Kanada
Sekutu AS,
Kanada, juga terancam
krisis. Ini terlihat dari gerak bank sentral. Bank of Canada telah memangkas suku bunga kebijakan utamanya sebesar 25 basis poin menjadi 2,75%, Rabu. Kenyataan pahit ini menyikapi dampak
perang dagang Trump.
Mengutip Al Jazeera, sikap bank, yang menurut beberapa ekonom dapat menjadi sinyal bahwa suku bunga tidak akan turun lebih jauh, muncul setelah inflasi berbulan-bulan berada pada atau sekitar target 2%.
Baca Juga:
"Kami fokus pada mempertimbangkan tekanan ke bawah dan tekanan ke atas tersebut. Tugas kami adalah menjaga stabilitas harga, dan itulah yang menjadi fokus kami," Gubernur Tiff Macklem mengatakan pada konferensi pers.
Pemangkasan ini menandai ketujuh kalinya bank sentral
Kanada melonggarkan kebijakan moneter. Lembaga pengambil kebijakan moneter itu telah memangkas suku bunga acuan sebanyak 225 basis poin dalam kurun waktu sembilan bulan dan menjadikannya salah satu bank sentral paling agresif di dunia.
Baca Juga:
Perlu diketahui, AS adalah mitra dagang terbesar
Kanada dan mengambil hampir 75% dari semua ekspor
Kanada. Maka itu, kebijakan tarif Trump yang tidak menentu dan ancaman terhadap berbagai produk Negeri Maple telah membuat perusahaan khawatir, mengguncang kepercayaan konsumen, dan merugikan investasi bisnis.
Trump mengenakan tarif sebesar 25% pada semua produk baja dan aluminium pada hari Rabu.
Kanada kemudian mengumumkan tarif tambahan pada hari Rabu atas impor senilai US$20,68 miliar (Rp340 triliun) dari AS, termasuk produk baja dan aluminium serta berbagai barang seperti komputer hingga peralatan olahraga.
Trump bahkan mengancam akan mengenakan tarif yang lebih tinggi sebesar 50% pada
Kanada setelah Provinsi Ontario mengenakan biaya tambahan sebesar 25% pada ekspor listrik ke tiga negara bagian AS. Namun, belum ada tindak lanjut yang pasti soal wacana ini.
Bank tersebut menyatakan perang tarif yang berlarut-larut akan menyebabkan pertumbuhan PDB yang buruk dan harga yang tinggi, campuran yang menantang yang membuat sulit untuk memutuskan apakah akan menaikkan atau memotong suku bunga.
Korea
Sebagian besar perusahaan di
Korea Selatan (Korsel) tengah mengantisipasi
krisis terburuk di 'Negeri Gingseng" sejak 1997.
Mengutip Business
Korea, pesimisme para pelaku usaha tersebut akibat sejumlah faktor termasuk
perang dagang Trump.
Pada survei Federasi Pengusaha
Korea (KEF) 6 Maret, dari 508 perusahaan yang didata Januari, 96,9% lebih mengatakan "
krisis ekonomi akan terjadi tahun ini". Di antara responden, 22,8% khawatir bahwa
krisis ekonomi tahun ini akan lebih parah daripada
krisis valuta asing IMF tahun 1997.
Namun, 74,1% percaya bahwa
krisis yang signifikan akan terjadi. Meskipun tidak sebesar tahun 1997. "Hanya 3,1% yang tidak setuju dengan kekhawatiran akan
krisis ekonomi tahun ini," tulis laman itu.
Indeks ketidakpastian kebijakan ekonomi, mencapai level tertingginya dalam lima tahun. Indikator utama sentimen ekonomi itu tercatat berada di 365,14 pada Desember tahun lalu. Ini menandai peningkatan 3,4 kali lipat dari Desember 2014, dengan puncak sebelumnya sebesar 538,18 terjadi pada Agustus 2019 selama sengketa perdagangan
Korea-Jepang.
Memang, Statistik
Korea melaporkan penurunan 14,2% dalam investasi pada Januari dibandingkan dengan Desember tahun lalu. Fakta ini menggarisbawahi dampak nyata dari ketidakpastian yang meningkat.
Sementara itu, Survei KEF juga menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi perusahaan. Termasuk beban upah akibat perluasan cakupan upah biasa (38,4%), peraturan keselamatan seperti Undang-Undang Hukuman Kecelakaan Berat (28,3%), dan peraturan jam kerja seperti 52 jam kerja seminggu (22,8%).
Selain itu, 34,5% perusahaan memperkirakan lingkungan peraturan perusahaan akan memburuk tahun ini. Sementara 57,4% meyakini lingkungan tersebut tidak akan berubah, dan hanya 8,1% yang mengantisipasi perbaikan.
Kepala Inisiatif Pertumbuhan Berkelanjutan (SGI) Kamar Dagang dan Industri Korea, Park Yang-soo, menekankan perlunya tindakan legislatif untuk mengurangi tantangan ini. "Kita perlu segera mengesahkan undang-undang seperti Undang-Undang Khusus Semikonduktor untuk menarik investasi jangka panjang yang stabil dari perusahaan," ungkapnya.
Laporan SGI, berjudul "Dampak Ketidakpastian Kebijakan Ekonomi terhadap Investasi dan Implikasinya" menganalisis lebih lanjut situasi tersebut. Di mana laporan memproyeksikan penurunan signifikan dalam investasi pada paruh pertama tahun ini, dengan potensi kontraksi yang berkelanjutan hingga ketidakpastian teratasi.
Amerika Resesi