Pematangsiantar (SIB)
Autobiografi Pdt Joseph Simorangkir (1910-1996) dalam buku "Parsorion ni Sada Ripe Pandita Batak" diluncurkan di Sekolah Tinggi Theologia (STT) HKBP Pematangsiantar, Senin (16/1) lalu.
Dalam perspektif sejarah, akademisi, Jalatua Hasugian dalam peluncuran dan bedah buku autobiografi, Pdt Joseph Simorangkir mengatakan, bahwa autobiografi merupakan cerita yang ditulis berdasarkan pengalaman, riwayat maupun perjalanan hidup seseorang yang dipandang perlu diketahui orang lain.
Lazimnya, kisah yang diceritakan diawali dari kehidupan masa kecil, bersekolah, berkarier sampai saat autobiografi ditulis. Penulis autobiografi juga lebih mengandalkan ingatan, karena yang ditulis adalah pengalaman dirinya sendiri. Oleh karenanya, daya tarik autobiografi terletak pada kenyataan, bahwa karya tersebut merupakan kenang kenangan dari pelakunya sendiri.
Namun demikian, tetap dibutuhkan berbagai sudut pandang lain dengan bantuan dokumen atau arsip, foto maupun catatan-catatan masa lalu, dalam rangka memperkaya khasanah autobiografi sehingga lebih menarik. Selain itu, penulisan autobiografi juga tak bisa lepas dari proses sejarah, terutama sejarah lisan sebagai metode pengumpul informasinya.
Konteks serupa juga terlihat pada autobiografi, Pdt Joseph Simorangkir, Parsorion ni Sada Ripe Pandita Batak, yang menarik dicermati dalam perspektif sejarah. Meskipun autobiografi yang mengisahkan kehidupan sebuah keluarga Pendeta Batak ini tidak langsung menyebutkan menggunakan pendekatan sejarah. Faktanya, autobiografi ini juga banyak menggunakan dokumen atau arsip, foto dan catatan-catatan penulis yang jaraknya berselang cukup lama dengan waktu penulisannya.
Fenomena lainnya yang juga menarik dicermati dalam autobiografi ini, ternyata penulis juga menaruh perhatian dan peka terhadap beragam persoalan yang terjadi di wilayah pelayanannya. Bahkan situasi perpolitikan dan kepemimpinan nasional, hingga kisruh HKBP pun tak luput dari perhatiannya. Fakta fakta yang informatif ini tentu sangat bermanfaat bagi pembaca. Setidaknya bisa mewakili potret realitas kehidupan sosial masyarakat di masa lalu, terutama di wilayah penugasan Pdt Joseph Simorangkir.
Ketua STT HKBP Pematangsiantar, Dr Hulman Sinaga mengatakan, pentingnya membaca buku ini, seperti yang dituliskan oleh penulis bahwa, buku ini ada empat bagian. Pertama, dampak pengaruh para orang tua, kedua, tentang sekolah atau pendidikannya, ketiga, cara kerjanya pada jemaat waktu menjadi guru dan pendeta, keempat sewaktu pensiun.