Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 28 Mei 2025

Pergulatan Si Anak Desa Jadi Pengusaha

- Minggu, 24 Maret 2019 19:08 WIB
980 view
Pergulatan Si Anak Desa  Jadi Pengusaha
Gusti Ngurah Anom alias Ajik Cok, Pendiri dan Pemilik Grup Krisna.
Grup Krisna membangun Krisna Eco Village (destinasi wisata pendidikan dengan konsep taman) di Desa Tangguwisia, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, serta Krisna Water Park yang dibangun di atas lahan seluas 3,5 ha di Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Water park ini menjadi wisata air satu-satunya di Bali yang memiliki kolam ombak.

Buleleng sebetulnya bukan tujuan utama wisatawan yang berkunjung ke Bali karena akses transportasi yang sangat terbatas.Karena itu, membangun objek wisata di daerah tersebut merupakan pertaruhan besar. "Niat saya adalah membantu pengembangan wisata di Bali. Selanjutnya, biar Tuhan yang mengaturnya," kata Gusti Ngurah Anom, pendiri Krisna. Ia tak peduli, meskipun ada yang mengatakan dirinya "gila". Apalagi, Buleleng adalah kota kelahirannya, sehingga ia pun merasa terpanggil untuk mengembangkan daerah tersebut.

Bagi pengusaha yang akrab dipanggil Ajik Cok ini ("ajik" adalah panggilan anak kepada bapak di Bali), kerja keras adalah hal yang biasa ia lakukan sejak memulai bisnis. Ia mengemukakan, dalam mengembangkan bisnis, dia tidak merasakan tantangan berat. Sebab, tantangan paling berat sudah dilaluinya ketika dia baru keluar dari kampung halamannya. "Saya lahir dari keluarga miskin, begitu merantau, bekerja sama orang dan dapat penghasilan, saya merasa senang," ujarnya mengenang. Begitu membuka usaha sendiri, tantangan berat tidak dia rasakan lagi. Walau begitu, suka dan duka tetap ada. "Saya bahagia saja, apa pun kejadian di usaha saya, baik-buruk, saya tidak pernah marah. Tanyakan saja ke karyawan saya," tutur Ajik Cok.

Ajik Cok yang lahir di Desa Tangguwisia, Kecamatan Seririt, Buleleng berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Saat ia kanak-kanak, keluarganya kerap kesulitan untuk memenuhi keperluan sekolahnya. Hingga suatu hari, ayahnya, Gusti Putu Raka, mengatakan tidak sanggup lagi menanggung biaya sekolah. Ajik Cok yang baru tamat SMP memutuskan meninggalkan rumah dan mengadu nasib ke Denpasar.

Pekerjaan pertama yang digelutinya adalah menjadi tukang cuci mobil. "Pendapatannya lumayan, dan tidak mungkin bisa saya dapat kalau tetap tinggal di desa," katanya. Pekerjaan ini dijalaninya selama sekitar dua tahun, dan ia berhenti menjadi tukang cuci mobil karena kondisi badannya menurun akibat terlalu sering bekerja sampai tengah malam. Akhirnya, ia bekerja di tempat konveksi milik Made Sidharta, yang di kemudian hari pengusaha ini menjadi mentornya dalam membesarkan Grup Krisna.

Setelah keluar dari perusahaan Sidharta, tahun 1994 Ajik Cok membuka usaha sendiri bersama istrinya, Ketut Mastrining, yang juga lulusan SMP. Ia bertemu wanita pendamping hidupnya itu ketika sama-sama menjadi anak buah Sidharta. Usaha pertama yang ditekuni adalah bidang konveksi, sesuai dengan pengalamannya. Pada 2007, ia merambah ke bisnis ritel (oleh-oleh) dengan mengibarkan bendera Krisna Oleh-oleh Bali.

Rupanya, keberuntungan besar menaungi Ajik Cok setelah masuk ke bisnis ritel. Usahanya makin berkembang, bahkan ekspansi ke berbagai ke bisnis lain, seperti restoran, wahana wisata, properti dan fashion. Merek dagang yang dikibarkannya antara lain Krisna Adventure, Krisna Water Sports, Krisna Beach Street, Krisna Wisata Kuliner, Krisna Funtastic Land, Krisna Gallery & Resto, Krisna Villa, Krisna Bali Wisata, Krisna Eco Village, dan Krisna Water Park. Dalam waktu 10 tahun sudah dibuka 23 gerai Krisna dengan berbagai macam usaha. Jadi, dalam 11 tahun perjalanan bisnisnya, dia sudah bisa membuka 29 gerai, jadi rata-rata 2,5 gerai per tahun. Total karyawannya saat ini mencapai sekitar 3.000 orang.

"Saya selalu happy menjalani bisnis ini. Inilah kunci lainnya dari keberhasilan saya berbisnis. Tahun 2009-10 ketika krisis moneter, terutama global, bisnis kami justru menanjak, dan sedang bagus-bagusnya di 2010," kata Ajik.

Meski telah menggapai sukses dalam membesarkan Krisna, Ajik Cok mengaku tidak pernah menempatkan dirinya sebagai pemilik. "Saya sama seperti pegawai lainnya. Saya tetap harus turun untuk melihat bisnis saya, walau sekarang bisnis ini sudah dikelola oleh anak pertama saya," ia menegaskan.

Kerja keras dan inovatif, kunci keberhasilan Ajik Cok dalam membesarkan Krisna. Tentu saja, peran sang istri juga tak bisa disepelekan. Tugas menjaga kualitas barang serta inovasinya dipercayakan Ajik Cok pada istrinya."Saya bisa besar karena istri. Kalau tidak ada dia, tidak bisa; begitu juga sebaliknya," tuturnya. Istrinya memiliki latar belakang garmen, sehingga memudahkan dia mengelola para pengrajin. "Dia paham mana kualitas yang bagus, mana yang curi ukuran. Untuk memutuskan barang masuk atau tidak, saya dan istri yang memutuskan," ungkap Ajik.

Di mata Gusti Ngurah Berlin Bramantara, putra sulung mereka yang kini sudah dipercaya menempati posisi sebagai CEO Krisna Holding Company, ayah dan ibunya adalah dua orang yang sangat berbeda, tetapi akhirnya bisa saling melengkapi. Kata Gus Berlin (begitu ia biasa dipanggil) Ajik Cok sering menanamkan kecepatan berpikir, mengandalkan feeling, dan selalu berusaha bisa menyenangkan orang yang dipercaya, sehingga otomatis akan memberi hal yang positif. Sang ibu kebalikannya: penuh dengan kehati-hatian dan selalu melihat jangka panjang. Dipikirkan dengan baik dan detail, serta menghitung untung-rugi dan kemampuan keuangan.

"Kalau Ajik kan maunya cepat, cepat, cepat…, sementara ibu selalu menambahkan kemungkinan lain yang terjadi bila mengambil suatu keputusan. Mereka punya dua sikap yang sangat berbeda, sering adu argumentasi tetapi saling mengisi. Ini dua pribadi yang bagus dan unik. Saling melengkapi dan menjadi kekuatan mereka berdua," ujar Berlin.

Sekarang, kendali Krisna sudah di tangan generasi ke-2. Setelah Berlin, yang kini berusai 26 tahun, pada 2018 anak keduanya juga akan bergabung dengan perusahaan keluarga ini. "Saya berharap dia bisa mengayomi karyawan," kata Ajik.

Ajik berpesan kepada anaknya agar hubungan dengan karyawan harus tetap dijaga baik, tidak jaga jarak, bahkan bisa lebih menyejahterakan karyawan lebih baik lagi. "Saya ingin karyawan maju, bahkan saya senang kalau mereka mempunyai bisnis serupa, apalagi kalau bisa lebih hebat dari saya," ungkap Ajik. Sebab, dia teringat, dulu dirinya juga karyawan, kemudian punya usaha sendiri dan kondisinya saat ini lebih besar daripada mantan bosnya. Harapannya, anak buahnya bisa seperti dirinya. (Swa.co.id/d)

SHARE:
komentar
beritaTerbaru