Selasa, 30 April 2024
Ahli Tim Ganjar Ungkap Kontroversi Sirekap

Bupati-Wakil Bupati Labura Dilaporkan Tidak Netral

* Hasto: Mega Siap Jadi Saksi
Redaksi - Rabu, 03 April 2024 08:58 WIB
Bupati-Wakil Bupati Labura Dilaporkan Tidak Netral
Foto: Ist/harianSIB.com
Bupati Hendri Yanto Sitorus.
Jakarta (SIB)
Sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK (Mahkamah Agun) Jakarta Pusat, Selasa (2/4), Tim Ganjar-Mahfud menghadirkan saksi ahli.
Dosen TI Universitas Pasundan, Leony Lidya, mempermasalahkan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Leony, yang menjadi ahli dari Ganjar Pranowo-Mahfud Md, menilai Sirekap menjadi saksi bisu kejahatan Pemilu 2024.
Mulanya, Leony menjelaskan hasil diagnosisnya terkait Sirekap.
"Diagnosis ini saya lakukan berdasarkan sudut pandang pengetahuan saya, pengalaman saya, kompetensi saya sebagai perekayasa sistem informasi dan perangkat lunak," kata Leony.
Leony mengatakan ada berbagai tahapan yang menyebabkan kontroversi Sirekap. Di antaranya, kata Leony, ialah fase unggah formulir C hasil hingga hak edit untuk KPPS.
"Pada saat fase unggah C1 TPS di mana banyak kejadian perolehan suara yang tidak sesuai dengan hasil unggahan, menggelembung, lalu diikuti dengan keluhan bahwa tidak ada hak edit C1 untuk KPPS," ujarnya.
"Untuk hak edit C1 ini, saya baca dari dokumen bimtek itu sebetulnya ada diberikan untuk KPPS, dan skenarionya ada, tapi dari berita setelah kontroversi ini meledak, saya baca bahwa KPU memberikan hak edit tersebut kepada KPU Kabupaten/Kota," sambung dia.
Dia mengatakan, KPU juga menutup info angka formulir C dan fomulir D hasil. Selain itu, katanya, KPU juga mengunggah C dan D yang tidak tuntas sampai saat penetapan hasil rekapitulasi nasional.
"Kejanggalan lain adalah presentasi statis dari suara paslon yang terakhir KPU klaim tidak memakai Sirekap," ucap dia.
Leony pun menilai kontroversi Sirekap terjadi lantaran by design. Menurutnya, Sirekap menjadi saksi bisu kejahatan pemilu 2024.
"Dari fenomena tiga pertama saja sudah menyimpulkan sesuatu bahwa sudah terjadi perubahan pada kode program, sehingga hari ini saya simpulkan bahwa kontroversi yang terjadi pada Sirekap adalah by design," tuturnya.
"Sehingga saya anggap ketika KPU mengabaikan Sirekap dengan berdalih bahwa Sirekap tidak dipakai untuk rekapitulasi berjenjang, maka saya melihat Sirekap sudah menjadi saksi bisu kejahatan Pemilu 2024," imbuh dia.



Beras Berstiker
Selain itu, saksi yang dihadirkan Ganjar-Mahfud adalah Suprapto, menunjukkan karung beras yang ditempel stiker bergambar pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di sidang sengketa Pilpres. Suprapto mengatakan beras tersebut diperoleh dari Kepala Lingkungan rumahnya di Medan, Sumatera Utara.
Suprapto mulanya mengatakan Kepala Lingkungan mendatangi rumahnya pada 20 Januari 2024 pukul 15.00 WIB. Dia mengatakan, Kepala Lingkungan itu diterima oleh istrinya.
Suprapto mengatakan, Kepala Lingkungan itu membawa karung beras yang ditempel gambar Prabowo-Gibran.
"Kepling lingkungan 1, Pak, yang bernama Supriyadi, menyatakan 'Ini ada beras, bansos, tapi nanti untuk 02 ya jangan lupa ya'," kata Suprapto.
Suprapto mengaku dirinya langsung emosi mendengar pernyataan Kepala Lingkungannya. Suprapto mengaku langsung menegur Kepala Lingkungan itu.
"Bapak tidak setuju dan nggak diterima?" tanya Suhartoyo.
"Karena saya mantan pengurus PAC PDIP Medan. Saya keluar dari kamar menemui Kepling lingkungan 1, 'Kamu jangan paksa-paksa', langsung Kepling pergi dari rumah saya," jelas Suprapto.
"Akhirnya diterima nggak?" tanya Suhartoyo.
"Ini (beras) sudah ditinggal, Pak, keluar saja langsung meninggalkan rumah," kata Suprapto.
Suprapto lalu menunjukkan beras yang diberikan Kepling itu dalam persidangan. Karung beras itu berwarna kuning hijau dan terdapat stiker bergambar animasi Prabowo-Gibran dengan baju biru. Terlihat ada tulisan 'Prabowo-Gibran' di stiker itu.
Selain itu, Suprapto menuturkan ada pula tetangganya yang mendapatkan amplop berisi uang Rp 50 ribu. Namun, kata dia, Kepling itu tidak membagikan amplop kepadanya usai ditegur saat memberikan beras.


Baca Juga:


Senam 'Oke Gas'
Sementara warga asal Labuhanbatu Utara (Labura), Sumatera Utara, bernama Mukti Ahmad mengatakan, dirinya melihat ASN dan kepala desa di wilayahnya mengikuti kegiatan senam diiringi lagu 'Oke Gas' dan memakai baju biru muda. Dia menganggap hal itu bentuk ketidaknetralan dan dukungan terhadap capres-cawapres nomor 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hal itu dia ceritakan ketika menjadi saksi untuk capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud Md dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di MK. Dia mengatakan acara senam itu diikuti oleh Bupati, Wakil Bupati dan para pejabat di Labura.
"Saya ingin menyampaikan terjadi ketidaknetralan bupati, wakil bupati, sekda, kepala dinas dan kepala desa di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Sumatera Utara, dengan melaksanakan senam sehat di mana ASN, kepala desa seluruhnya diwajibkan untuk datang dengan menggunakan baju berwarna biru muda," kata Mukti.
"Kemudian di dalam senam itu, potongan musik dan nadanya adalah 'Oke gas, oke gas nomor 2 paling pas'. Itu videonya ada, Yang Mulia," katanya pada Suhartoyo.
Dia kemudian menunjukkan video yang dimaksud dalam sidang MK. Dalam video itu, terlihat segerombolan orang mengikuti senam dengan diiringi lagu 'Oke Gas'. Mukti kemudian menyebut orang-orang yang ada di dalam video tersebut merupakan Sekda, Kepala Dinas hingga kepala desa di Labura.
"Sekda, kepala dinas pendidikan, kepala dinas badan pendapatan daerah, dan guru-guru, kepala desa, banyak sekali. Itu dilakukan di tempat," ujar Mukti.
Namun, Mukti mengaku tidak mendengar adanya orasi kampanye atau ajakan memilih Prabowo-Gibran. Dia mengaku hanya mendengar suara 'Oke Gas'.
"Nggak dengar orasi, tapi musik waktu senam saya dengar 'Oke Gas'," ujarnya.
Dia juga menunjukkan unggahan video itu dalam akun Facebook Hendri Sitorus yang disebutnya milik Bupati Labura. Dalam akun itu, tertulis status 'Oke Gas..Oke Gas..Nomor 2 Paling Pas..!! Meriah sekali acara senam sehat pagi ini, antusias masyarakat Labura untuk ikut berolahraga patut saya kasi dua jari'.


Baca Juga:


Temukan
Saksi dari Ganjar-Mahfud, Hairul Anas Suaidi juga mengaku menemukan suara yang tak bisa dipercaya di Sirekap. Hairul mengatakan, jumlah suara tak bisa dipercaya itu mencapai 23 juta.
Hairul juga mengatakan, ada perubahan ratusan kali dalam Sirekap.
"Saya lihat ada perubahan sebanyak 443.453 kali (perubahan tabulasi dan dokumen C1) terhadap data yang pernah diinput," kata Hairul.
"Kemudian itu terjadi di sekitar 244.533 TPS, artinya ada perubahan dalam data Sirekap," sambung dia.
Hairul mengaku dirinya telah melakukan pengecekan jumlah suara pasangan nomor urut 1, 2 dan 3. Dia mengatakan hasilnya ada 23.423.395 suara yang tak dapat dipercaya.
"Cukup fantastis di sini, seandainya kalau C1 itu ada tanggal ya, adalah tanggal di fotonya C1 atau C hasil, maka di situ yang melewati tanggal 15 (Februari) ada 324 ribu kalau nggak salah. Jadi ada upload foto yang sebenarnya diambil fotonya sudah lewat tanggal 15," paparnya.
"Itu bisa dilihat ada perbedaan suara sah yang fatal, 23 juta lebih, sehingga saya bisa mengatakan ada kemungkinan suara yang tidak dapat dipercaya itu ada sekitar 23-38 juta," lanjut dia.
Hairul mengambil satu sampel saat progres TPS sekitar 64,14 di Sirekap. Dia mengatakan saat itu jumlah suara yang sudah dipercaya mencapai 43 juta.
"Itu total suara paslon saya total 1, 2, 3, itu 77 juta sekian, kalau diproyeksikan 100% anggaplah merata ya angka itu dan masuk secara acak maka proyeksi 100%-nya itu hanya 120 jutaan kira-kira. Tapi dalam pengumuman kan ada 164 juta pada akhirnya, jadi ini yang keliru yang mana gitu kan?" ungkap dia.
"Jadi ada potensi yang sudah dipercaya 43 juta," lanjut dia.
Selain itu, katanya, ada keanehan dari pengguna hak pilih dan suara keseluruhan. Dia menyebut kurang lebih ada 33 ribu TPS di mana jumlah pengguna hak pilih dan total suara tidak sama.
"Jadi total suara total itu harusnya adalah penjumlahan suara sah dan suara tidak sah, itu harusnya sama tapi terjadi ketidaksamaan," tuturnya.



Demi Capres
Sementara Ahli dari Ganjar Pranowo-Mahfud Md, Franz Magnis-Suseno atau Romo Magnis, menyoroti pembagian bansos yang dilakukan oleh Presiden yang disebutnya untuk memenangkan pasangan capres-cawapres dalam Pemilu 2024. Romo Magnis mengibaratkan hal yang dilakukan presiden sebagai pegawai yang mencuri uang di toko.
Hal itu disampaikan Romo Magnis saat memberikan keterangan di sidang sengketa Pilpres, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4). Romo Magnis, yang merupakan Profesor Filsafat STF Driyakara, mulanya mengatakan bansos bukan milik pemerintah.
"Pembagian bantuan sosial. Bansos bukan milik Presiden melainkan milik bangsa Indonesia yang pembagiannya menjadi tanggung jawab Kementerian yang bersangkutan dan ada aturan pembagiannya," kata Romo Magnis.
Dia mengatakan Presiden yang menggunakan kekuasaan dalam membagikan bansos untuk memenangkan pasangan capres, maka hal itu sama dengan pegawai yang mencuri uang di toko. Romo Magnis sendiri tak menyebut nama dalam menyampaikan analoginya di persidangan.
"Kalau presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko. Jadi itu pencurian ya pelanggaran etika," jelasnya.
Romo Magnis mengatakan jika hal itu terjadi, maka Presiden itu telah kehilangan etika. Padahal, kata dia, seharusnya seorang Presiden dapat melayani semua masyarakat.
"Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai Presiden, yaitu bahwa kekuasaan yang ia miliki bukan untuk melayani diri sendiri melainkan melayani seluruh masyarakat," ujarnya.
Romo Magnis juga menyoroti adanya keberpihakan Presiden dalam Pemilu. Di mana, kata dia, seharusnya Presiden tidak menggunakan kekuasaannya untuk mengarahkan aparat negara agar mendukung salah satu pasangan calon.
"Dia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa dia tanpa membedakan-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi," tuturnya.



Hanya Hakim MK
Terkait pemanggilan 4 menteri di Sidang Pilpres, MK menyatakan, para menteri dan DKPP hanya bisa ditanya oleh hakim.
Para menteri dan DKPP itu dipanggil pada Jumat (5/4). Suhartoyo mengatakan hanya hakim MK yang bisa bertanya ke para menteri itu.
"Mudah-mudahan bisa didengar di hari Jumat, tanggal 5 April 2024. Kemudian catatan berikutnya adalah karena ini keterangan yang diminta oleh Mahkamah, maka nanti pihak-pihak tidak kami sediakan waktu untuk mengajukan pertanyaan. Jadi, yang melakukan pendalaman hanya Para Hakim," ujarnya.



Hadir
Sementara itu, Mensos Risma memastikan hadir jika sudah menerima undangan MK.
"Nanti, undangannya belum saya terima, nanti kalau sudah terima, ya saya datang lah," kata Risma, Selasa (2/4).
Dalam kesempatan ini, Risma turut memberi penjelasan mengenai penyaluran bansos. Dia menyebut, pihaknya langsung mengirimkan anggaran tersebut ke masing-masing daerah melalui bank.
"Langsung transfer ke bank," ujarnya.
Selain itu, Risma menyebut perubahan data penerima bansos di seluruh wilayah secara keseluruhan telah diatur oleh masing-masing daerah sesuai dengan Undang-Undang Fakir Miskin.
"Nanti diusulkan ke kami, dan setiap bulan itu terubah datanya sesuai dengan permintaan daerah. Sudah 6 juta lebih yang kita ubah," jelasnya.



SIAP
Terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengaku siap apabila diminta menjadi saksi dalam sidang Sengketa Pemilu 2024. Hasto memastikan Megawati berkomitmen mengawal proses yang bergulir di MK.
"Bu Mega siap sekiranya dihadirkan dan beliau akan datang. Kami akan mengawal sebaik-baiknya," kata Hasto saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/4).
Hasto menyebut, usulan untuk menghadirkan Megawati dalam sidang MK disampaikan oleh Tim Hukum Paslon 02 Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan. Saat Hasto menyampaikan usulan Otto, Megawati tertawa dan menyampaikan kesiapannya.
"Ketika ada permintaan dan kemudian atas keputusan mahkamah sesuai dengan kewenangan dari mahkamah, bukan karena usulan dari tim hukum 01 maupun 03 akan menghadirkan para menteri. Kemudian Pak Otto Hasibuan menyatakan 'Ya kalau begitu Ibu Mega juga akan diperlukan sebagai saksi'," jelas Hasto.
"Ketika itu saya sampaikan kepada Ibu Mega, beliau tertawa dan kemudian ia mengatakan 'lho kalau kemudian saya dipanggil sebagai saksi di MK, saya akan sangat dengan senang hati untuk menanggapi itu'," sambungnya.
Hasto juga menyampaikan spirit yang dimiliki Megawati kepada para saksi kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md dalam sidang sengketa Pilpres ini. Prinsipnya, PDIP ingin berjuang menegakkan konstitusi agar kedaulatan rakyat terwujud.
"Tadi malam saya sampaikan kepada saksi yang hari ini dihadirkan ke Mahkamah Konstitusi, lho kalau Ibu Mega juga punya spirit dan memberikan spirit bagi kita untuk menjadi saksi, kita semuanya akan berjuang demi tegaknya konstitusi, demi tegaknya demokrasi, dan dijauhkan abuse of power oleh presiden supaya kedaulatan rakyat betul-betul bisa menyuarakan terhadap pemimpin yang terbaik," tegasnya.



Hormati
Stafsus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan pemerintah menghormati MK yang memanggil empat menteri.
"Pemerintah menghormati panggilan MK pada sejumlah menteri yang dibutuhkan keterangannya dalam sidang sengketa PHPU," kata Dini kepada wartawan, Selasa (2/4).
Dini berharap kehadiran empat menteri dapat memberikan pemahaman terkait kebijakan dan program pemerintah yang selama ini disoal oleh para pemohon.
"Pemerintah berharap dengan kehadiran sejumlah menteri tersebut, MK dapat memperoleh pemahaman yang lebih utuh terkait latar belakang dan implementasi kebijakan-kebijakan yang diambil Pemerintah," ujarnya.
Dini mengatakan para menteri terkait yang dipanggil tidak perlu minta izin presiden untuk hadiri sidang sengketa tersebut. Menurutnya MK berhak memanggil siapapun untuk dimintai keterangan.
"Tidak perlu (izin presiden), karena MK memang dapat memanggil siapapun yang dianggap perlu didengar keterangannya," ujarnya.
Pemerintah mempersilakan menterinya untuk hadir memberikan keterangan.
"Tidak ada pembentukan tim khusus oleh pemerintah," kata Dini.
Dini juga memastikan pemerintah tak akan memberi arahan apapun kepada 4 menteri tersebut. Menurutnya, pemanggilan tersebut sudah menjadi kewenangan MK.
"Tidak ada. Sekali lagi Pemerintah bukan pihak dalam perkara ini. MK berhak untuk memanggil siapa pun yang dianggap perlu didengar keterangannya," ujarnya.
"Dalam hal ini yang dipanggil adalah individu para menteri yang dipandang MK penting untuk didengar keterangannya. Jadi silakan para menteri terkait nanti memberikan keterangan sebagaimana dibutuhkan MK," lanjut Dini. (**)



Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
SHARE:
Tags
beritaTerkait
Jubir TPD Amin Sumut DR H Tumpal Panggabean : Kita Tidak Terkejut dengan Putusan MK
MK Juga Tolak Gugatan Hasil Pilpres 2024 dari Ganjar-Mahfud
Analisis Pakar Hukum: MK Tidak akan Kabulkan Gugatan Sengketa Pilpres 2024
Hari ini MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024
22 April, Pengamanan Diperketat
KPU Siap Jalankan Apapun Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres 2024
komentar
beritaTerbaru