Medan (SIB)
Kalangan ekonom dan pelaku bisnis lintas sektor di Sumut merespon serius wacana dan pernyataan pemerintah pusat tentang perlunya terobosan besar untuk pemulihan ekonomi nasional di masa pendemi Covid-19, sebagaimana dicetuskan Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara dan anggota DPR RI komisi VI Marwan Jafar (SIB 21/9).
Pakar ekonomi nasional di Sumut, Dr Polin LR Pospos, praktisi bisnis Agronomi Eddin Sihaloho SE dan pakar jasa investasi Ir Raya Timbul Manurung MSc dari Badan Kerjasama Regional IMT-GT, secara terpisah menyebutkan salah satu bentuk terobosan besar itu adalah tindakan nyata mengamputasi proyek-proyek non-vital di sejumlah daerah, dan sekaligus harus menggaransi produk-produk lokal yang berpotensi serta punya prospek ekonomi dalam skala lokal maupun nasional.
"Di masa resesi ekonomi 1999 lalu, kita usulkan tindakan hemat anggaran atau high cost dan cegah hutang ke negara asing, antara lain dengan menutup kantor-kantor Dubes atau Konjen-konjen di sejumlah negara. Kalau sekarang di masa Covid-19 ini, terobosan besar secara taktis maupun teknis juga harus dilakukan untuk penguatan daya tahan ekonomi nasional, belum untuk pemulihan.
Misalnya dengan menunda atau mengamputasi proyek-proyek non-vital yang dibiayai APBN atau APBD," ujar Polin Pospos kepada SIB di Medan, Selasa (22/9).
Melalui hubungan seluler, dosen Pascasarjana Fakultas Ekonomi USU itu mencontohkan proyek-proyek non-vital di sektor konstruksi yang harus diamputasi karena mencapai porsi 16,5 persen dari total hutang RI ke luar negeri yang saat ini mencapai Rp 5.652 triliun (per Juni 2020).
Parahnya, semua hutang-hutang tersebut menjadi beban dan talangan BUMN-BUMN besar di Indonesia, yaitu (masing-masing berdasarkan urutan dan besaran hutang) : 1. BRI menanggung utang Rp 1.008 triliun, 2. Bank Mandiri Rp 997 triliun, 3. BNI Rp 660 triliun, 4. PLN Rp 543 triliun, 5. Pertamina Rp 522 triliun, 6. BTN Rp 249 triliun, 7. Taspen Rp 222 triliun, 8. Waskita Karya Rp 102 triliun, 9. Telekomunikasi Indonesia Rp99 triliun, 10. Pupuk Indonesia menanggung utang Rp 76 triliun.
Selain itu, negara atau pemerintah sendiri juga punya utang Rp 108,4 triliun kepada BUMN-BUMN Indonesia, seperti diungkapkan staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam PDP komisi VII DPR RI awal Juni 2020 lalu.
"Jadi, kalau sifat atau bahasanya harus 'terobosan besar', berarti tindak-langkahnya harus agak ekstrim, cegah arus hutang atau pinjaman asing walau salah salah satu konsekuensinya harus potong anggaran proyek-proyek non-vital. Bila perlu, gulirkan lagi tindak substitusi seperti program Aku Cinta Rupiah di masa era Soeharto, semua pihak yang dapat laba berlebih wajib membantu barisan masyarakat bahkan pengusaha ekonomi lemah (ekolem)," papar Polin, mantan staf ahli Pemprov SU bidang Ekbang di masa Gubsu Rizal Nurdin.
Gagasan Eddin Sihaloho itu didukung Raya Timbul Manurung MSc, bahwa langkah terobosan besar bidang ekonomi di masa Covid-19 ini harus bersifat komprehensif yang dimulai tahapan penguatan ekonomi, ketahanan ekonomi menuju pemulihan ekonomi dan perkembangan ekonomi pada sektor-sektor sangat prioritas.
"Amputasi proyek-proyek vital untuk untuk garansi produk-produk lokal sebagai terobosan besar di masa Covid-19 ini mungkin terasa berat dan sulit, tapi harus dilakukan dengan berani demi kesinambungan kehidupan sosial-ekonomi bangsa. Misalnya, berupa penyaluran atau pemberian modal langsung, apakah hibah seperti BLT-BSL kepada warga petani dan UKM untuk menggaransi pasar dan produk-produk kebutuhan konsumen. Pemerintah juga harus buat kebijakan pembayaran hasil panen petani, pembagian pupuk, plus harus berani memecah paket proyek-proyek besar menjadi paket-paket penunjukan langsung (PL). Selain untuk mengikis biaya dalam proses dalam proses tender dan sekaligus mengamputasi proyek-proyek yang non-vital, juga untuk menjamin adanya pekerjaan di kalangan kontraktor UKM sehingga arus pengganguran terminimalisir," papar Eddin melalui rilis WA kepada SIB.
Sikap serupa juga diutarakan praktisi bisnis konstruksi Ir Mandalasah Turnip SH dari Gabpkin Sumut dan Ir Sanusi Surbakti wakil ketua umum DPN Inkindo, bahwa terobosan besar untuk penguatan ekonomi di masa pandemi Covid-19 ini adalah inovasi lintas sektoral yang harus didukung pemerintah sepenuhnya untuk menciptakan sumber-sumber pendapatan baru mulai tingkat individu hingga korporasi.
"Bila perlu kebijakannya harus lebih dan berani melibihi Paket Ekonomi I hingga Paket XIV tempohari. Terlepas dari protokol-prosedur kesehatan, pemerintah harus bisa buat semacam hibah garansi berupa perizinan langsung bagi rakyat atau orang yang mendapat peluang bisnis di masa pandemi. Soalnya, kalau hibah berupa BLT-BSL yang Rp 600.000 per bulan, masanya dan kemampuan negara kan sangat terbatas, plus belum tentu semua orang mendapatkan, serta dipastikan itu takkan mencukupi karena sifatnya hanya meringankan beban, bukan untuk penguatan percepatan (ekonomi)," ujar mereka. (M04/f)