi tersebut mengurangi armadanya. Misalnya taksi Express yang tadinya memiliki 12 ribu unit kini, kini sekitar 9.600 unit termasuk armada taksi Eagle dan Tiara yang termasuk dalam grup Express. Taxiku dari 2.500 sekarang tinggal 100 yang beroperasi. "Ini situasi yang sangat menyedihkan," kata Safruhan.
Salah satu penyebab bangkrutnya perusahaan taksi konvensional, karena mereka harus mengikuti penetapan tarif seusai amanah UU No 22/2009 dan Peraturan Pemerintah No 74/2014.
Sedangkan taksi online, kata Safruhan, mengenakan tarif tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, terlebih pasca putusan Mahkamah Agung. "Dia (taksi online) tentukan tarif sendiri dan menurut logika bisnis tidak masuk akal," sambung Safruhan.
JARANG KELILING
Udin, pengemudi taksi konvensional mengakui kehadiran taksi online membuat penumpangnya jauh menurun. "Buat setoran aja susah, kadang nombok. Makanya kami jarang keliling mencari penumpang di jalan karena menghemat bensin. Lebih sering kami mangkal atau ambil orderan dari pusat," kata Udin, 52.
Menurut dia, ratusan temannya beralih profesi menjadi pengemudi taksi online. "Mereka mengambil kredit kendaraan dan disopiri sendiri. Banyak juga teman lainnya beralih pekerjaan lain," tukas Udin. Ribuan taksi konvensional kini nganggur di pool. "Bisa jadi besi tua karena kan diparkir di lapangan, kena hujan dan panas, nggak terawat."
Sementara itu pengamat transportasi publik Azas Tigor Nainggolan mengatakan munculnya bisnis transportasi dalam jaringan (daring) adalah bentuk dari tanggapan terhadap gejala sosial karena kurang layaknya kendaraan umum.
(PK/f)