Sabtu, 12 Oktober 2024

Polres Simalungun Bantah 6 Masyarakat Adat di Simalungun Diculik

Wilfred Manullang - Selasa, 23 Juli 2024 12:38 WIB
422 view
Polres Simalungun Bantah 6 Masyarakat Adat di Simalungun Diculik
Foto: Dok. Polres Simalungun
Polres Simalungun saat merilis kasus penangkapan masyarakat adat
Simalungun (harianSIB.com)
Polres Simalungun membantah pemberitaan bahwa enam masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita diduga diculik dan diborgol usai didatangi sekitar 50 orang.

Kasat Reskrim Polres Simalungun AKP Ghulam Yanuar Luthfi mengatakan pihaknya lah yang mengamankan warga tersebut. Ghulam menyebut warga yang diamankan itu terlibat dalam beberapa kasus yang ditangani oleh pihaknya.

"Informasi melalui media sosial yang mengatakan para tersangka diculik oleh OTK adalah tidak benar. Kami datang dengan menunjukkan identitas sebagai anggota Polres Simalungun dan menunjukkan surat penangkapan para tersangka," kata Ghulam dilansir Detikcom, Senin (22/7/2024).

Baca Juga:

Ghulam menyebut awalnya ada tujuh orang yang ditangkap. Namun, dua orang pergi melarikan diri saat akan diamankan ke kantor polisi.

"Sebenarnya tersangka yang berhasil diamankan sebanyak tujuh orang. Namun, ada dua orang yang melarikan diri pada saat proses diamankan ke Mako Polres Simalungun dikarenakan adanya penolakan dari massa, sehingga situasi saat itu tidak kondusif," sebutnya.

Baca Juga:

Adapun untuk pelaku yang diamankan Jonni Ambarita, Giofani Ambarita, Thomson Ambarita, kata Ghulam, telah berstatus sebagai tersangka. Mereka sebelumnya terlibat dalam kasus pengeroyokan yang dilaporkan pada 19 Juli 2022 dan 14 Mei 2024. Sementara, dua orang lagi yang telah ditangkap masih menjalani pemeriksaan untuk menetapkan statusnya.

"Untuk kedua orang lagi masih dalam proses pendidikan untuk menentukan status yang bersangkutan," sebutnya.



Mantan Kapolsek Kualuh Hulu itu menjelaskan bahwa salah satu kasus pengeroyokan itu tejadi di Camp RND PT TPL Sektor Aek Nauli, Nagori Sihaporas pada 18 Juli 2022. Adapun yang menjadi korban adalah Rudy Haryanto (53).

"Kronologi kejadian bermula ketika Rudy Panjaitan bersama para saksi hendak menyingkirkan kayu yang menghalangi jalan dengan menggunakan mobil Avanza BK 1412 HN. Namun, tiba-tiba sekelompok orang berjumlah sekitar 100 orang menyerang mereka dengan melempari batu dan membawa kayu yang dililit kawat berduri," ujarnya.

"Akibat serangan tersebut, korban dan saksi-saksi melarikan diri, meninggalkan mobil di lokasi kejadian. Selanjutnya, mobil tersebut dirusak oleh para pelaku dan korban mengalami kerugian sebesar Rp 100 juta serta luka di kepala akibat lemparan batu," sambung Ghulam.

Usai diamankan, kata Ghulam, para pelaku dibawa ke Polres Simalungun. Saat, ini pihaknya tengah mendalami kasus tersebut.

"Tersangka saat ini sudah diamankan di kantor Unit I Jatanras Satreskrim Polres Simalungun untuk proses penyidikan dan pengembangan lebih lanjut," pungkasnya.

Sebelumnya Ketua Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Jhontoni Tarihoran, mengatakan bahwa enam masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita diculik oleh OTK.

Peristiwa itu, katanya, terjadi di Buntu Pangaturan, Nagori Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, sekira pukul 03.00 WIB. Saat kejadian, keenam warga itu tengah tertidur.

"Jadi, yang disampaikan dari kampung itu bahwasanya terjadi pukul 03.00 tadi pagi. Dari masyarakat adat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita," kata Jhontoni saat dikonfirmasi detikSumut, Senin (22/7/2024).

Jhontoni menyebut ada sekitar 50-an orang yang membawa paksa keenam warga tersebut. Pada saat kejadian, puluhan orang itu datang dengan mengendarai dua mobil sekuriti dan satu truk colt diesel. Dia menduga puluhan orang tersebut merupakan suruhan PT TPL.

"Kalau informasi yang kami peroleh itu, ada sekitar 50-an orang yang datang ke wilayah itu. Ada dua mobil sekuriti dan truk colt diesel yang biasa juga jadi truk angkutan pekerja TPL. Diduga ini atas permasalahan atau konflik tanah adat mereka dengan TPL," ujarnya.

"Jadi, pada saat masyarakat sudah tidur, didatangi, (masyarakat) terbangun karena ada suara, ternyata ada yang sudah masuk ke rumah itu. Kemudian ada penangkapan, mereka diborgol dan dibawa," sambung Jhontoni.



Selain itu, kata Jhontoni, ada juga seorang wanita yang diseret oleh orang-orang yang datang tersebut. Saat kejadian, wanita tersebut hendak menghentikan aksi yang dilakukan para terduga pelaku.

"Dia (wanita) berupaya untuk menanyakan siapa orang itu dan dia coba berupaya menghentikan mobil, tapi dia diseret dari depan mobil. Ibu itu tidak dibawa, suaminya yang dibawa," ujarnya.

Jhontoni mengatakan enam warga yang dibawa itu semuanya laki-laki. Keenamnya, yakni Tomson Ambarita, Jonny Ambarita, Gio Ambrita, Prando Tamba, Kwin Ambarita dan Hitman Gogo Ambrita. Namun, setelah kejadian itu, kata Jhontoni, korban Hotman telah pulang, sedangkan yang lainnya belum diketahui keberadaannya.

"(Sudah pulang) Hitman. Tadinya itu ada enam orang, kemudian satu orang sudah pulang kembali ke kampung itu, mungkin lari atau gimana. Jadi, sekarang ada lima lagi," sebutnya.

Dia mengaku masyarakat keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita ini memang terlibat konflik dengan TPL. Menurutnya, pihak TPL beberapa kali mengganggu masyarakat yang mempertahankan tanah adat mereka.

"Selama ini kan mereka tetap mempertahankan tanah adat mereka sebagai ruang hidup mereka. Namun, sering kali juga pihak TPL mengganggu mereka, pekerja TPL juga melakukan aksi bebas di wilayah mereka dan beberapa kali mereka didatangi aparat kepolisian, sebelum-sebelumnya itu. Jadi, diduga ini adalah demi kepentingan TPL, karena sejak tahun 1998 mereka mempertahankan wilayah adat mereka dari aktivitas kegiatan PT TPL," pungkasnya. (*)

Editor
: Wilfred Manullang
SHARE:
komentar
beritaTerbaru