Sibolga (SIB)- Anak Buah Kapal (ABK), yang mengalami kecelakaan saat berlayar menangkap ikan di tengah laut sudah berita yang tidak asing lagi di telinga masyarakat. Namun, banyaknya peristiwa yang terjadi tidak serta merta menjadi evaluasi bagi pengusaha maupun nahkoda kapal untuk mencari regulasi perlindungan bagi anggota. Sering sekali ABK yang naas saat bekerja pada akhirnya akan menanggung nasib sendiri tanpa jaminan perlindungan.
Nasib itulah yang dialami Herianto (30), warga Kelurahan Kalangan, Kecamatan Pandan, Tapanuli Tengah (Tapteng). Bapak dua anak itu sudah 15 tahun bekerja sebagai ABK, mengalami musibah saat berlayar di perairan Barus, pada 1 Juni 2015 lalu. Herianto mengalami patah kaki sebelah kanan karena terbentur balok pukat saat akan melemparkan pukat ke laut. Dia mendapatkan perawatan medis hingga kakinya diamputasi di RSUD FL Tobing. Namun setelah sembuh, Herianto menyadari dia tidak bisa lagi bekerja untuk menghidupi keluarganya.
Merasa tidak bisa bekerja, Herianto meminta kaki palsu kepada pengusaha kapal, Syaruddin Lubis, namun Syaruddin hanya memberikan Rp4 juta, sedangkan harga kaki palsu, Rp8,5 juta. â€Saya meminta kaki palsu supaya bisa bekerja, tetapi pengusaha kapal hanya memberi Rp4 juta sedangkan harga kaki palsu, Rp8,5 juta. Dari manalah saya mendapat tambahannya sementara saya sudah tidak bekerja lagi,†kata Herianto kepada SIB, Selasa (22/9).
Dalam menyampaikan keluh kesahnya, Herianto didampingi keluarganya, Muhdin Pasaribu (45) dan Ketua SPSI Tapteng Abdurahman Sibuea. Herianto mengharapkan belas kasih dari pengusaha kapal tempatnya bekerja, meski memang diakui baru satu bulan bekerja sebagai kwanca atau masinis di Tangkahan LBS, KM Sejahtera Baru 01. Dikatakan, sebelumnya dia bekerja di kapal lain, namun Nahkoda KM Rejeki Baru 01 mengajaknya bergabung, dan disitulah naas menimpanya.
Pengusaha Kapal KM Rejeki Baru 01, Syaruddin Lubis yang dikonfirmasi SIB, Selasa (22/9) membenarkan Herianto pernah bekerja di kapalnya dan mengalami musibah hingga patah kaki. Tetapi, ungkapnya, biasanya yang berhubungan dengan AKB adalah nahkoda kapal atau tekong, bukan pengusaha. Itupun, lanjutnya, selaku manusia yang berhati nurani dia sudah membantu biaya perobatan di rumah sakit, dan sudah membantu untuk membeli kaki palsu Rp4 juta.â€Saya sudah membantu, Rp4 juta, selanjutnya saya menyarankan supaya korban berkomunikasi dengan nahkoda,†ungkap Syahruddin.
Ketika ditanya soal asuransi kecelakaan, Syaruddin mengaku tidak ada bagi ABK. Katanya, asuransi itu sulit diadakan, karena ABK biasanya berpindah-pindah tempat bekerja. “Lagi pula kita tidak ada gaji, melainkan tangkap bagi,â€kata Syahruddin yang juga anggota DPRD Sibolga itu.
Sementara Syahbandar Pelabuhan Sibolga, H M Alwi Tikka selaku yang mengeluarkan surat persetujuan berlayar belum mengetahui peristiwa itu, karena baru ditempatkan bertugas ke Sibolga Mei 2015. Namun itu pun, katanya, pihaknya akan meminta laporan terkait peristiwa itu, dan memeriksa KM Rejeki Baru 01 apakah pada saat itu memiliki Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Alwi Tikka mengaku pihaknya terlebih dahulu memeriksa kelengkapan dan validitas surat dan dokumen kapal sebelum penerbitan SPB. â€Ada sejumlah persyaratan termasuk sertifikat keselamatan penumpang, keselamatan konstruksi, dan pengawakan serta persyaratan lainnya,†tukasnya.
Namun, Alwi Tikka mengatakan, kalau semua tertib administrasi, misalnya begitu kejadian Nahkoda Kapal membuat Laporan Kecelakaan Kapal (LKK) ke Syahbandar, maka Syahbandar akan memproses dan bisa diklaim di asuransi.â€Tetapi semua harus lengkap administrasi, saya belum tahu apakah kapal itu memiliki SPB, bahkan baru ini saya mendapat informasi setelah Anda mengkonfirmasi saya,†pungkasnya.
(E05/y)