Minggu, 05 Mei 2024

Jonatan Gugat UU Pemilu ke MK, Minta Ancaman Penjara Pengajak Golput Dihapus

Redaksi - Senin, 13 November 2023 11:41 WIB
257 view
Jonatan Gugat UU Pemilu ke MK, Minta Ancaman Penjara Pengajak Golput Dihapus
(Foto: Ari Saputra/detikcom)
Ilustrasi MK 
Jakarta (SIB)
Warga bernama Jonatan Ferdy mengajukan gugatan terhadap Pasal 515 UU Pemilu tentang delik pidana mengajak orang lain untuk golput. Menurutnya, delik tersebut bertentangan dengan HAM yang tertuang dalam UUD 1945.
Pasal a quo berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).
Menurut penggugat, pemidanaan terhadap tindakan mendeklarasikan atau mengajak warga negara untuk menjadi golongan putih (golput) atau tidak menggunakan hak pilihnya tidak lagi relevan. Dia menilai pasal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
"Dengan dilarangnya mendeklarasikan atau mengajak warga masyarakat golput pada saat pemungutan suara sudah kurang relevan lagi. Sebab, hal ini justru merusak citra demokrasi negara hukum yang selama ini telah dibangun. Di samping itu, dilihat dari sisi masyarakat justru mematikan sikap demokrasi dan penyampaian informasi bebas di muka umum," katanya sebagaimana tertuang dalam risalah yang dilansir MK, Minggu (12/11).
Pemohon menjelaskan bahwa banyak orang yang bersikap apatis terhadap politik tidak lagi peduli atau mencari tahu makna golongan putih serta risiko yang diakibatkannya karena keberlakuan tersebut. Pemohon menekankan pernyataan atau ajakan untuk golput merupakan hak setiap warga negara.
Jonatan mengatakan dalam pemberitaan Pemilu di media massa atau media sosial, ternyata tidak membuat semua orang mengetahui tanggal pasti diadakannya Pemilu 2024. Kemudian, pada Pemilihan Umum 2019, hasil survei LSI yang diadakan sebulan sebelum hari pencoblosan menunjukkan mayoritas tidak mengetahui tanggal pasti diadakannya Pemilihan Umum.
Selain itu, Jonatan mengatakan banyak penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya untuk memberikan suara di hari Pemilihan Umum. Sayangnya, menurut Jonatan, keterbatasan yang dimiliki sering menghambat mereka dalam mencoblos.
"Misalnya tidak ada bantuan untuk pergi menuju ke lokasi TPS dan tidak tersedianya surat suara khusus bagi disabilitas," ucapnya.
Menurutnya, penyampaian berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan harus dilindungi sesuai dengan amanah Undang-Undang. Dia mengatakan hal itu merupakan bagian dari HAM.
"Pasal 515 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama dimaknai sebagaimana yang saat ini tertulis dalam teks UU Pemilu," ujar Jonatan.
Menanggapi permohonan pemohon, Hakim Kontitusi Suhartoyo menyarankan pemohon untuk membaca Peraturan MK tentang tata beracara. Selain itu, dia menyebut dalam menguraikan kerugian konstitusional harus jelas.
"Nanti Jonatan bisa melihat putusan-putusan MK. Kemudian untuk legal standing, harus menguraikan anggapan kerugian konstitusionalnya apa. Dalam uraian selanjutnya menguraikan tentang pemohon merupakan anak ketiga dan memiliki dua abang kandung, ini konteksnya apa? Dalam perspektif saudara ada kerugian konstitusional itu. Harus tegas apakah saudara mempunyai hak pilih apakah ini kemudian apakah ini mengganggu hak konstitusional yang lain yang berkaitan sistem kepemiluan. Jadi harus clear dalam menguraikan kerugian konstitusional yang dirugikan," urai Suhartoyo.
Sementara hakim MK Saldi Isra meminta pemohon untuk menjelaskan kerugian hak konstitusional pemohon dengan berlakunya norma ini.
"Kalau tidak ada penjelasan anda bisa dianggap tidak memiliki legal standing. Lalu pasal di konstitusi mana yang dijadikan rujukan untuk menjelaskan kerugian hak konstitusional itu,"terang Saldi.
MK memberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun perbaikan permohonan paling lama diterima oleh Kepaniteraan MK pada Rabu, 22 November 2023 pukul 09.00 WIB. (**)



Baca Juga:
Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Pemilih Pemula di SMAN 2 Kisaran Diajak Tolak Golput dan Politik Uang
Polsek Tanjungbalai Selatan Imbau Warga Jangan Golput
Tokoh Parpol Ajak Masyarakat Berbondong ke TPS, Jangan Ada Golput
Ketua KNPI Bandar Ajak Pemuda Tidak Golput di Pemilu 2024
Masyarakat Jangan Sampai Terpapar Golongan Pencari Uang Tunai (Golput)
Ketua DPRD SU Ajak “Emak- Emak” Medan Johor Ramaikan TPS, Jangan Golput
komentar
beritaTerbaru